Selasa, 31 Mei 2011

bahan copas

7
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
PRA PABRIKASI RUMAH TINGGAL
SEDERHANA TUMBUH (RST)
Skripsi
Oleh :
A S M A W I
K 1503003
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2007
8
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
PRA PABRIKASI RUMAH TINGGAL
SEDERHANA TUMBUH (RST)
Oleh
A S M A W I
K. 1503003
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Bangunan
Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2007
9
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji
Skripsi Program Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan Teknik dan
Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Chundakus Habsya, MSA
NIP. 131 640 273
Drs. Bambang S. Budhi
NIP. 130516310
10
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program
Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : Jum’at
Tanggal : 08 Juni 2007
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
1. Ketua : Drs. H. Roemintoyo, ST, M.Pd (.........................)
2. Sekretaris : Drs. Suradji, M.Pd (..........................)
3. Anggota I : Ir. Chundakus Habsya, MSA (.........................)
4. Anggota II : Drs. Bambang Sulistyo Budhi (..........................)
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. M Furqon Hidayatullah. M.Pd
NIP. 130 529 720
11
ABSTRAK
Asmawi. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PRA PABRIKASI
RUMAH TINGGAL SEDERHANA TUMBUH (RST. Skripsi, Surakarta :
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Juni 2007.
Studi ini bertujuan untuk : 1) Untuk mengetahui bahwa perancangan segmen
sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda yang dapat digunakan untuk
membuat rumah sederhana tumbuh tipe 27, 36, 45, 54, dan 70; 2) Untuk
mengetahui bahwa bentuk sambungan (joint) antar segmen dapat saling mengunci
baik antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga menjadi satu
sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh; 3) Untuk mengetahui
bahwa jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu jendela yang sesuai
dengan kebutuhan rumah sederhana tumbuh; 4) Untuk mengetahui bahwa bahan
dasar dan bahan pengisi yang dapat digunakan untuk bahan pembuatan segmen
sloof, kolom, balok dan dinding, yang mudah diperoleh, dikerjakan dalam
pembuatan, dan berat jenis ringan; 5) Untuk mengetahui bahwa digunakannya
hasil dari perencanaan segmen sloof, kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat
diaplikasikan ke dalam perencanaan dan perancangan rumah tinggal sederhana
tumbuh; 6) Untuk mengetahui bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan dalam
pembangunan rumah tinggal sederhana tumbuh yang menggunakan komponen
Pra Pabrikasi.
Metode yang digunakan untuk perencanaan dan perancangan dalam studi ini
yaitu dengan melakukan kajian dan coba-coba (trial and error) dengan berbagai
alternatif dari berbagai sumber yang ada kemudian dibuat semacam simulasi
(gambar percobaan), dan dianalisis mengenai kekurangan dan kelebihan dari
produk tersebut sampai didapat suatu segmen yang optimal dalam bentuk dan
ukuran. Data pemberitaan musibah bencana alam, dan kebutuhan tentang rumah
yang terus meningkat. Data yang diambil yaitu, data mengenai inovasi
pengembangan tentang perumahan di Indonesia, data tentang alternatif
penggunaan bahan dan material dalam bangunan, data mengenai konsep
pembangunan rumah secara bertahap. Sumber data diperoleh dari buku-buku dan
literatur penunjang, media internet, pengamatan langsung mengenai kondisi
perumahan. Teknik pengumpulan data dengan studi literatur, akses internet,
pengamatan langsung. Teknik analisis data yaitu dengan mengidentifikasi
masalah yang ada, mengelompokkan, dan mengkaitkan antara masalah dalam
tahapan-tahapan, kemudian menganalisa masalah dan mengambil suatu
kesimpulan yang dapat ditransformasikan dalam konsep perencanaan dan
perancangan.
Berdasarkan hasil perencanaan dapat disimpulkan: 1) Perancangan segmen
sloof, kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat dipergunakan untuk
membangun RST dengan bentuk balok persegi panjang dan dimensi 15 cm x 15
cm, dengan variasi panjang untuk segmen sloof, dan balok 45 cm, 60 cm, dan 90
cm, kolom 35, 60 cm dan 90 cm, kuda-kuda menggunakan segmen balok yang
12
ditambahkan dengan segmen spesial (dengan ukuran tertentu) pada kaki kudakuda
sebagai penutup, dan dinding dengan tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45 cm
dengan variasi panjang 15 cm, 30 cm, 45 cm, dan 60 cm; 2) Bahwa bentuk
sambungan (joint dapat saling mengunci pada masing-masing segmen yaitu
dengan menggunakan simpul untuk sambungan antar super struktur dan untuk
struktur sejenis menggunakan prinsip jantan dan betina (tounge and groove);
3) Bahwa sistem utilitas elektrikal dan mekanikal dirancang sesuai dengan
kebutuhan untuk sebuah rumah tinggal, sedangkan bentuk kusen pintu dan jendela
dirancang moduler mengikuti moduler segmen dinding; 4) Bahwa bahan untuk
pra pabrikasi segmen super struktur sloof, kolom, balok dengan menggunakan
beton dengan kualitas fc’ 25 atau setara dengan K 300, sedangkan dinding
moduler menggunakan bahan dari beton yang dicampur dengan bahan hibrida
sehingga dapat dipotong mengikuti kemiringan atap. Besi yang digunakan
berdiameter 12 mm dan begel 6 mm dengan tegangan leleh 2400 kg/cm2;
5) Hasil perancangan dapat digunakan untuk membuat RST dengan tiga alternatif
desain rumah tumbuh ( tipe 27, 36, 45, 54, dan 70) sebagai hasil aplikasi
perancangan rumah sederhana tumbuh yang menggunakan segmen sloof, kolom,
balok dan dinding moduler; 6) Bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan untuk
membangun RST yaitu menggunakan perakitan sesuai dengan skema urutan
pekerjaan yang telah ditentukan, bisa dilaksanakan lebih cepat karena kita tinggal
hanya merakit komponen itu sendiri, untuk memperkuat hubungan antar segmensegmen
ditambahkan dua buah tulangan dengan beghel di dalam lubang segmen
tersebut. Tujuannya supaya segmen lebih kaku dan rigid, setelah lubang
dimasukkan kemudian disuntikkan spesi atau pasta semen untuk mengisi ronggarongga
kosong pada lubang. Tidak memerlukan tenaga spesialis dalam
pengerjaannya karena pengerjaan bentuk segmen telah dikerjakan ditempat yang
berbeda (pabrik).
13
MOTTO
Demi masa;
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian;
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran;
(Al ‘Ashr ; ayat 1-3)
Satu-satunya cara untuk memperoleh manfaat paling banyak dari perdebatan
adalah menghindari perdebatan itu sendiri
(Dale Carnegie)
Sukses adalah sebuah perjalanan dan bukan sebuah tujuan
Pengorbanan adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan
Terimalah resiko itu merupakan balok pembangun sukses
Waktu untuk memulai adalah sekarang
Kalahkan rasa takut dengan persiapan
(David James Schwarzt)
14
PERSEMBAHAN
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, dengan segala kerendahan
hati, karya ini kupersembahkan kepada :
1. Almarhum Ayahanda tercinta.
2. Mama’ tercinta dengan segala kesabaran, ketabahan, bimbingan serta do’a dan
kasih sayangnya yang selalu mengiringiku.
3. Paman, dan Bibi yang selalu memberikan bimbingan, mengingatkanku dan
segalanya yang diberikan selama kuliahku.
4. Bang Uteh, Uus, Puput, Edy dan Ary.
5. Pakde dan Bude, mbak mus, mbak atih dan mbak rodhiyah.
6. Arum sayang terima kasih perhatian dan dukungannya.
7. Teman-teman Kos H. Akoib, Kato, Kiki, Deni cs, Onesta, Adit, Gethek,
Coopy, Gamma, Sigit, Pak Pur, Antok cs, Didi, Mas Slamet, Solikhin.
8. Teman-teman PTB angkatan 2003.
9. Almamaterku
15
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi
yang berjudul “Perencanaan dan Perancangan Rumah Tinggal Sederhana Tumbuh
(RST) dengan Struktur Beton Pra Pabrikasi” ini dengan sebaik – baiknya.
Menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis yang telah melewati
berbagai perasaan suka dan duka dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan
skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yamg berupa tenaga
dan pikiran, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. M Furqon hidayatullah. M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
2. Bapak Drs. H. Sutrisno, S.T. M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan
Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta
3. Bapak Drs. Slamet Widodo, S.T. M.Pd. (Almarhum) Ketua Program
Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan dan Teknik Kejuruan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
4. Bapak Ir. Chundakus Habysa, MSA. Selaku Pembimbing I yang telah
membantu pikiran serta membimbing dengan sabar sehingga penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan
5. Bapak Drs. Bambang S.Budhi, Selaku Pembimbing II yang telah membantu
pikiran serta bimbingan dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan
6. Bapak Drs. H. Suhardjono, M.Si. Selaku Koordinator Skripsi Program
Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan dan Teknik Kejuruan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
7. Mama’, bibi, paman dan keponakan-keponakanku tercinta yang telah
memberikan aku semangat, doa dan motivasi
16
8. Staf perpustakaan, dan teman – teman PTB 03 dan semua pihak yang tidak
bisa penulis sebutkan satu persatu telah memberikan bantuan, saran dan kritik
sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangannya baik secara kualitas maupun aspek lainnya walaupun penulis
sudah berusaha secara optimal. Karena itu saran dan kritik yang dapat
membangun sehingga penulisan skripsi ini dapat menjadi lebih baik dan semoga
skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis.
Surakarta, Juni 2007
Penulis
17
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................................i
LEMBAR PENGAJUAN ..........................................................................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................iii
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................iv
ABSTRAK.................................................................................................................v
MOTTO .....................................................................................................................vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................viii
KATA PENGANTAR ...............................................................................................ix
DAFTAR ISI..............................................................................................................xi
DAFTAR TABEL......................................................................................................xiv
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xv
DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................................1
B. Identifikasi Masalah .............................................................................3
C. Pembatasan Masalah ............................................................................4
D. Perumusan Masalah..............................................................................5
E. Tujuan Penelitian..................................................................................5
F. Manfaat Penelitian................................................................................6
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka ..................................................................................7
1. Pengertian dan Batasan ..................................................................7
2. Tinjauan fungsi ruang dan sifat kegiatan .......................................14
3. Kesehatan dan Kenyamanan ..........................................................17
4. Utilitas Bangunan Rumah Tinggal.................................................21
B. Hasil Pengembangan Rumah Sederhana Tumbuh yang Relevan ........27
1. Pembangunan rumah dengan sistem RISHA.................................27
2. Konsep Smart Modula ...................................................................29
18
3. Pelaksanaan Penyambungan/Pemasangan Rumah Pabrikasi.........31
a. Bentuk Sambungan/Joint .........................................................31
b. Cara Pemasangan Rumah Pabrikasi ........................................33
4. Bahan Bangunan ............................................................................46
C. Kerangka Berpikir ................................................................................48
1. Kerangka Permasalahan Secara Umum.........................................48
2. Kerangka Permasalahan Perencanaan dan Perancangan RST.......49
D. HIPOTESIS..........................................................................................50
BAB III METODE PERENCANAAN
A. Tempat dan Waktu Perencanaan..........................................................51
1. Tempat Perencanaan ......................................................................51
2. Waktu Perencanaan........................................................................51
B. Bentuk dan Strategi Perencanaan.........................................................51
C. Sumber Data.........................................................................................52
1. Jenis Data .......................................................................................52
2. Sumber Data...................................................................................52
D. Teknik Pengumpulan Data...................................................................52
E. Validitas Data.......................................................................................53
F. Analisis Data ........................................................................................53
G. Prosedur Perencanaan dan Perancangan ..............................................53
1. Pra Perencanaan .............................................................................53
2. Tahap Lapangan.............................................................................53
3. Tahap Analisis Data .......................................................................54
4. Tahap Perencanaan dan Perancangan ............................................54
BAB IV HASIL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
A. Analisis Pendekatan Konsep Perencanan dan Perancangan RST .......55
1. Analisis Kebutuhan Ruang ............................................................55
2. Analisis Besaran Ruang dan Hubungan Ruang .............................56
3. Analisis Modul Bangunan dan Segmen.........................................57
4. Analisis Sistem Struktur dan Tipe Konstruksi...............................61
5. Analisis Bentuk Atap .....................................................................66
19
6. Analisis Pemilihan Bahan Bangunan.............................................70
7. Analisis Sistem Utilitas Bangunan ................................................71
B. Perencanan Rumah Sederhana Tumbuh (RST)...................................72
1. Kebutuhan Ruang ..........................................................................72
2. Besaran Ruang dan Hubungan Ruang ..........................................74
3. Segmen Sloof. Kolom, Balok, dan Dinding Moduler ...................84
4. Bentuk Sambungan ........................................................................85
5. Bentuk Atap RST...........................................................................91
6. Pemilihan Bahan Bangunan...........................................................92
7. Sistem Utilitas Bangunan...............................................................93
8. Metode Perakitan Segmen Rumah Sederhana Tumbuh (RST)......96
C. Perancangan Rumah Sederhana Tumbuh(RST)...................................105
1. Segmen Super Struktur ..................................................................105
2. Rumah Sederhana Tumbuh (RST).................................................156
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan...........................................................................................194
B. Implikasi...............................................................................................195
C. Saran.....................................................................................................195
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
20
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Batasan Rumah Sederhana...................................................................... 9
Tabel 2. Standar Lebar, Luas dan Tinggi Plafond Minimal
Rumah Sederhana ................................................................................. 10
Tabel 3. Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan
Rumah Sederhana Sehat........................................................................ 10
Tabel 4. Tingkat Pencahayaan Rata-rata pada Ruang......................................... 20
Tabel 5. Perbandingan Bahan Rangka Atap ....................................................... 46
Tabel 6. Time Schedulle ...................................................................................... 51
Tabel 7 Pendekatan Besaran Ruang dengan Koordinasi Moduler..................... 56
Tabel 8. Perbandingan Bahan Bangunan ............................................................ 70
Tabel 9. Kebutuhan Ruang Tipe 27 .................................................................... 72
Tabel 10. Kebutuhan Ruang Tipe 36 .................................................................... 73
Tabel 11. Kebutuhan Ruang Tipe 45 .................................................................... 73
Tabel 12. Kebutuhan Ruang Tipe 54 .................................................................... 73
Tabel 13. Kebutuhan Ruang Tipe 70 .................................................................... 73
Tabel 14. Besaran Ruang Alternatif 1 Konsep Tumbuh....................................... 74
Tabel 15. Besaran Ruang Alternatif 2 Konsep Tumbuh....................................... 74
Tabel 16. Besaran Ruang Alternatif 3 Konsep Tumbuh....................................... 75
Tabel 17. Identifikasi Joint Segmen Sejenis ......................................................... 86
Tabel 18. Identifikasi Joint Segmen Tidak Sejenis............................................... 87
Tabel 19. Ukuran Bak Pembusuk.......................................................................... 94
21
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Grafik Hubungan Tingkat Pencahayaan dan Umur Manusia ............. 19
Gambar 2. Sistem Sambungan Langsung ............................................................ 22
Gambar 3. Jalur Kabel Utama............................................................................... 24
Gambar 4. Sistem Pemasangan Saklar Tunggal ................................................... 24
Gambar 5. Sistem Pemasangan Saklar Ganda ....................................................... 25
Gambar 6. Sistem Pemasangan Stop Kontak......................................................... 25
Gambar 7. Sistem Pemasangan Fitting ................................................................. 25
Gambar 8. Sistem Pemasangan Kabel Arde ......................................................... 26
Gambar 9. Sistem Pemasangan Kabel Rumah Sekring ke Meter PLN ................ 26
Gambar 10. Komponen Bangunan RISHA............................................................. 28
Gambar 11. Rumah Pra Pabrikasi RISHA.............................................................. 29
Gambar 12. Tampak Depan Rumah Sederhana Tumbuh ATMI ............................ 30
Gambar 13. Ikatan / Simpul Antar Segmen ............................................................ 31
Gambar 14. Bentuk simpul pertemuan antar sudut dari RISHA ............................ 31
Gambar 15. Bentuk Sambungan Jantan dan Betina................................................ 32
Gambar 16. Tipikal Aktivitas di Lokasi Pemasangan ........................................... 33
Gambar 17. Detail Perletakan Kolom Dalam Pondasi............................................ 34
Gambar 18. Detail Perletakan Sambungan antar Kolom........................................ 35
Gambar 19. Detail Perletakan Kolom dengan Balok.............................................. 36
Gambar 20. Detail Penyambungan Panel Arah Horizontal .................................... 37
Gambar 21. Perletakan Kolom Praktis Arah Horizontal ........................................ 37
Gambar 22. Perletakan Kolom Praktis Arah Vertikal ............................................ 38
Gambar 23. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Epoxy....... 38
Gambar 24. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Pelat Baja. 39
Gambar 25. Pertemuan Siku .................................................................................. 39
Gambar 26. Pertemuan Pertigaan .......................................................................... 40
Gambar 27. Pertemuan Persilangan ....................................................................... 40
Gambar 28. Pertemuan Panel dan Balok Pengikat Bawah ..................................... 40
Gambar 29. Panel dan Balok Pengikat Atas ........................................................... 41
22
Gambar 30. Pertemuan Dinding ke Balok Anak .................................................... 41
Gambar 31. Pertemuan Dinding ke Balok Lantai................................................... 42
Gambar 32. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 42
Gambar 33. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 43
Gambar 34. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 43
Gambar 35. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 44
Gambar 36. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 44
Gambar 37. Pertemuan dengan Kolom Struktur Baja ........................................... 45
Gambar 38. Pertemuan dengan Balok Struktur Baja .............................................. 45
Gambar 39. Pertemuan dengan Balok Struktur Beton............................................ 45
Gambar 40. Bentuk-bentuk Dinding....................................................................... 46
Gambar 41. Kerangka Permasalahan Umum.......................................................... 48
Gambar 42. Kerangka Permasalahan RST.............................................................. 49
Gambar 43 Hubungan Ruang Secara Umum RST ................................................ 57
Gambar 44. Dasar Koordinasi Moduler.................................................................. 59
Gambar 45. Bentuk dan Dimensi Segmen Sloof, Kolom, dan Balok..................... 62
Gambar 46. Bentuk dan Dimensi Dinding ............................................................. 62
Gambar 47. Joint untuk Segmen Sejenis (Sloof, Kolom, dan Balok) .................... 63
Gambar 48. Joint untuk Segmen Dinding Arah Horizontal ................................... 64
Gambar 49. Joint untuk Segmen Dinding Arah Vertikal ....................................... 64
Gambar 50. Joint untuk Segmen Super Struktur Bawah ........................................ 65
Gambar 51. Joint untuk Segmen Super Struktur Atas............................................ 65
Gambar 52. Tulangan yang Dimasukkan Ke dalam Lubang Segmen .................... 66
Gambar 53. Bentuk Atap Panggang-Pe .................................................................. 66
Gambar 54. Bentuk Atap Pelana ............................................................................ 67
Gambar 55. Bentuk Atap Limasan ......................................................................... 67
Gambar 56. Bentuk Atap Panggang-Pe .................................................................. 68
Gambar 57. Bentuk Atap Pelana Kiri Kanan.......................................................... 68
Gambar 58. Bentuk Atap Limasan.......................................................................... 69
Gambar 59. Bentuk Atap Pelana Depan Belakang ................................................. 69
Gambar 60. Skema Jaringan Air Bersih ................................................................ 71
23
Gambar 61. Skema Jaringan Air Kotor................................................................... 72
Gambar 62. Lay out Perabot Ruang Duduk / Ruang Tamu .................................... 76
Gambar 63. Lay out Perabot Ruang Tidur .............................................................. 77
Gambar 64. Lay out Perabot Ruang Makan / Keluarga .......................................... 78
Gambar 65. Lay out Perabot Dapur ........................................................................ 79
Gambar 66. Lay out Kamar Mandi + Kakus........................................................... 80
Gambar 67. Lay out Gudang................................................................................... 80
Gambar 68. Hubungan Ruang Tipe 27 ................................................................... 81
Gambar 69. Hubungan Ruang Tipe 36 ................................................................... 81
Gambar 70. Hubungan Ruang Tipe 45 ................................................................... 82
Gambar 71. Hubungan Ruang Tipe 54 ................................................................... 83
Gambar 72. Hubungan Ruang Tipe 70 ................................................................... 83
Gambar 73. Sambungan Jantan dan Betina ............................................................ 85
Gambar 74. Sambungan Jantan dan Betina Arah Vertikal ..................................... 85
Gambar 75. Sambungan Jantan dan Betina Arah Horizontal ................................. 86
Gambar 76. Bentuk Atap Miring Depan ke Belakang............................................ 91
Gambar 77. Urutan Skema Pekerjaan RST............................................................. 97
Gambar 78. Potongan Sloof, Simpul Sloof-Kolom dan Kolom ............................. 99
Gambar 79. Detail I dan Detail II ........................................................................... 100
Gambar 80. Potongan Dinding Lubang untuk Tulangan dan Utilitas ................... 102
Gambar 81. Potongan Kolom, Simpul Kolom-Balok dan Balok............................ 103
Gambar 82. Detail III.............................................................................................. 103
Gambar 83. Segmen Sloof ...................................................................................... 105
Gambar 84. Segmen Kolom.................................................................................... 109
Gambar 85. Segmen Dinding Pengisi .................................................................... 113
Gambar 86. Segmen Dinding Penutup ................................................................... 114
Gambar 87. Segmen Balok .................................................................................... 121
Gambar 88. Simpul Sloof - Kolom......................................................................... 125
Gambar 89. Simpul Kolom – Balok ...................................................................... 125
Gambar 90. Simpul Kuda-kuda .............................................................................. 126
Gambar 91. Kuda-kuda Bagian Sebelah Kanan (Alternative 1)............................. 131
24
Gambar 92. Kuda-kuda Bagian Sebelah Kiri (Alternative 1)................................. 131
Gambar 93. Kusen Pintu Tunggal .......................................................................... 150
Gambar 94. Kusen Pintu Gendong Kanan ............................................................. 151
Gambar 95. Kusen Pintu Gendong Kiri.................................................................. 151
Gambar 96. Kusen Jendela Tunggal ....................................................................... 151
25
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Kelengkapan Administrasi .................................................................. 198
26
Pustaka
Rob Krier, 1988, Architectural Composition,, Rizzoli, New York
Catatan
1. Umum
· Istilah kamar dan ruang sma, pakai salah satu dan dalam satu TA
konsisten
· Semua gambar, tabel, lampiran berikan nomor uurut, dengan format
sesuai dengan panduan TA
· Kop Gambar, koreksi lihat digambar Simpul Balok Kolom
· Keterangan dimensi pada gambar antara keterangan dimensi atas dan
bwah atau dimensi kiri dan kanan saling melengkapi, jangan di buat
sama.
2. Bab III
· Konsep hub ruang. Ruang jemur, masukkan dalam kotak layanan,
dengan arah panah tetap seperti semula.
· Zona piblik : jalan, zona semi publik: pekarangan depan dan teras.
3. Bab IV
· Semua kata konsep dihapus
· Air kotor. Statemn/rumus/kerangan lengkapi dengan sumber acuan
Bab I Metode peren dan peranc, belum dikoreksi.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan
hipotesis yaitu segmen sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda pra pabrikasi
dapat diaplikasikan dalam perencanaan dan perancangan rumah sederhana tumbuh
tipe 27, 36, 45, 54, dan 70.
BAB I
PENDAHULUAN
27
A. Latar Belakang Masalah
Rumah tinggal merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan
manusia. Setiap keluarga pasti membutuhkan rumah untuk kelangsungan hidup
dan kehidupannya. Sebagai wadah kegiatan keluarga, rumah berperan besar
sebagai tempat untuk pendidikan dalam keluarga sekaligus juga sebagai tempat
untuk membentuk akhlak yang baik bagi anak-anak, karena keluarga adalah
tempat belajar yang pertama dan utama sehingga nantinya akan tercapai
kebahagiaan dan kesejahteraan manusia sebagai individu, anggota keluarga
maupun anggota masyarakat.
Rumah atau papan dalam urutan kebutuhan manusia menempati tingkat
utama (primer) bersama dengan makan (pangan) dan pakaian (sandang). Agak
berbeda dengan kebutuhan sandang dan pangan, kebutuhan papan tidak dengan
mudah dapat dipenuhi. Penyediaan rumah memerlukan investasi yang sangat
besar dan hampir tidak tertanggungkan bagi sebagian besar masyarakat, terutama
bagi mereka yang berpendapatan menengah ke bawah.
Tingginya investasi pemilikan rumah mendorong upaya-upaya berbagai
pihak untuk dapat mencapainya, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta
untuk berupaya melakukan rekayasa teknologi untuk menurunkan harga agar
kebutuhan akan tempat tinggal dapat dipenuhi sesuai dengan kondisi dan
kemampuan masyarakat. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang tata
guna lahan untuk pemukiman dan komposisi tipe bangunan agar tercapai
keseimbangan pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat kurang mampu
dan yang mampu. Lembaga keuangan (perbankan), baik pemerintah maupun
swasta didorong untuk menyediakan kredit pemilikan rumah rumah (KPR) agar
pembelian rumah dapat dilakukan dengan mengangsur untuk jangka waktu
tertentu.
Pengembang (developer) sebagai pihak swasta menyesuaikan keterbatasan
kemampuan masyarakat dengan membatasi luas lahan, memperkecil, dan
menyederhanakan rumah. Pada intinya kualitas rumah diturunkan sampai standar
minimal layak huni agar harga rumah dapat dicapai masyarakat. Harapannya
kelak rumah inti ini dapat dikembangkan sesuai kemampuan dan kebutuhan.
1
28
Pengembangan rumah ini kemudian memberikan macam-macmam variasi bentuk
sesuai dengan keinginan dan kemampuan penghuni rumah.
Pada kondisi keterbatasan dana yang dimiliki, sesorang pembeli akan
membeli rumah pada kondisi minimal yang masih dapat diterima. Kelak bila
kemampuannya meningkat, dia akan mengubah dan mengembangkan rumahnya
sesuai dengan kebutuhan, dan perkembangan kemampuan ekonominya.
Komponen untuk dinding yang sering digunakan selama ini adalah seperti
batu bata, dan batako sedang pelaksanaan pekerjaan komponen struktur seperti
sloof, kolom dan balok dikerjakan secara konvensional. Komponen pra pabrikasi
yang ada dipasaran lebih sering digunakan untuk bangunan-bangunan besar
seperti pabrik, dan gedung-gedung perkantoran. Hal yang relatif baru yaitu berupa
lock brick, yaitu bata yang dipasang tanpa spesi dan dapat menyatu karena
masing-masing sisi terhubung saling mengunci, belum banyak dijumpai
dipasaran.
Ada juga panel dinding beton berongga prategang pracetak yang dibuat oleh
PT. Beton Elemindo Perkasa, yang memiliki ukuran lebar modular 1200 mm,
lebar spesial 600 mm, tebal 100 mm, dan panjang yang disesuaikan dengan
pesanan (maksimum 8 meter). Memiliki permukaan luar dan dalam yang halus
kualitas beton ekspos, mutu beton K-450, tulangan PC-WIRE diameter 5 mm, dan
memiliki volume rongga 28,4%. (WWW.PT.BetonElemindoPerkasa Tgl. 10
Oktober 2006).
Komponen bangunan rumah tinggal seperti sloof, kolom, dan balok rumahrumah
tradisional hampir diseluruh Indonesia lazim menggunakan balok kayu,
sedang rumah-rumah diperkotaan menggunakan sloof, kolom dan balok beton
praktis yang dicor setempat. Komponen-komponen ini belum ada tersedia
dipasaran dalam bentuk pra pabrikasi yang sudah siap dirangkai menjadi sebuah
struktur kerangka dan dinding sebuah rumah tinggal.
Untuk mendapatkan suatu solusi dari permasalahan kekurangan penyediaan
perumahan, keterjangkauan harga rumah, dapat dibangun secara massal dalam
waktu singkat, serta dapat dibangun bertahap dari tipe 27, 36, 45, 54, dan 70. (luas
lantai 70 m2) maka perlu dilakukan suatu perencanaan dan perancangan
29
komponen-komponen bangunan rumah tinggal. Dalam tugas akhir ini akan
dirancang dan dikaji bentuk dan dimensi komponen sloof, kolom, balok dan
dinding yang dapat diproduksi sebagai komponen pra-pabrikasi, sehingga rumah
dapat dibangun bertahap. Selain itu akan dikaji pula kemungkinan penggunaan
bahan untuk komponen-komponen tersebut.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat di
identifikasi beberapa permasalahan, yaitu:
1. Rumah adalah kebutuhan pokok manusia/keluarga sehingga setiap
manusia/keluarga akan senantiasa berusaha memenuhi dirinya akan rumah.
2. Besarnya biaya dalam pembuatan suatu rumah menjadi pertimbangan utama
sebagian besar masyarakat Indonesia, selain permasalahan lokasi, luas lantai
dan kualitas bangunan.
3. Pengurangan pada beberapa bagian rumah seperti luas lantai, luas lahan, dan
kualitas bahan dan struktur dapat menyebabkan ketidak nyamanan rumah..
4. Bagi masyarakat kalangan menengah kebawah seringkali pembangunan
rumah tidak dapat dilakukan sekaligus dalam luasan sesuai dengan kebutuhan
sehingga perlu dilakukan secara bertahap (tumbuh).
5. Pembuatan beberapa komponen struktur dan komponen bangunan seperti,
kolom, balok, sloof dan dinding yang dapat dibangun secara bertahap
memerlukan suatu perencanaan yang matang dan komprehensif.
6. Pemilihan dan efisiensi penggunaan bahan dalam pembangunan akan
membantu dalam meringankan biaya pembuatan suatu rumah.
7. Pembuatan komponen rumah seperti sloof, kolom, dinding, dan balok dengan
cara konvensional membutuhkan waktu lama sehingga perlu senantiasa digali
inovasi kreatif berbagai pihak untuk dapat ditemukan solusi terbaik mengatasi
berbagai masalah tersebut.
8. Bentuk sambungan (joint) antar segmen yang dapat saling mengunci baik
antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga menjadi satu
sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh.
30
9. Jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu jendela yang sesuai dengan
kebutuhan rumah sederhana tumbuh.
10. Metode pelaksanaan yang dapat digunakan dalam pembangunan rumah
tinggal sederhana tumbuh.
C. Pembatasan Masalah
Agar perencanaan ini tidak jauh melebar dari konsep yang telah
direncanakan maka perlu dilakukan pembatasan permasalahan, yaitu sebagai
berikut:
1. Perencanaan dan perancangan pra-pabrikasi rumah tumbuh dilakukan pada
beberapa elemen seperti sloof, kolom, balok, dan dinding, dengan penekanan
pada:
a. Bentuk dan dimensi segmen komponen sloof, kolom, balok dan dinding
yang dapat digunakan untuk membangun rumah tumbuh tipe 27, 36, 45,
54, dan 70.
b. Bentuk sambungan antar segmen yang kuat dan dapat saling mengunci.
2. Perencanaan utilitas seperti listrik, air bersih dan air kotor, serta perancangan
daun pintu jendela
3. Pemilihan penggunaan bahan untuk komponen Pra-pabrikasi sloof, kolom,
balok dan dinding RST.
4. Metode pelaksanaan pembangunan rumah sederhana tumbuh Pra Pabrikasi.
5. Pondasi disesuaikan dengan kondisi lahan dan tidak termasuk dalam
perencananaan dan perancangan. Dalam Perancangan akan diberikan contoh
pondasi RST dalam bentuk pondasi menerus dengan bahan batu kali.
D. Rumusan Masalah
Dari pembatasan masalah diatas dapat dibuat suatu rumusan yang akan
digunakan sebagai acuan dalam perencanaan ini, yaitu:
31
1. Perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda seperti apa
yang dapat digunakan untuk membuat rumah sederhana tumbuh tipe 27, 36,
45, 54, dan 70?
2. Adakah bentuk sambungan (joint) antar segmen dapat saling mengunci baik
antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga menjadi satu
sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh?
3. Adakah jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu jendela yang
sesuai dengan kebutuhan rumah sederhana tumbuh?
4. Bahan dasar dan bahan pengisi apakah yang dapat digunakan untuk bahan
segmen sloof, kolom, balok dan dinding, dan kuda-kuda yang mudah
diperoleh, mudah dikerjakan dalam pembuatan, dan berat jenis ringan?
5. Dapatkah hasil dari perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding dan
kuda-kuda diaplikasikan ke dalam perencanaan dan perancangan rumah
tinggal sederhana tumbuh?
6. Adakah metode pelaksanaan yang dapat digunakan dalam pembangunan
rumah tinggal sederhana tumbuh yang menggunakan komponen Pra
Pabrikasi?
E. Tujuan
Studi yang dilakukan ini bertujuan untuk :
1. Untuk mengetahui bahwa perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding,
dan kuda-kuda yang dapat digunakan untuk membuat rumah sederhana
tumbuh tipe 27, 36, 45, 54, dan 70.
2. Untuk mengetahui bahwa bentuk sambungan (joint) antar segmen dapat saling
mengunci baik antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga
menjadi satu sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh.
3. Untuk mengetahui bahwa jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu
jendela yang sesuai dengan kebutuhan rumah sederhana tumbuh.
4. Untuk mengetahui bahwa bahan dasar dan bahan pengisi yang dapat
digunakan untuk bahan pembuatan segmen sloof, kolom, balok dan dinding,
yang mudah diperoleh, dikerjakan dalam pembuatan, dan berat jenis ringan.
32
5. Untuk mengetahui bahwa digunakannya hasil dari perencanaan segmen sloof,
kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat diaplikasikan ke dalam
perencanaan dan perancangan rumah tinggal sederhana tumbuh.
6. Untuk mengetahui bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan dalam
pembangunan rumah tinggal sederhana tumbuh yang menggunakan
komponen Pra Pabrikasi.
F. Manfaat
Dari hasil perencanaan yang dilakukan, diharapkan akan mendapatkan
manfaat yaitu:
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna
terutama dalam hubungannya dengan Rumah Sederhana Tumbuh (RST).
b. Sebagai masukan bagi perencanaan dan perancangan bangunan sejenis
sehingga diperoleh hasil yang lebih sempurna.
2. Manfaat Praktis.
a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam melakukan pra pabrikasi segmensegmen
komponen Rumah Sederhana Tumbuh (RST), seperti dalam rancang
bangun mesin pencetak segmen sloof, kolom balok dan dinding, mesin
perawatan beton, mesin injeksi pasta, uji performa mesin, uji kuat tekan dan
lentur produk dan sebagainya.
b. Keberhasilan pelaksanaan point a diatas akan bermanfaat:
1). Bagi industri mesin atau bengkel sebagai diversifikasi produk mesin
2). Bagi industri atau toko bahan bangunan sebagai diversifikasi usaha dan
produk komponen bangunan siap pakai.
3). Bagi masyarakat, developer dan aktor pembangun yang lain akan dapat
memanfaatkan produk pra-pabrikasi untuk membangun rumah secara
bertahap, dalam jumlah banyak, waktu singkat, serta biaya murah.
c. Memperkaya alternatif teknologi pembangunan Rumah Sederhana Tumbuh
(RST).
BAB II
LANDASAN TEORI
33
A. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian dan Batasan
a. Perencanaan dan Perancangan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 946) rencana adalah
“konsep”, perencanaan adalah “proses, cara perbuatan merencanakan
(merancang).
G. Wurstanto (1987 : 13) mengemukakan “perencanaan adalah seleksi dari
berbagai alternatif untuk maksud tujuan, kebijakan, prosedur, program dan
sebagainya. Maka masalah penting dalam perencanaan adalah pengambilan
keputusan, yang merupakan titik tolak yang menentukan arah kegiatan ke masa
depan.
Menurut G. Wurstanto (1987 : 13) dalam perencanaan terdapat unsurunsur
sebagai berikut :
1) Pemikiran rasional mengenai dugaan, perkiraan atau perhitungan
untuk masa mendatang.
2) Pemikiran rasional itu tidak dibuat atas dasar khayalan belaka, tetapi
berdasar pada fakta atau data yang obyektif.
3) Persiapan atau tindakan pendahuluan untuk kegiatan masa yang akan
datang.
4) Tujuan.
Menurut G. Wurstanto (1987 : 25) “perencanaan menunjukkan proses
aktivitas, sedangkan rencana menunjukkan hasil dari aktivitas merumuskan
rencana”.
G. Wurstanto (1987 : 25) memberikan ciri-ciri suatu rencana yaitu :
1) Setiap rencana selalu menyangkut masalah untuk masa mendatang.
2) Setiap rencana selalu mengandung perumusan kegiatan yang akan
dilakukan.
3) Setiap rencana selalu mengandung perumusan tujuan tentang tujuan
yang akan dicapai.
4) Setiap rencana selalu dilandasi dengan suatu motif, alasan atau sebab.
5) Setiap rencana selalu merupakan hasil pemilihan dari berbagai
alternatif, yang dibuat dengan mempergunakan berbagai macam
pertimbangan dan pemikiran secara rasional.
6) Rencana selalu merupakan peramalan (forecasting), atau keadaan
yang mungkin dihadapi. 7
34
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 927) rancang adalah
“konsep”, merancang adalah “mengatur segala sesuatu sebelum bertindak
mengerjakan atau melakukan sesuatu, dan perancangan adalah “proses, cara
perbuatan merancang”
b. Rumah
Rumah merupakan bangunan yang terdiri dari ruang-ruang yang
berhubungan sedemikian rupa sehingga aktivitas keluarga dapat berlangsung
dengan baik dan lancar. Masing-masing rumah mempunyai luas lantai berbedabeda,
sesuai kebutuhan keluarga. Standar luas rumah yang dikeluarkan oleh
Perum Perumnas adalah mulai dengan Tipe 18, Tipe 21, Tipe 36, Tipe 45 dan
seterusnya. Tipe 18 artinya bahwa luas lantai rumah tersebut adalah 18 m2.
(Perum Perumas, 1990 : 24 -32).
“Rumah dapat pula berarti sebuah bangunan yang dapat menampung
banyak keluarga, seperti Rumah Adat Minangkabau, Rumah Adat Suku Dayak
dan sebagainya. Rumah Adat Minangkabau yang paling besar, dapat menampung
banyak keluarga dari satu suku dengan luas (14.00 m x 59.50 m) = 833.00 m2,
sedang terkecil seluas (10.00 m x 12.50 m) = 125.00 m2” (Laporan Kuliah Kerja
Lapangan Mahasiswa Arsitektur ITB, 1979 :46).
Rumah dalam perencanaan ini yang dimaksudkan adalah sebuah bangunan
rumah tinggal yang dihuni satu keluarga inti, yaitu terdiri sepasang suami-istri
dengan 1 (satu) sampai 3 (tiga) anak.
c. Rumah Sederhana
1) Batasan Rumah Sederhana
Batasan rumah sederhana yang dikeluarkan Perum Perumnas menekankan
pada penggunaan material bangunan dari pondasi sampai atap, sedangkan yang
dikeluarkan BTN membatasi luas lantai, luas lahan, sedangkan harga bangunan
tergantung dari ketersediaan dan kualitas bahan yang ada di masing-masing
daerah. Untuk harga lahan sangat tergantung letak lahan, infrastruktur yang
tersedia dan lain-lain. Batasan tersebut rumah sederhana antara lain:
Tabel 1 : Batasan Rumah Sederhana
NO KOMPONEN KETENTUAN KETERANGAN
35
1 Pondasi Pondasi dangkal, dengan bahan
batu kali, batu bata atau beton
2 Dinding Batu bata, papan kayu, papan
hibrida dsb
3 Pintu-jendela
Menggunakan kayu kelas kuat,
awet III, dimensi kosen minimal
6 cm x 12 cm
4 Atap
Konstruksi atap kayu/gunungan
dengan penutup atap seng
gelombang/genteng tanah.
Bangunan hanya
terdiri dari 1 (satu)
lantai
Sumber : (Perum Perumnas, 1990 : 45)
Sedangkan batasan rumah sederhana menurut Bank Tabungan Negara (BTN) adalah suatu rumah yang memenuhi
kriteria antara lain sebagai berikut (BTN, 1991 : 2) :
a) Luas bangunan rumah sederhana antara 12 m2 s/d 70 m2 dan harus
disesuaikan dengan sistem koordinasi moduler.
b) Luas tanah kapling yang digunakan untuk bangunan rumah sederhana
berkisar anatara 60 s/d 200 m2, kecuali Kapling Siap Bangun (KSB)
seluas 54 s/d 72 m2.
c) Harga tanah kapling yang digunakan untuk mendirikan bangunan rumah
sederhana maksimal sama dengan harga rumahnya.
2) Standar Minimal Panjang, Lebar dan Luas Ruang
Standar minimal panjang, lebar dan luas ruang dapat ditentukan berdasarkan :
a) Fungsi ruang,
b) Jumlah penghuni ruang,
c) Perabot yang diperlukan,
d) Peralatan yang digunakan, dan
e) Aksesibilitas ruang yang digunakan untuk pergerakan masuk – keluar dan
pergerakan melakukan kegiatan dalam ruang (antara 10 % - 30 % luas
total fungsional).
Dalam menentukan lebar dan luas ruang berdasarkan fungsi, pertama kali
mendasarkan pada bentuk dan sifat kegiatan yang akan ditampung dalam ruang.
Oleh karena sudah ada ketentuan minimal lebar, luas ruang, dan ketentuan luas
minimal bangunan perjiwa maka penentuan luas dan tinggi ruang Rumah
Sederhana Tumbuh (RST) tidak didasarkan patokan dan dasar hitungan atas
pertimbangan diatas melainkan langsung ditentukan luas dan tinggi masingmasing
fungsi ruang didasarkan tabel 2.
36
Tabel 2. Standar Lebar, Luas dan Tinggi Plafond Minimal
Rumah Sederhana :
Tinggi Plafond
NO.
Fungsi
Ruang
Lebar
Mini
mal
(m)
Pan
jang
(m)
Luas
Mini
mal
(m2)
Min.
(m)
Ratarata
(m)
1 Tidur
ñ Induk
ñ Anak
2,4
2,1
6,2
14,85
(total)
2,4
2,4
2,4
2,4
2 Duduk 2,4 3,0 7,20 2,4 2,7
3 Makan 2,4 3,0 7,20 2,4 2,7
4 Duduk & Makan 2,4 5,1 12,24 2,4 2,7
5 Dapur 1,5 1,8 2,70 2,4
6 Mandi 0,9 2,4 2,16 2,0
7 Kakus/wc 0,9 1,5 1,35 2,0
8 Mandi & Kakus
ñ Segi 4
ñ Memanjang
1,5
0,9
1,5
3,0
2,25
2,70
2,0
2,0
9 Gudang
(khusus T.70)
0,9 2,0 1,8 2,4
Sumber : ( BTN, 1991 : 42)
Batasan luas minimal kamar mandi (km) dan kakus (wc) pada tabel adalah
2.25 m2, sedangkan dari buku standar Spesifikasi Matra Ruang Rumah Tinggal,
dimensi minimal ruang untuk km/wc dapat lebih kecil yaitu = 1.20 m x 1.60 m =
1,92 m2 (LPMB. DPU, 1989 : 9).
Tabel 3. Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan
Rumah Sederhana Sehat
Luas (m2) untuk 3 jiwa Luas (m2) untuk 4 jiwa
Luas Lahan Luas Lahan
Standar
per jiwa (m2) Unit
Rmh Min Efektif Ideal
Unit
Rmh Min Efektif Ideal
Ambang batas
7,2
21,6
60
72 - 90
200
28,8
60
72 - 90
200
Indonesia
9,0
27,0
60
72 - 90
200
36,0
60
72 - 90
200
Internasional
12,0
36,0
60
--
--
48,0
60
--
--
Sumber : (Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, Anonim, : 6)
d. Tumbuh
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 968) “Tumbuh adalah timbul, hidup
atau berkembang tambah besar atau tambah sempurna.
37
Dalam konteks bangunan, rumah tumbuh adalah suatu bangunan dimana
luas lantainya bertambah baik bertambah secara horizontal maupun secara
vertikal. Oleh karena itu rumah tumbuh dapat di golongkan dalam 2 (dua) macam
pertumbuhan, yaitu :
1) Rumah tumbuh secara horizontal
Yaitu rumah dengan pembangunan bertahap, diawali dengan ruang
serbaguna dan km/wc, kemudian sesuai perkembangan kemampuan pemilik
pembangunan dilanjutakan dengan menambah 1 atau 2 ruang secara horizontal
seperti ruang tidur atau ruang lain yang menjadi prioritas kebutuhan. Demikian
seterusnya sampai batas sempurna (optimal luas lantai) dan sesuai dengan
kebutuhan ruang yang diperlukan keluarga.
2) Rumah tumbuh secara vertikal
Yaitu rumah dengan pembangunan bertahap, diawali dengan pembangunan
lantai satu dan kemudian sesuai perkembangan kemampuan pemilik, selanjutnya
dibangun lantai 2 (dua) untuk memenuhi kebutuhan ruang fungsional keluarga.
Biasanya rumah tinggal berlantai lebih dari satu sebagai upaya mensiasati
kebutuhan ruang banyak sementara luas lahan terbatas, bahkan di perkotaan selain
luas lahan terbatas, juga harga lahan per m2 sangat mahal. Sedang di di sebagian
wilayah Daerah Ibu Kota Jakarta rumah tingkat selain upaya mensiasati seperti
tersebut diatas juga bermanfaat untuk penyelamatan diri dari kebanjiran yang
datang setiap tahun di musin hujan.
Dalam penelitian ini rumah sederhana tumbuh dimaksudkan tumbuh
secara horizontal dengan batasan tertentu. Batasan luas lantai rumah sederhana
tumbuh adalah maksimal lebih kurang 70 m2, sedang luas lahan sesuai dengan
letak bangunan (pusat kota, pinggiran kota), harga per m2 masing-masing daerah
berbeda serta studi kemampuan konsumen sebagai khalayak sasaran.
e. Struktur Beton
1) Struktur
38
Menurut Edward G. Nawy (1990 : 60) “Setiap struktur merupakan
perpaduan antara arsitektur dan teknik (rekayasa) sehingga memenuhi fungsi
tertentu. Bentuk dan fungsi sangat erat kaitanya dan sistem struktur yang terbaik
adalah salah satu yang paling dapat memenuhi kebutuhan calon pemakai di
samping serviceable, menarik dan menghemat biaya dari segi ekonomi.”
Struktur adalah perpaduan antara beberapa komponen yang membentuk
suatu sistem yang bekerja bersamaan dalam suatu sistem struktur yang
menyeluruh. Secara garis besar komponen-komponen untuk bangunan yaitu sloof,
kolom, balok, dinding dan pondasi.
2) Beton
Beton merupakan bahan bangunan yang pada saat ini banyak dipakai di
Indonesia, selain bahan kayu dan baja. Mudah dikerjakan, dan biaya yang cukup
terjangkau merupakan suatu pertimbangan yang banyak digunakan untuk
memakai bahan ini.
Menurut pendapat Kardiyono Tjokrodimulyo (1996 : 1) : “Beton diperoleh
dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat (dan kadang –
kadang bahan tambah yang bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat,
sampai bahan buangan non-kimia)”.
Tata cara dalam perencanaan struktur beton menurut SK-SNI 03.XXX.2002
untuk komponen struktur beton pracetak yaitu :
1) Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan sambungannya
harus mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan
deformasi mulai dari saat pabrikasi awal, hingga selesainya pelaksanaan
struktur, termasuk pembongkaran cetakan, penyimpanan, pengangkutan
dan pemasangan.
2) Apabila komponen struktur pracetak dimasukkan ke dalam sistem
struktural, maka gaya-gaya dan deformasi yang terjadi di dan dekat
sambungan harus diperhitungkan di dalam perencanaan.
3) Toleransi untuk komponen struktur pracetak dan elemen
penghubungnya harus dicantumkan dalam spesifikasi. Perencanaan
komponen pracetak dan sambungan harus memperhitungkan pengaruh
toleransi tersebut.
4) Hal-hal berikut harus ada di dalam dokumen kontrak atau gambar kerja
struktur beton pracetak.
39
a) Detail penulangan, sisipan, dan alat-alat bantu pengangkatan yang
diperlukan untuk menahan beban-beban sementara yang timbul
selama proses penanganan, penyimpanan, pengangkutan, dan ereksi.
b) Kuat beton perlu pada umur yang ditetapkan, atau pada tahapantahapan
konstruksi.
Menurut SK-SNI 03.XXX.2002, beton bertulang yaitu “beton yang
ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum,
yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan
asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang
bekerja”
Struktur beton adalah perpaduan beberapa segmen utama bangunan yang
bekerja bersama dalam satu sistem konstruksi bangunan, dengan menggunakan
bahan dasar utama dari beton, dan bahan pendukung lainnya.
f. Pra Pabrikasi
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 957) Pra artinya “sebelum”,
dan (2002 : 915) pabrikasi artinya “pembuatan barang dengan standar tertentu
secara besar-besaran (dalam pabrik)”. Dalam konteks perencaaan rumah tumbuh
ini pra pabrikasi adalah suatu rencana yang dibuat untuk segmen-segmen
bangunan seperti sloof, kolom, balok, dan dinding sebelum dibuat secara besar /
banyak
Menurut Muhammad Sany Roychansyah dalam tulisannya di
BeritaIptek.com/tgl 18 November 2006 :
“Rumah Pra Pabrikasi adalah rumah yang kontruksi pembangunannya cepat
karena menggunakan modul hasil pabrikasi industri (pabrik). Komponenkomponennya
dibuat dan sebagian dipasang oleh pabrik (off site). Setelah
semuanya siap, kemudian diangkut ke lokasi, disusun kembali dengan cepat,
sehingga tinggal melengkapi utilitas (utility) serta pengerjaan akhir (finishing).”
Dengan demikian, beberapa manfaat seperti waktu konstruksi yang cepat,
lingkungan pembangunan yang lebih bersih, dan biaya yang lebih murah, dapat
diraih. Sedangkan kendala pra-pabrikasi komponen bangunan rumah adalah
keterbatasan keleluasaaan pengembangan desain. Namun ini tidak mengurangi
minat pasar untuk terus menggunakannya.
40
Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto (1992 : 11), mengemukakan “tujuan
dilakukan pabrikasi ini adalah untuk menghemat pengeluaran biaya pembangunan
rumah dan gedung, baik dalam hal penggunaan bahan bangunan maupun waktu
pemasangan dan penggunaan tenaga kerja”.
Segmen-segmen seperti sloof, kolom, dan balok merupakan suatu rangkaian
dari rangka bangunan. Rangka beton pracetak sangat cocok untuk digunakan pada
bangunan satu lantai dan diterapkan pada bangunan rendah.
R. Chudley (1988 : 300) mengemukakan keuntungan dan kerugian dari
rangka beton yang diproduksi secara pabrikasi , yaitu:
Keuntungan :
1) Rangka beton diproduksi dibawah pengawasan / kontrol pabrik sehingga
dihasilkan produk seragam dan dua hal yang diutamakan yaitu kualitas dan
ketelitiannya (akurasi).
2) Pembuatan secara massal atau dicetak secara berulang-ulang bisa
menurunkan harga atau ongkos pembuatan.
3) Karena pembuatan dilakukan di suatu lokasi pekerjaan tertentu, maka tidak
mengganggu pada ruang kerja pada lokasi pekerjaan.
4) Rangka dapat dipasang dalam keadaan cuaca dingin dan secara umum dapat
dilakukan oleh tenaga setengah ahli.
Kerugian :
1) Walaupun suatu rangka tersedia dalam bebagai jumlah dan ukuran,
kekurangan dari sistem ini adalah fleksibelitas rancangan dari tempat
pembuatan rancangan rangka.
2) Perencanaan lokasi pekerjaan dibatasi oleh pengiriman dari pabrik,
perencanaan pembongkaran, dan kebutuhan yang tersedia.
3) Pengangkutan dari pabrik dengan tipe dan ukuran yang tidak sesuai dengan
persyaratan normal yang mungkin dibutuhkan oleh suatu metode konstruksi
tradisional.
2. Tinjauan Fungsi Ruang dan Sifat Kegiatan
a. Tinjauan Fungsi Ruang
1) Teras. Mengingat fungsi teras sebagai sarana berkomunikasi dengan
publik maka teras menjadi komponen penting yang perlu untuk dilengkapi
atau disediakan. Teras juga berfungsi sebagai zona antara atau zona
transisi antara ruang dalam (bangunan) dan ruang luar (halaman).
2) Ruang tamu. Fungsi ruang tamu adalah sebagai tempat untuk menerima
tamu. Ruang tamu dapat digunakan untuk kegiatan lain menurut kebiasaan
41
pemilik rumah, misalnya untuk mengadakan perjamuan dirumah, dan
sebagainya.
3) Ruang Makan. Fungsi pokok ruang makan adalah tempat makan pemilik
rumah yang digunakan secara rutin setiap hari. Bentuk dan ukuran ruang
makan sedapat mungkin direncanakan dapat menampung minimal jumlah
anggota keluarga.
4) Ruang keluarga/ruang rekreasi, berfungsi sebagai ruang santai keluarga
misalnya untuk nonton TV, mendengarkan musik, dan lain-lain.
5) Ruang belajar/ruang kerja. Ruang belajar dan ruang kerja dapat dipisahkan
dan fungsinya sebagai tempat membaca, menulis dan sejenisnya. Dalam
kaitan fungsinya sebagai tempat belajar dan bekerja maka perlu untuk
ditempatkan ditempat yang tenang.
6) Ruang tidur adalah tempat untuk beristirahat penuh (tidur). Maka ruang
tidur harus bebas dari gangguan suara-suara bising, udara panas, lembab,
agar menjadi tempat istirahat yang sebaik-baiknya. Usaha untuk
menghindari gangguan-gangguan tersebut dapat dengan cara penempatan
ruang tidur pada area tenang.
7) Kamar mandi. Kamar mandi diletakkan didekat kamar tidur, karena mandi
merupakan kegiatan pribadi yang rutin setelah tidur atau setelah pulang
kerja. Mengingat sifat kamar mandi yang selalu basah, udara lembab dan
dapat menimbulkan bau yang kurang sedap, maka kamar mandi harus
memiliki ventilasi untuk mengeluarkan udara tidak sedap dan
memasukkan udara segar dan penerangan yang cukup
8) Ruang dapur. Fungsi pokok dapur adalah sebagai tempat kerja untuk
mempersiapkan makanan dan minuman, seperti memasak yang
membutuhkan penerangan dan menimbulkan asap, bau-bauan serta
biasanya termasuk kegiatan cuci-mencuci atau basah, maka dapur
hendaknya memiliki ventilasi untuk mengeluarkan bau-bauan,
memasukkan udara segar dan penerangan yang cukup. Mengingat
makanan dan minuman berhubungan erat dengan faktor kesehatan maka
dapur harus selalu bersih dan rapi.
42
9) Ruang penyimpanan (gudang). Ruang penyimpanan dapat direncanakan
pada setiap ruangan yang memerlukan dalam bentuk ruang atau lemari
penyimpanan. Dengan demikian barang-barang yang disimpan
berhubungan dengan kebutuhan / perlengkapan ruang yang bersangkutan
sehingga sewaktu-waktu dapat dengan mudah mencarinya.
10) Garasi, berfungsi sebagai tempat penyimpanan kendaraan bermotor,
konsekuensi dari hal tersebut suhu di dalam garasi panas dan kotor
(mengandung gas yang kurang baik untuk kesehatan). Mengingat sifat
tersebut maka garasi harus diletakkan berjauhan dengan ruang tidur,
sehingga udara panas dan kotor dan suara bising yang terdapat digarasi
tidak mengganggu kenyamanan dan kesehatan ruang tidur yang berfungsi
sebagai tempat beristirahat.
b. Tinjauan Sifat Kegiatan
Setelah kita mengetahui fungsi-fungsi masing-masing ruangan maka dapat
dikelompokkan ruangan-ruang tersebut berdasarkan sifat kegiatan yang dilakukan
di ruangan tersebut, yaitu :
1) Ruang publik
Ruang publik atau ruang umum seperti jalan lingkungan dan fasilitas
bersama lingkungan perumahan seperti fasilitas bermain, taman lingkungan atau
ruang terbuka hijau, dan sebagainya.
2). Ruang semi publik
Yaitu ruang transisi antara ruang umum dengan ruang privat seperti teras
rumah tinggal. Ruang ini menampung kegiatan yang bersifat semi umum karena
sudah masuk ke dalam pekarangan milik penghuni rumah, tetapi masih bisa
dilihat oleh banyak orang, dan juga digunakan sebagai sarana untuk sosialisasi
dengan orang sekitar.
2) Ruang semi privat
Ruang semi privat yaitu ruang antara atau transisi antara ruang semi umum
dengan ruang privat, serta ruang tamu, ruang makan dan ruang keluarga. Ruang
tamu yang tadinya digunakan untuk menerima tamu, maka masih berhubungan
43
dengan banyak orang, begitu juga dengan ruang keluarga tempat berkumpulnya
keluarga dan sanak kerabat yang berkunjung. Kegiatan yang terjadi diruang
makan juga sifatnya semi privat (masih melibatkan banyak orang). Ruang semi
privat menampung kegiatan yang sifatnya mengarah ke privat.
3) Ruang privat
Ruang privat ini yaitu ruang kamar tidur, dan kamar mandi/WC. Karena
dalam kamar tidur kita menggunakan kegiatan yang bersifat personal/pribadi, dan
secara kegaiatn pasangan suami dan istri. Sedangkan kamar mandi/WC kegiatan
yang dilakukan disini bersifat pribadi. Artinya kegiatan yang dilakukan diruangan
ini menuntut privasi tinggi.
4) Ruang layanan
Ruang layanan yaitu ruang dapur, tempat mencuci garasi, dan gudang yang
mana kegiatan-kegiatan yang terjadi di tempat-tempat itu sifatnya untuk melayani
penghuni rumah, misalnya masak, mencuci, penyimpanan barang, penyimpanan
kendaraan, dan lain sebagainya.
3. Kesehatan dan Kenyamanan
Syarat yang penting untuk kesehatan dan kenyamanan adalah
mempertahankan keseimbangan panas (thermal) antara tubuh dengan lingkungan.
Ini mencakup pemeliharaan perubahan suhu tubuh sekecil mungkin meskipun
terjadi perubahan suhu yang besar pada lingkungan sekitarnya (luar).
Tercapainya keseimbangan panas, tergantung pada beberapa faktor:
a. Faktor perorangan: aktifitas yang dilakukan dan pakaian yang dikenakan.
b. Faktor-faktor lingkungan: radiasi matahari (pencahayaan), aliran udara
(penghawaan), suhu dan kelembaban udara.
c. Berat badan.
Dalam kajian ini faktor perorangan dan berat badan tidak akan menjadi
dasar perencanaan, yang akan menjadi pertimbangan faktor-faktor lingkungan,
yaitu mengenai pencahayaan, penghawaan, suhu dan kelembaban udara.
44
a. Pencahayaan.
Pencahayaan dalam ruang dibutuhkan untuk memberikan penerangan atau
pencahayaan yang dibutuhkan sesuai dengan tuntutan kegiatan yang berlangsung
dalam ruang tersebut. Penerangan dalam ruang dapat diperoleh dari:
1) Penerangan alami
Untuk dapat menghemat energi secara optimal, maka suatu bangunan pada
siang hari dengan cuaca cerah tidak berawan seyogyanya memanfaatkan secara
optimal sinar matahari yang ada. Penerangan alami siang hari yang sampai pada
suatu titik di dalam bangunan terdiri dari cahaya yang datang langsung dari langit,
ditambah cahaya yang datang pada titik itu setelah mengalami refleksi dari
permukaan di luar dan didalam bangunan.
Cahaya langsung matahari dan refleksinya dapat juga sampai pada titik
tersebut, akan tetapi sebaiknya cahaya matahari langsung dihindari masuk ke
dalam ruangan karena dapat menimbulkan penyilauan dan pemanasan ruangan.
Kecuali pada pagi hari, cahaya matahari langsung sering dikehendaki masuk ke
dalam ruangan untuk tujuan kesehatan.
Faktor pengaruh terhadap kondisi ini adalah bagian-bagian bangunan dan
sifat-sifat fisis bangunan seperti:
a) Ukuran dan posisi lubang cahaya;
b) Lebar teritis;
c) Faktor refleksi permukaan dalam dan luar bangunan; dan
d) Jarak antar bangunan.
Cahaya efektif dapat diperoleh dari pukul + 06.30 sampai dengan + 17.00
sore, sebagai patokan kasar lubang dinding untuk pencahayaan minimum 10 %
dari luas lantai.
2) Penerangan buatan
Penerangan buatan adalah penerangan ruang yang umumya menggunakan
energi listrik. Kualitas pencahayaan yang dibutuhkan dalam ruangan ditentukan :
a) Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan mata;
45
b) Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan mata;
c) Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusanm jenis pekerjaan.
Kebutuhan cahaya setiap orang berbeda-beda tergantung pada :
a) Usia
b) Ukuran obyek yang dilihat
c) Tingkat ketelitian / kesulitan pekerjaan yang dilakukan
Jadi cahaya yang datang dari sumber cahaya akan digunakan untuk tiga hal
yaitu kerja, membaca, dan estetika. Hubungan dari tingkat pencahayaan dan usia
dari yang membutuhkan cahaya dapat digambarkan dalam grafik dibawah ini :
Gambar 1. Grafik Hubungan Tingkat Pencahayaan dan Umur Manusia
Sumber : (Bambang Tri dan Richard Tamon, 2007 : 35)
Tingkat pencahayaan ditentukan dari umur. Orang yang berumur 60 tahun
membutuhkan 15 x lebih banyak cahaya dibanding anak 10 tahun.
Titovianto (Direktorat Energi Baru dan Terbarukan) menyatakan “setiap
ruang mempunyai tingkat pencahayaan atau iluminasi yang standar yang
dirasakan nyaman dan sesuai kebutuhan”. Hal ini ditunjukkan dalam daftar
berikut ini :
46
Tabel 4. Tingkat Pencahayaan Rata-rata Pada Ruang
Fungsi Ruang Tingkat Pencahayaan (Lux)
Teras 60
Ruang tamu 120-250
Ruang makan 120-250
Ruang kerja 120-250
Ruang tidur 120-250
Kamar mandi 250
Dapur 250
Garasi 60
Sumber : (SNI 03-6197-2000)
Tingkat pencahayaan atau iluminasi adalah fluks luminus yang datang pada
permukaan atau hasil bagi antara fluks cahaya dengan luas permukaan yang
disinari, dinyatakan dengan Lux.
b. Penghawaan.
Penghawaan dalam bangunan diperoleh melalui ventilasi. Ventilasi adalah
pertukaran udara secara bebas dalam ruangan atau dapat pula diartikan sebagai
lubang tempat udara dapat keluar masuk secara bebas.
Fungsi ventilasi bangunan adalah:
1) Ventilasi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan, meliputi penyediaan
oxigen (O2) untuk pernafasan, pencegahan konsentrasi tinggi gas CO2,
asap dan gas-gas lain yang berbahaya, pencegahan konsentrasi bakteribakteri
dan peniadaan bau.
2) Ventilasi untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermis, meliputi
pemindahan panas keluar ruangan, membantu penguapan dan
pendinginan sekitar bangunan.
Ventilasi untuk kebutuhan kesehatan tidak tergantung keadaan cuaca,
sedangkan ventilasi untuk memenuhi kenyaman thermis sangat tergantung pada
keadaan cuaca. Hal ini akan mempengaruhi perencanaan lubang ventilasi yang
bukaannya dapat diatur sesuai dengan kondisi di luar bangunan.
Menurut R.M. Soegyanto, (1981: 246) :
Kebutuhan ventilasi untuk kesehatan dipengaruhi volume ruangan perpenghuni,
demikian juga umur penghuni dimana anak-anak memerlukan lebih
47
banyak udara segar dari pada orang dewasa. Makin padat penghuni suatu
ruangan makin banyak pula kebutuhan udara segar. Untuk penghuni normal,
kebutuhan udara segar untuk kesehatan adalah antara 17 sampai 26 m3 perjam
perorang”. Sedangkan patokan kasar lubang ventilasi untuk penghawaan
minimal 5 % dari luas lantai.
c. Suhu dan kelembaban udara.
Dr. Ing. Georg Lippsmeier. (1994) “Rumah dinyatakan sehat dan nyaman,
apabila suhu dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia
normal. Suhu udara yang nikmat untuk tubuh manusia berkisar 70oF/21oC sedang
kelembaban udara yang nikmat untuk tubuh manusia sekitar 40 – 70 %”
Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang sangat dipengaruhi penghawaan
dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan mengakibatkan
ruang terasa pengab atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi
dalam ruang.
4. Utilitas Bangunan Rumah Tinggal
a. Air bersih
Tujuan terpenting dalam sistem penyediaan air adalah menyediakan air
bersih. Penyediaan air minum dengan kualitas yang tetap baik merupakan prioritas
utama. Menurut Soufyan, MN dan Takeo, M (1984 : 49) “pemakaian rata-rata per
orang setiap hari untuk sebuah rumah biasa adalah 160 l – 250 l dengan jangka
waktu pemakaian antara 8 – 10 jam dan perbandingan luas lantai efektif/total
50%-53%.
Sistem air bersih menggunakan sistem sambungan langsung. Dalam sistem
ini pipa distribusi dalam rumah disambung langsung dengan pipa utama
penyediaan air bersih (misalnya pipa utama dibawah jalan dari perusahaan
penyedia air minum). Sebagai contoh dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :
48
Gambar 2. Sistem Sambungan Langsung
Sumber (Soufyan, MN dan Takeo, M, 1984 : 33)
b. Air kotor
Menurut Soufyan, MN dan Takeo, M. (1984 : 169) “Air buangan, atau
sering pula disebut air limbah adalah semua cairan yang dibuang baik yang
mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan, maupun yang
mengandung sisa proses dari industri”.
Soufyan, MN dan Takeo, M. (1984 : 169) membagi air buangan menjadi
empat golongan yaitu :
1) Air kotor : air bungan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet, dan air
buangan mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat plambing
lainnya.
2) Air bekas : air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya seperti
bak mandi (bath tub), bak cuci tangan, bak dapur dan sebagainya.
3) Air hujan : dari atap, halaman dan sebagainya.
4) Air buangan khusus : yang mengandung gas, racun, atau bahan-bahan
berbahaya seperti berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat
pengobatan, tempat pemeriksaan di rumah sakit, rumah pemotongan hewan,
air buangan yang bersifat radioaktif atau mengandung bahan radioaktif yang
dibuat dari Pusat Listrik Tenaga Nuklir atau laboratorium penelitian atau
pengobatan yang menggunakan bahan radioaktif. Air buangan yang
mengandung banyak lemak yang berasal dari restoran, akhir-akhir ini
menjadi masalah dan dimasukkan dalam kelompok ini karena banyak
mengandung heksan.
49
Soufyan, MN dan Takeo, M.(1984 : 171) mengemukakan Sistem
pembuangan air kotor yang digunakan secara umum ada dua yaitu sistem
campuran dan sistem terpisah.
1) Sistem campuran, yaitu sistem pembuangan dimana air kotor dan air bekas
dikumpulkan dan dialirkan ke dalam satu saluran.
2) Sistem terpisah yaitu sistem pembuangan dimana air kotor dan air bekas
masing-masing dikumpulkan dan dialirkan secara terpisah. Untuk daerah
dimana tidak tersedia riol umum yang dapat menampung air bekas maupun
air kotor, maka sistem pembuangan air kotor akan disambungkan ke
instalasi pengolahan air kotor terlebih dahulu.
c. Elektrikal (Intalasi listrik)
Pada sistem instalasi listrik tidak jauh berbeda dengan sistem pada rumah
umumnya. Hal yang diutamakan dalam perencanaan instalasi listrik adalah
pemenuhan kebutuhan penerangan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan pada
ruang tersebut serta pada waktu malam hari dan tersedianya tenaga listrik untuk
menunjang kegiatan yang dilakukan di rumah RST. Kegiatan yang memerlukan
tenaga listrik misalnya menyetrika, memompa air, mencuci (dengan mesin cuci),
menonton televisi, belajar dan lain sebagainya.
Menurut Mista (2006: 97), dalam pemasangan komponen listrik seperti stop
kontak, kabel, titik lampu dan saklar pada rumah tinggal umumnya yaitu :
Penentuan letak dimulai dari atas lantai. Umumnya instalatir ada yang
memasangnya dengan ketinggian 30-50 cm dari lantai. Hal tersebut
dilakukan agar kabel peralatan eletkronik tidak terlihat menggantung pada
dinding. Kabel yang menggantung dapat mengurangi keindahan. Akan
tetapi ada juga pemilik rumah yang menghendaki letaknya 100-150 cm dari
lantai agar tidak mudah digapai anak-anak.
Mista (2006: 99), menguraikan juga mengenai pemasangan dan penempatan
peralatan-peralatan elektrikal yang lainnya, yaitu :
Setelah dinding dibobok dan pipa PVC selesai dipasang, mulailah kabelkabel
dimasukkan. Pasang semua kabel pada jalur utama dari ujung pipa
pertama sampai ujung pipa yang paling akhir. Untuk pemasangan sakelar
tunggal, masukkan dua buah kabel merah/positif (+) ke dalam pipa. Untuk
pemasangan sakelar ganda, masukkan tiga buah kabel merah/positif (+) ke
dalam pipa. Untuk pemasangan stop kontak, masukkan sekaligus kabel tiga
50
warna (+/-/0) ke dalam pipa. Untuk pemasangan kabel arde/ground atau nol
(0), terlebih dahulu tanamkan pipa besi ke dalam tanah sedalam-dalamnya.
Bila memungkinkan sampai bertemu dengan air. Pipa besi yang ada di
permukaan tanah dihubungkan dengan kabel arde. Setelah itu, amankan
permukaannya dengan bahan plastik lalu dicor dengan adukan semen-pasir.
Pemasangan kabel meter dari PLN dilakukan oleh petugas PLN.
Untuk lebih jelasnya mengenai uraian diatas dapat dilihat pada gambar
dibawah ini :
Gambar 3. Jalur Kabel Utama
Sumber (Mista, 2006 : 99)
Gambar 4. Sistem Pemasangan Saklar Tunggal
Sumber (Mista, 2006 : 100)
51
Gambar 5. Sistem Pemasangan Saklar Ganda
Sumber (Mista, 2006 : 100)
Gambar 6. Sistem Pemasangan Stop Kontak
Sumber (Mista, 2006 : 101)
Gambar 7. Sistem Pemasangan Fitting
Sumber (Mista, 2006 : 101)
52
Gambar 8. Sistem Pemasangan Kabel Arde
Sumber (Mista, 2006 : 102)
Gambar 9. Sistem Pemasangan Kabel Rumah Sekring Ke Meter PLN
Sumber (Mista, 2006 : 102)
53
B. Hasil Pengembangan Rumah Sederhana Tumbuh yang Relevan
1. Pembangunan Rumah dengan Sistem RISHA.
Dalam Publikasi rubrik Properti di Kompas Cyber Media (KCM) Jum’at 28
Januari 2005 :
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman di Cileunyi, Bandung.
Telah mengembangkan sebuah konsep dasar pembangunan rumah
sederhana dengan sistem Risha adalah ringan, dapat dengan cepat dibangun,
bisa dibongkar pasang, dan komponennya dapat diproduksi oleh usaha kecil
menengah. Sistem ini juga bisa menurunkan biaya konstruksi, khususnya
untuk rumah sederhana. Pada acara peluncuran teknologi pembangunan
rumah dengan sistem Risha di Cileunyi tanggal 20 Desember 2004, biaya
untuk membangun rumah sederhana dengan sistem ini hanya Rp 500.000
per meter persegi.
Dengan begitu, kalau masyarakat berpenghasilan rendah ingin membangun
rumah sederhana tipe 21 dengan menggunakan sistem Risha, mereka cukup
mengeluarkan dana sebesar Rp 10,5 juta (untuk daerah Bandung dan
sekitarnya). Rumah ini juga bisa dibangun secara horizontal maupun
vertikal.
Risha terdiri atas tiga komponen utama, yakni komponen struktural, pengisi,
dan komponen utilitas. Bagi masyarakat yang ingin mengubah penampilan
rumahnya setiap tahun, Risha juga dapat direkayasa ulang karena dapat
dibongkar pasang tanpa harus membuang material yang telah digunakan dan
dapat dimanfaatkan kembali untuk rancangan atau desain lain yang
diinginkan.
Selain itu, dalam pengerjaannya, sistem Risha juga tidak memerlukan
waktu lama dan hanya membutuhkan sedikit tenaga. "Itu sebabnya moto
dalam pembangunan Risha adalah pagi pesan, sore huni," . Jika kita
memesan satu unit Risha pagi hari, maka hanya dalam waktu lebih kurang
delapan jam, rumah sudah akan berdiri dan siap dihuni sore harinya.
Berbagai komponen yang digunakan juga tergolong ringan dan dapat
dikerjakan oleh tiga orang saja. Yang bisa merakit komponen Risha bisa
pengusaha usaha kecil menengah (UKM) maupun pengembang yang akan
membangun RSH. Komponen yang digunakan dalam sistem Risha relatif
ringan. Komponen struktural Panel 1 berukuran 1,20 x 30 sentimeter dan
memiliki berat kurang dari 50 kilogram.
Komponen tersebut ringan dan dapat diproduksi oleh masyarakat dalam
bentuk industri rumah dan UKM. Adapun untuk menghubungkan satu
komponen dengan yang lainnya digunakan baut (join kering). Untuk
komponen struktur memakai beton bertulang yang dicetak di atas cetakan
baja. "Pembuatan cetak baja relatif mudah dengan menggunakan baja profil
kanal 10.
54
Seluruh komponen utama Risha terdiri atas tiga komponen struktur, tiga
komponen partisi, dan tiga komponen kuda-kuda dengan pondasi dan sloof
yang dipabrikasi. Rangka struktur terdiri atas tiga komponen, yaitu dua
panel struktur dan satu simpul, sedangkan konstruksinya dibuat dari beton
bertulang dengan tulangan utama diameter 8 milimeter dan sengkang
diameter 6 milimeter.
Demikian pula simpul, terbuat dari beton bertulang yang diperkuat oleh
pelat baja pada bagian sambungannya, sedangkan panel dengan panel atau
panel dengan simpul dihubungkan dengan baut berdiameter 12 sentimeter
yang diberi ring. Rangka struktur ini mampu menanggung beban rumah
Risha dengan dua lantai.
Rumah instan Risha dapat didirikan di atas lahan mana pun. Namun, pada
kondisi khusus seperti tanah lunak, pondasi harus disesuaikan dengan
keadaan tanah tersebut. Sedangkan dari segi kekuatan terhadap getaran,
rumah ini telah diuji dengan alat uji gempa. "Sejauh ini Risha dapat
dibangun pada daerah gempa sampai dengan zonasi enam.
Uji gempa juga dilakukan pada rumah sistem Risha dengan dua lantai di
Puslitbang Permukiman di Cileunyi. Selain melakukan pengujian terhadap
gempa, Risha juga sudah memenuhi ketentuan tentang sebuah rumah yang
sehat sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002. Standar kesehatan sebuah
rumah antara lain harus memiliki sanitasi yang sehat dan ventilasi yang
mencukupi.
Gambar 10. Komponen Bangunan RISHA
Sumber (Arief Sabaruddin.2006 hal : 27)
55
2. Konsep Smart Modula
Dalam Publikasi rubrik Properti di Kompas Cyber Media (KCM) Jum’at 09
Juni 2006 :
Konsep rumah yang "diolah" ATMI lebih merupakan pengembangan rumah
tradisional nenek moyang kita. Rumah tradisional itu tidak memiliki
pondasi, tetapi didirikan di atas umpak. Dinding juga tidak menahan beban,
sedangkan yang menahan beban adalah struktur kolom dan pilar. Dari
konsep inilah lahir konstruksi Smart Modula yang mampu menahan
goncangan gempa hingga 8,3 skala Richter (gempa Nias).
Kekuatan utama diletakkan pada struktur kolom dan pilar baja. Kolom dan
pilar baja itu diikat dengan sistem ikatan baut yang masih memungkinkan
gerakan terkontrol sehingga gaya tekanan horizontal maupun vertikal bisa
diredam secara signifikan.
ATMI mencoba mengembangkan rumah rakyat yang sederhana, rapi, dan
tidak mahal. Rumah bisa rapi dan tidak mahal kalau sebagian besar sudah
disiapkan di pabrik. Istilahnya, bahan bangunan prefabrication, semua
dibuat presisi, sehingga mengurangi pembengkakan biaya. Konsep yang
kita pakai adalah rumah tumbuh untuk keluarga miskin. Kalau ada rezeki,
mereka bisa mengembangkan, entah ke samping kiri-kanan, atau ke
belakang, atau bahkan ke atas.
Bangunan yang disiapkan ATMI terdiri atas rumah untuk penduduk,
kompleks sekolah, poliklinik, unit sanitasi, stasiun radio, mushala,
perkantoran, dan sebagainya. Memang, rumah yang dikembangkan ATMI
adalah rumah kecil tipe 36 yang dinamakan "Rumah Smart Modula".
Rumah ini juga dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat
mendapatkan rumah dalam waktu cepat.
Perakitan dan penyelesaian rumah paling lama hanya membutuhkan waktu
satu minggu. Pembangunannya pun tidak membutuhkan tenaga ahli. Dengan
Gambar 11. Rumah Pra Pabrikasi RISHA
Sumber (Pikiran Rakyat 24 Maret 2006)
56
pelatihan sederhana, orang biasa juga mampu membangun rumah Smart
Modula.
Konsep dasar rumah Smart Modula adalah rumah prefabrication. Seluruh
komponen dasar rumah dibuat di pabrik sehingga mutu tinggi dan ketepatan
ukuran bisa dijamin. Kekuatan struktur rumah ini sudah diuji, dan tahan
terhadap angin kencang serta gempa bumi hingga 8,3 skala Richter.
Desain rumah Smart Modula pun dengan mudah dapat diubah sesuai selera
pemakai. Bahkan, rumah dapat dimodifikasi menjadi tempat pertemuan,
sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya. Berbagai bagian rumah, seperti
pintu, jendela, genting, dan lantai dapat dipilih sesuai keinginan penghuni.
Yang tak kalah penting, rumah Smart Modula yang sudah didirikan dapat
dengan mudah dipindah ke tempat lain dalam waktu singkat.
Berapa harga rumah Smart Modula? Untuk rumah standar, harganya Rp 1,5
juta per meter persegi terpasang. Dengan demikian, harga satu rumah Smart
Modula tipe 36 adalah Rp 54 juta. Dan saat ini, pihak ATMI sudah memiliki
stok 50 rumah siap pasang, dan diperkirakan dua pekan lagi bisa ditambah
50 unit lagi. Untuk rumah tingkat, dengan metode yang sama. Hanya saja,
harganya berbeda, yaitu antara Rp 1,6 juta sampai Rp 1,7 juta per meter
persegi terpasang. dikarenakan kolom yang dipakai juga berbeda. Produk ini
sudah mendapat sertifikat internasional.
Gambar 12 : Tampak Depan Rumah Sederhana Tumbuh ATMI
57
3. Pelaksanaan Penyambungan/Pemasangan Rumah Pabrikasi
a. Bentuk sambungan/joint
a. RISHA (Simpul dengan mur dan baut)
Bentuk simpul dari RISHA dibawah ini berfungsi sebagai penghubung antar
panel pada hubungan sloof dan kolom, kolom dan balok, balok dan kuda-kuda
atau berfungsi sebagai pondasi.
Gambar 14. Bentuk Simpul Pertemuan Antar Sudut dari RISHA
Ikatan antara
komponen kolom
dengan balok
menggunakan
mur – baut.
Jaringan kabel
listrik kelihatan,
mengurangi
keindahan dan
keberishan ruang
Gambar 13. Ikatan / Simpul Antar Segmen
58
Seluruh komponen RISHA dihubungkan dengan penggunaan baut dan pelat.
Jenis baut yang digunakan adalah baut galvanis dengan berbagai ukuran. Untuk
sistem sambungan struktural digunakan baut berdiameter 14 mm. Sementara itu
sambungan antara panel struktur dengan panel pengisi (arsitektural) menggunakan
baut berdiameter 12 mm, sedangkan antara panel arsitektural menggunakan baut
berdiameter 10 mm. Komponen-komponen yang tidak dapat dihubungkan
langsung oleh baut bisa menggunakan sistem kancing. Sistem kancing tersebut
menggunakan pelat baja dengan tebal minimal 3 mm.
b. Bakrie Building Industries (Tounge and Groove)
Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini yaitu berupa dinding panel beton
moduler. Dinding panel beton ini menggunakan sistem sambungan “jantan” dan
“betina” atau tounge and groove, yang membuatnya mudah disambung dalam
berbagai bentuk pertemuan. Antara dinding dengan dinding, dinding dengan
lantai, maupun dinding dengan ring balk (balok atas). Bisa juga digunakan
sebagai partisi, baik untuk bangunan satu lantai, maupun bangunan bertingkat
tinggi.
Panel tersebut disambung dengan mortar perekat beton serta fibermesh tape
agar secara struktural lebih kuat. Kemudian di kedua sisi permukaan dindingnya
diberi acian setebal kira-kira 3 mm. Untuk joint pada lantai beton dan kolom
struktur, digunakan stek besi selain mortar perekat beton.
Gambar 15. Bentuk Sambungan “Jantan” dan “Betina”
59
b. Cara Pemasangan Rumah Pabrikasi
Secara umum untuk kegiatan pemasangan segmen dapat dilihat pada
gambar dibawah ini :
Gambar 16. Tipikal Aktivitas Dilokasi Pemasangan
Sumber : ( R. Chudley, 1988 : 300)
Mengingat segmen-segmen sloof, pondasi, kolom, dan dinding merupakan
suatu rangka yang terangkai dalam suatu struktur, maka diperlukan suatu
hubungan (koneksi) yang bisa menghubungkan dari masing-masing segmen
tersebut sehingga bisa berdiri dengan kokoh dan kuat.
1) Hubungan Pondasi dan Kolom
Menurut R. Chudley (1988 : 301) mengenai hubungan pondasi dan kolom,
yaitu :
“Metode yang lebih baik dalam menghubungkan pondasi dengan kolom
yaitu dengan menempatkan kolom dalam sebuah kotak pembalut dalam blok
pondasi beton bertulang yang sesuai untuk beban ringan sampai sedang.
Dimana beban-beban kolom yang berat berhadapan dengan pondasi beton
bertulang tersebut, dan mungkin diperlukan sebuah pelat penyangga untuk
bantalan pondasi beton bertulang dengan baut penekan ke bawah”.
60
Gambar 17. Detail Perletakan Kolom dalam Pondasi
Sumber : (R. Chudley, 1988 : 301)
2) Hubungan antar kolom
Menurut R. Chudley (1988 : 302) mengenai hubungan antar kolom, yaitu :
Kolom biasanya dicetak dalam suatu bentang dan bisa memanjang ke atas
sampai 4 lantai tingginya. Salah satu beton bertulang dengan tulangan penguat
atau beton prategang yang serasi dalam kondisi pembebannya. Jika hubungan
antar kolom telah memenuhi syarat kolom biasanya dibuat lantai tingkat ke
atas dengan hubungan balok dan kolom disusun dari pasak penghubung yang
sederhana sampai dengan yang kompleks termasuk beton pengisi”.
61
Gambar 18. Detail Perletakan Sambungan antar kolom
Sumber : (R. Chudley, 1988 : 302)
3) Hubungan Balok dengan Kolom
Menurut R. Chudley (1988 : 303) Seperti pada hubungan antar kolom tujuan
utama adalah untuk menyediakan /menghasilkan struktur yang berkelanjutan pada
tiap pertemuan. Ini biasanya berhasil dengan menggunakan satu atau dua metode
utama yaitu:
a) Memproyeksikan daerah sekitar pinggang sekitar kolom dengan sebuah
proyeksi dowel atau penahan yang melintang untuk lokasi penempatan
dan pengokohan.
62
b) Bahan-bahan perlengkapan baja yang biasanya dalam bentuk corbel
penulangan yang siku, dari kolom menyediakan palang dari pelat baja
untuk perletakan akhiran dari kolom
Gambar 19. Detail Perletakan Kolom dengan Balok
Sumber : (R. Chudley, 1988 : 303)
4) Hubungan Dinding (Panel) dengan Bagian Lainnya
Menurut Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto (1992 : 13) Penyambungan
dan pertemuan antar panel dilakukan sebagai berikut, yaitu :
a) Penyambungan panel arah horizontal maupun vertikal, dipilih bidang
permukaan antar panel yang mempunyai kehalusan sama dan dilakukan
secara rapat, lihat gambar 20;
63
Gambar 20. Detail Penyambungan Panel Arah Horizontal
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 13)
b) Pada arah horizontal, setiap maksimum 4 panel diberi kolom praktis, lihat
gambar 21;
Gambar 21. Perletakan Kolom Praktis Arah Horizontal
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 14)
64
c) Penyambungan panel arah vertikal menggunakan balok lantai seperti pada
gambar 22, atau menggunakan epoxy dan atau pelat baja seperti gambar
23 dan 24 bila dibuktikan bahwa dinding panel secara keseluruhan cukup
kuat;
Gambar 22. Perletakan Kolom Praktis Arah Vertikal
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 14)
Gambar 23. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Epoxy
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)
65
Gambar 24. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Pelat Baja
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)
d) Pertemuan antar panel harus menggunakan kolom praktis, lihat gambar
25, 26, dan 27.
Gambar 25. Pertemuan Siku
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)
66
Gambar 26. Pertemuan Pertigaan
Sumber : (Jurnal Penelitian Pemukiman, Dudung Kusmara dan Suhari
Mulyanto, 1992, hlm 15)
Gambar 27. Pertemuan Persilangan
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)
e) Hubungan antara panel dengan bagian bangunan lainnya dilakukan
sebagai berikut:
(1) Salah satu sisi balok beton pengisi panel sudah dicor dan menyatu
dengan balok pengikat bawah dan diberi tulangan minimum 6 mm,
sedangkan sisi lainnya dicor setelah panel terpasang, lihat gambar 28;
Gambar 28. Pertemuan Panel dan Balok Pengikat Bawah
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)
67
(2) Pada pertemuan panel dan balok pengikat bawah diberi adukan semen
pasir agar rapat, lihat gambar 28;
(3) Pada pertemuan panel dan balok pengikat atas, lubang panel diberi
angkur sedalam 10 cm sebanyak tiga buah tiap panel, lihat gambar 29.
Gambar 29. Pertemuan Panel dan Balok Pengikat Atas
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)
(4) Pertemuan panel dengan balok anak atau balok induk atau balok lantai,
pada bangunan bertingkat diberi plat siku tebal 1 mm dan dihubungkan
memakai paku beton atau fiser dengan meratakan dulu bagian panel
yang menonjol sepanjang plat, lihat gambar 30, dan 31;
Gambar 30. Pertemuan Dinding Ke Balok Anak
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)
68
Gambar 31. Pertemuan Dinding Ke Balok Lantai
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)
(5) Pertemuan panel dengan kusen dilakukan dengan menggunakan fiser,
lihat gambar 32, 33, dan 34;
Gambar 32. Pertemuan Panel dengan Kusen
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)
69
Gambar 33. Pertemuan Panel dengan Kusen
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)
Gambar 34. Pertemuan Panel dengan Kusen
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 :16)
70
(6) Panel diatas kusen dapat dipasang langsung untuk bentangan satu panel
dan diberi adukan perata di bawahnya lihat gambar 35;
Gambar 35. Pertemuan Panel dengan Kusen
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)
(7) Untuk bentangan kusen lebih dari dua panel harus menggunakan balok
lantai diatasnya seperti terlihat pada gambar 36;
Gambar 36. Pertemuan Panel dengan Kusen
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)
(8) Pertemuan panel dengan kolom struktur baja dan balok struktur baja
menggunakan angkur yang dilas sebelum pengecoran, lihat gambar 37
dan 38;
71
Gambar 37. Pertemuan dengan Kolom Struktur Baja
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)
Gambar 38. Pertemuan dengan Balok Struktur Baja
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)
(9) Pertemuan panel dengan balok struktur beton menggunakan plat baja
tebal minimal 2 mm seperti terlihat pada gambar 39.
Gambar 39. Pertemuan dengan Balok Struktur Beton
Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)
72
f) Sementara lubang dan kait / joint dari segmen dinding seperti pada
gambar dibawah ini :
Gambar 40. Bentuk-bentuk Dinding
Sumber (Edward Allen tahun, 2002 : 298)
4. Bahan Bangunan
Mista (2006 : 81), menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan
penggunaan bahan untuk bangunan, dalam hal ini dengan contoh rangka atap. Ini
juga berlaku untuk segmen struktur yang lainnya seperti kolom, sloof, balok, dan
dinding. Adapun kelebihan dan kekurangannya tertera dalam tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Bahan Rangka Atap
Bahan Keuntungan Kerugian
Kayu - Masih banyak diminati orang
- Bahan bisa diekspos
- Murah
- Dapat dibentuk secara fleksibel
- Mudah dalam pengerjaannya
- Mudah didapat ditoko
- Bebas ongkos kirim
- Bahan dapat digunakan ulang
- Jenis kayu tidak dapat
dijamin selalu sejenis
- Pengerjaan cukup lama
- Mudah termakan api
- Mudah diserang rayap
(ngengat)
- Usia pemakaian tidak dapat
bertahan lama
- Memerlukan perawatan
Beton - Dapat dibuat sesuai bentuk atap
- Daya tahan kuat
- Bisa diekspos
- Bebas perawatan
- Bahan tidak dapat dipakai
ulang, kecuali besinya
- Pengerjannya cukup lama
- Memerlukan plester, aci dan
73
- Berat material 30 kg/m2
- Tahan cuaca dan api
- Bebas ongkos kirim
- Pembuatan mudah
- Jarak antar rangka maksimal 6 m
(untuk gording baja)
- Jarak antar rangka maksimal 4 m
(untuk gording kayu)
- Bahan mudah diperoleh
- Tidak dimakan rayap (ngengat)
- Tidak memerlukan plester, aci, dan
cat
cat bila diekpos
- Harga lebih mahal
dibandingkan atap kayu
- Memiliki bentangan atap
terbatas
- Diperlukan kolom
penunjang rangka
Atap baja
Pro 1
- Dapat dibuat sesuai bentuk atap
- Kuat
- Tidak bisa diekspos
- Bebas perawatan
- Berat material 25,22 kg/m2
- Bentangan atap bisa dibuat lebar
- Dapat didaur ulang dan dijual
kembali
- Tahan cuaca dan api
- Tahan lama
- Jarak antar rangka maksimal 6 m
(untuk gording baja)
- Jarak antar rangka maksimal 4 m
(untuk gording kayu)
- Pembuatan memerlukan
spesialisasi
- Bahan harus dipesan lebih
dahulu
- Pengerjaan cukup lama
- Ada biaya pengiriman
- Perlu cat anti karat
- Harga lebih mahal
dibandingkan atap beton
- Tidak dapat diekspos
Baja
Ringan
(Zincalum)
- Dapat dibuat sesuai bentuk atap
- Kuat
- Tidak bisa diekspos
- Bebas perawatan
- Berat material 8,1 kg/m2
- Tidak diperlukan cat anti karat
- Tahan cuaca dan api
- Tahan dalam jangka lama
- Pengerjaan cepat
- Pembuatan memerlukan
spesialisasi
- Bahan harus dipesan lebih
- Harga lebih mahal
dibandingkan atap baja pro1
- Tidak dapat diekspos
- Jarak antar rangka
maksimal 1,5 m
- Bentangan atap terbatas
74
C. Kerangka Berpikir
1. Kerangka Permasalahan Secara Umum
2. Kerangka Permasalahan Perencanaan dan Perancangan RST
LATAR BELAKANG:
· Kecepatan pengadaan (supply)
rumah selalu lebih rendah dari
pengadaan (demand).
· Kekurangan rumah semakin
lama semakin besar.
· Perlu dicarikan inovasi-keratif
sebagai solusi.
FAKTA:
· Sebagain besar masyarakat
yang membutuhkan rumah
berpenghasilan menengah ke
bawah.
· Pembangunan rumah selama
ini dilakukan secara
konvensional: biaya mahal,
waktu pelaksanaan lama,
membutuhkan banyak tukang,
bongkar/rehab untuk
perluasan.
· Banyak terjadi bencana alam
yang mengakibatkan banyak
rumah hancur dan perlu segera
dibangun kembali dalam
jumlah banyak dengan biaya
murah.
MASALAH:
PENINGKATAN PRODUKSI
RUMAH:
Waktu pelaksanaan
pembangunan pendek,
Dapat dibangun bertahap,
Diproduksi massal,
Harga murah
SOLUSI:
Pengembangan komponen bangunan · Komponen dan aman · Rumah dapat bertah
kemampuan
· Harga rumah · Penggunaan murah, kuat
dicetak, ringan.
RUMAH SEDERHANA DENGAN Komponen Dinding dalam Segmen-
(SNI Berat Jenis
Gambar 41.
Kerangka Permasalahan Umum
75
BAB III
METODE PERENCANAAN
A. Tempat dan Waktu Perencanaan
1. Tempat Perencanaan
Tempat perencanaan dilakukan di Studio Kampus JPTK FKIP UNS.
2. Waktu Perencanaan
Waktu perencanan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6. Time Schedulle
Pembangunan
Rumah
Tinggal oleh:
Masyarakat
Developer,
Perum
Perumnas,
dll.
KONVENSIONAL
Kualitas,
“Mahal:,
“Lama”
PRA-PABRIKASI RST
Kualitas dan Ketepatan
Ukuran,
“Murah”,
”Cepat”
(R. Chudley 1998:300)
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PRA
PABRIKASI RTT
SUB
STR
SUPER
STRUK
TUR
STRUK
TUR
RT
FUNGSI
RT
Perencanaan
Perancangan P
Pondasi Menerus
Batu Bata/sesuai
kondisi lapangan
Sloof,
Kolom,
Balok
Ring,
Dinding,
Kuda-kuda
Tempat produksi dan pelaksanaan
pembangunan beda tempat
(R. Chudley 1998:300)
SEGMEN-SEGMEN,
MODULER
(SK. SNI 03-1977-1990 )
Pengangkutan
Ringan, Mudah, dan
Tidak Rusak/retak/patah..
Perencanaan
Perancangan
Segmen
Sloof, K
Balok Ring,
Dinding,
Kuda
Moduler
?
76
B. Bentuk dan Strategi Perencanaan
Bentuk dan strategi yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan ini
yaitu dengan melakukan kajian dan coba-coba (trial and error) dengan berbagai
alternatif dari berbagai sumber yang ada kemudian dibuat semacam simulasi
(gambar percobaan), dan dianalisis mengenai kekurangan dan kelebihan dari
produk tersebut sampai didapat suatu segmen yang optimal dalam bentuk dan
ukuran.
Hasil dari perancangan segmen yang telah jadi dicoba untuk diaplikasikan
ke dalam perencanaan dan perancangan RST, dimulai dari pembuatan denah yang
dikoordinasikan dengan modul dari segmen. Pembuatan denah RST ini
disesuaikan dengan syarat minimal ukuran rumah sederhana, sesuai dengan
batasan-batasan yang telah ditentukan dalam bab sebelumnya. Setelah itu
diteruskan dengan membuat gambar lain-lain seperti dan tampak potongan, serta
gambar penjelas lainnya.
C. Sumber Data
Sumber data yang digunakan demi menunjang kelancaran perencanaan ini
harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan perencanaan. Adapun hal-hal
tersebut yaitu :
1. Jenis Data
51
77
a) Data pemberitaan musibah bencana alam, dan kebutuhan tentang rumah yang
terus meningkat.
b) Data mengenai inovasi pengembangan tentang perumahan di Indonesia
c) Data tentang alternatif penggunaan bahan dan material dalam bangunan
d) Data mengenai konsep pembangunan rumah secara bertahap
2. Sumber Data
a) Buku-buku dan literatur penunjang
b) Media Internet
c) Pengamatan langsung mengenai kondisi perumahan.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang dilakukan demi terpenuhinya data yang digunakan dalam
perencanaan dan perancangan ini, meliputi :
(a) Studi literatur
(b) Akses internet
(c) Pengamatan langsung
E. Validitas Data
Data-data yang didapatkan dari sumber data harus benar-benar valid,
perencana dalam hal ini menganggap data yang didapat dari buku, literatur, akses
internet, dan pengamatan langsung adalah valid, dan dapat digunakan sebagai data
penunjang perencanaan dan perancangan
F. Analisis Data
Mengidentifikasi masalah yang ada, mengelompokkan, dan mengkaitkan
antara masalah dalam tahapan-tahapan, tahapan penyusunan berdasarkan out put
dari analisis yang telah dilakukan dalam bentuk kerangka yang terarah dan
terpadu berupa konsep perencanaan dan perancangan.
78
G. Prosedur Perencanaan dan Perancangan
Prosedur ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pra perencanaan, tahap
lapangan, tahap analisis data, perencanaan dan perancangan.
1. Pra Perencanaan
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengamati beberapa
fenomena atau gejala-gejala yang terjadi di lapangan kemudian perencana
menyusun proposal untuk melakukan suatu kajian sementara yang akan diajukan
pada seminar proposal.
Hal berikutnya mengurus perijinan kepada pihak-pihak yang memberikan
ijin untuk melaksanakan kegiatan perencanaan dan perancangan ini. Kegiatan
selanjutnya merencanakan tempat dan sumber-sumber data yang akan digunakan
untuk menunjang perencanaan ini.
2. Tahap Lapangan
Tahapan lapangan dalam perencanaan ini lebih ditekankan pada kegiatan
dan proses pengumpulan data yang akan digunakan sebagai sumber data untuk
perencanaan dan perancangan.
3. Tahap Analisis Data
Pada tahap ini kita telah banyak mendapatkan data yang bersinggungan
maupun berhubungan langsung dengan data yang kita butuhkan dalam
perencanaan dan perancangan. Sekian banyak data yang ada harus dipilih dan
dipilah sesuai dengan kebutuhan kita, sehingga data yang digunakan untuk
menunjang perencanaan dan perancanganan benar-benar valid.
4. Tahap Perencanaan dan Perancangan
Tahapan terakhir dalam prosedur perencanaan dan perancangan ini yaitu
kegiatan perencanaan yang dilakukan secara komprehensif, pada kegiatan
79
perencanan ini kita menyusun secara runtut mengenai hal-hal yang diperlukan
untuk kegiatan perencanaan.
Setelah kegiatan perencanaan selesai dan kita mendapatkan dasar-dasar
yang digunakan untuk melakukan perancangan. Dasar-dasar dari perencanaan ini
kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk gambar rencana yang dapat
dijadikan sebagai hasil akhir (out put) dari semua kegiatan-kegiatan diatasnya.
BAB IV
HASIL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN
A. Analisis Pendekatan Konsep Perencanan dan Perancangan RST
1. Analisis Kebutuhan Ruang
Tujuan analisis kebutuhan ruang yaitu untuk mendapat jumlah ruang pada
sebuah RST. Kebutuhan ruang untuk RST secara umum didasarkan pada faktorfaktor
seperti jumlah pemakai, macam kegiatan yang diwadahi, sifat dan tuntutan
kegiatan, dan frekuensi kegiatan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut
maka secara umum untuk sebuah RST untuk setiap ruangan dapat dilakukan
pendekatan yangn didasarkan pada kelompok sifat kegiatan pada masing-masing
ruangan, yaitu :
a. Kebutuhan ruang semi publik
Pendekatan yang digunakan untuk menentukan ruang teras yang bersifat
semi publik pada sebuah RST didasarkan pada peran, dan fungsi teras yaitu
hendaknya memiliki kesan menerima, menjadi penunjuk pintu masuk utama
80
(main entarnce) bagi orang-orang yang berkepentingan maupun orang
lewat/melihat rumah tersebut. Selain itu teras juga berfungsi sebagai zona transisi
antara ruang luar dengan ruang dalam. Secara umum RST membutuhkan sebuah
ruang teras.
b. Kebutuhan ruang semi privat
Fungsi utama ruang yang bersifat semi privat antara lain: menerima tamu,
berinteraksi dan komunikasi dengan tetangga atau tamu. Kegiatan ini bersifat semi
privat antara anggota keluarga dengan orang lain. Selain itu ada pula kegiatan
semi privat antar anggota keluarga yang terjadi di ruang keluarga maupun di
ruang makan. Dalam RST sebuah keluarga inti memerlukan ruang-ruang seperti
ruang keluarga, ruang tamu, dan ruang makan, masaing-masing cukup satu, tetapi
bisa ditambahkan misalnya dengan ruang baca dan santai.
c. Kebutuhan ruang privat
Sesuai dengan fungsinya ruang privat harus bisa mewadahi kegiatan yang
bersifat privat/pribadi misalnya kegiatan mandi, tidur, ganti pakaian, dan
kegiatan-kegiatan lainnya yang sifatnya personal. Dalam RST kebutuhan untuk
ruang privat keluarga inti yaitu ruang tidur utama, ruang tidur anak laki-laki,
ruang tidur anak perempuan, kamar mandi/WC. Kamar mandi/WC ini bisa juga
ditambahkan satu lagi pada ruang tidur utama.
d. Kebutuhan ruang layanan
Ruang layanan yaitu suatu ruang yang bersifat memberikan layanan kepada
fungsi ruang yang lain sehingga kegiatan penghuni dapat berlangsung dengan
baik. Dalam sebuah keluarga inti memerlukan layanan utama yaitu dapur,
gudang, dan garasi sampai nantinya mendekati batasan maksimal dalam sebagai
rumah sederhana.
2. Analisis Besaran Ruang dan Hubungan Ruang
a. Pendekatan Besaran Ruang
Tabel 7. Pendekatan Besaran Ruang dengan Koordinasi Moduler
Kelompok
Kegiatan
Kebutuhan
Ruang
Ukuran Lebar
(L) dan
Panjang (P)
Sumber
Lebar (L) dan
Panjang (P)
Rencana awal
Jumlah Luas
Publik Teras L : 2,4 BTN, L : 1,5 Kapasitas 7,2 m2
55
81
P : 3,0 1991 P : 6,3 4 orang
R. Tamu
L : 3,0
P : 3,0
SK-SNI
S-1989
L : 3,45
P : 3,45
Kapasitas
6 orang
9,0 m2
L : 3,0
P : 3,0
SK-SNI
S-1989
Semi
Privat
R. Keluarga/
R. Makan
L : 2.4
P : 3,0
BTN,
1991
L : 3,45
P : 3,60
Kapasitas
6 orang
9,0 m2
K. Tidur
Utama
L : 2.4
P : 6,2
BTN,
1991
L : 3,0
P : 5,1
Kapasitas
2 orang
15,3 m2
K. Tidur
Anak
L : 3,0
P : 3,0
SK-SNI
S-1989
L : 3,0
P : 3,0
Kapasitas
1 orang
9,0 m2
Privat
WC + K.
Mandi
L : 1,2
P : 1,6
SK-SNI
S-1989
L : 1,2
P : 1,8
Kapasitas
1 orang
2,16 m2
Dapur L : 2,0
P : 2,2
SK-SNI
S-1989
L : 2,1
P : 2,4
Kapasitas
2 orang
5,04 m2
Gudang L : 2,5
P : 1,0
SK-SNI
S-1989
L : 2,4
P : 1,5
Kapasitas
2 orang
3,6 m2
T. cuci L : 0,5
P : 2,0
Asumsi L : 0,5
P : 2,0
Kapasitas
1 orang
1,0 m2
Garasi L : 3,3
P : 2,4
Asumsi L : 3,3
P : 2,4
Kapasitas
1 mobil
7,92 m2
Layanan
Serbaguna L : 3
P : 6,9
Asumsi L : 3
P : 6,9
Kapasitas
4 orang
20,7 m2
b. Pola Hubungan Ruang
Pola hubungan untuk RST secara umum, yaitu :
ruang
keluarga
jemur
ruang
tidur
km/wc ruang
makan
SEMI
PRIVATE
teras
SEMI
PUBLIK
ruang
tamu
SEMI
PRIVATE
Dapur
Gudang
PRIVATE
LAYANAN
T. Cuci
82
Gambar 43. Hubungan Ruang Secara Umum RST
Keterangan :
Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan
Hubungan tidak langsung antar ruang
Hubungan langsung antar ruang
3. Analisis Modul Bangunan dan Segmen
Modul menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 751) ada beberapa
arti yaitu ; “satuan standar atau pengukur; satuan standar yang bersama-sama
dengan yang lain digunakan secara bersama-sama; satuan bebas yang merupakan
bagian dari struktur keseluruhanl komponen dari suatu sistem yang berdiri sendiri
tetapi menunjang program dari sistem”.
Moduler menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 751) yaitu ;
“bersifat standar; sasarannya menciptakan suatu rancangan, sehingga model
dapat menggunakan suatu komponen yang sama”.
Segmen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 1011) artinya
adalah “bagian”, sedangkan komponen artinya “bagian dari keseluruhan”.
Pengertian dari segmen dan komponen dalam perencanaan ini yaitu, rumah
sebagai tempat tinggal memiliki sistem struktur yang terdiri dari komponen
seperti sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda serta unsur penunjang
lainnya. Komponen ini bisa terbentuk dengan menggunakan satu segmen utuh
atau bisa juga dibuat dengan menggunakan segmen yang terpisah-pisah. Segmen
yang terpisah-pisah yang memiliki suatu ukuran tertentu dan dapat dibuat suatu
rancangan berupa komponen dinamakan dengan segmen.
a. Modul dari SK-SNI
Dasar pertimbangan yang digunakan dalam menentukan modul bangunan
yaitu dari SK-SNI 03-1977-1990 (Koordinasi Moduler Untuk Bangunan) yaitu :
83
1. Modul dasar : merupakan satuan ukuran dasar dalam koordinasi moduler
dengan simbol M, dengan ketentuan 1 M = 10 cm = 100 mm (lihat gambar 1)
2. Multimodul : merupakan modul yang ukurannya ditentukan berdasarkan
kelipatan bilangan bulat dari modul dasar, dari kelipatan tersebut dipilih
beberapa multimodul sebagai multimodul standar yaitu untuk ukuran arah
horisontal multimodul standar adalah 3 M, 6 M, 12 M, 15 M, 30 M dan 60 M
(lihat gambar 2); untuk ukuran arah vertikal, multimodul standar adalah 1 M
(lihat gambar 2)
3. Submodul : merupakan pecahan terpilih yaitu 1/ 2, 1/4 atau 1/5 modul dasar.
Submodul dipakai jika dibutuhkan dimensi yang lebih kecil dari modul dasar,
sebagai berikut: M/2 = 50 mm atau M/4 = 25 mm atau M/5 = 20 mm; ukuran
sub modul tidak boleh dipergunakan untuk jarak antara dua bidang acuan
vertikal yang moduler (lihat gambar 3)
Gambar 44. Dasar Koordinasi Moduler
84
Digunakan juga SK SNI 03-1963-1990 (Dasar Koordinasi Moduler Untuk
Perancangan), Persyaratan-persyaratan teknis yang menjadi dasar Koordinasi
Moduler adalah :
1. Ukuran arah horisontal dan vertikal bangunan rumah dan gedung harus
berdasarkan multimodul.
2. Ukuran komponen, elemen dan bangunan rumah dan gedung, mengikuti
ketentuan dalam standar mengenai koordinasi moduler
3. Ukuran - ukuran berguna dari setiap produk komponen dan elemen bangunan
non struktural harus memungkinkan penggantian komponen atau elemen
bangunan dengan jenis lain.
4. Penerapan koordinasi moduler dalam perencanaan teknis dilakukan dengan
membuat sistem acuan berupa sistem garis dan bidang sebagai dasar ukuran
dan perletakan komponen dan elemen-elemen atau dengan membuat ruang
moduler yang merupakan sistem acuan tiga dimensional. Multimodul dapat
berbeda untuk tiap arah dari tiga arah jaringan ruang moduler.
5. Ukuran sambungan antar komponen dan ukuran penampang komponen dan
elemen baik struktural maupun non struktural, tidak harus moduler. Dalam
beberapa hal diperbolehkan adanya penyela dari suatu jaringan moduler dan
ukuran penyela.
6. Jarak antar elemen bangunan struktural atau komponen bangunan struktural
harus moduler, dapat dipilih sumbu ke sumbu atau jarak bersihnya. Dalam
arah vertikal dapat dipilih tinggi tingkat atau tinggi ruangan yang moduler.
Tinggi tingkat yang moduler diartikan dapat diambil dari permukaan penutup
lantai ke permukaan penutup lantai, atau permukaan lantai kerja ke permukaan
lantai kerja, atau permukaan lantai struktural ke permukaan lantai struktural.
Apabila tinggi penutup lantai ke permukaan bawah plat antai tidak moduler,
maka tinggi ruangan dapat dibuat moduler dengan menurunkan permukaan
langit-langit. Dimensi sisi bukaan pada komponen vertikal atau horisontal
harus moduler.
Dalam data arsitek Ernst Neufert (1996 : 56) disebutkan bahwa terdapat
ukuran tambahan yang dibakukan tidak moduler 1 = 25 mm, 50mm, dan 75 mm
untuk misalnya sisipan yang hubungan saling menutup sebagian.
Menurut Ernst Neufert (1996 : 56) dikatakan bahwa :
“Suatu sistem koordinasi dapat dibagi untuk kelompok bagian bangunan
yang berbeda (misalnya struktur beban, bagian bangunan yang menutup ruang
dan sebagainya). Ternyata bahwa bukan bagian khususnya yang harus
moduler (misalnya tingkat tangga, jendela, pintu dan sebagainya) melainkan
hanya bagian bangunan yang dibuat daripadanya (misalnya kaki tangga,
elemen bagian depan rumah, elemen yang dapat dipisahkan dan elemen yang
dapat diubah)”
85
Menurut Ernst Neufert (1996 : 56) dikatakan bahwa :
“Untuk bagian bangunan yang tidak moduler, yang berjalan menyilang
atau memanjang melalui seluruh bangunan dapat dibuat apa yang disebut
suatu daerah yang tidak moduler, yang membagi sistem koordinasi itu
menjadi dua sistem bagian. Persyaratannya adalah, bahwa ukuran bagian
bangunan diketahui dalam daerah yang bukan moduler pada saat penjelasan
sistem koordinasi, karena daerah yang bukan moduler hanya dapat diukur
dengan suatu ukuran tertentu”.
b. Modul Terpilih
Perencanaan ini menetapkan untuk modul dasar 1 M = 15 cm, multimodul
untuk segmen sloof, dan balok yaitu 45 cm, 60 cm, dan 90 cm. Segmen kolom 35
cm, 60 cm, dan 90 cm. Ukuran penampang segmen sloof, kolom dan balok yaitu
15 cm x 15 cm. Segmen dinding 15 cm, 30 cm, 45 cm, dan 60 cm pada arah
horizontal, serta 30 cm dan 60 pada arah vertikal, tebal dindingnya 12 cm.
Sedangkan untuk ukuran antar sambungan antar segmen tidak harus dibuat secara
moduler, artinya menyesuaikan dengan bentuk sambungan.
Menggunakan koordinasi moduler bukan berarti tidak ada konsekuensi dari
penerapan hal tersebut. Adapun konsekuensinya yaitu :
1. Secara horizontal denah bangunan mengikuti koordinasi moduler tersebut
sehingga tidak bisa leluasa, membuat dengan ukuran-ukuran tertentu.
Misalnya untuk ukuran 2,5 m, 1,6 m, atau 3,2 m tidak bisa dikoordinasikan
secara moduler. Tetapi ukuran seperti 1,2 m membutuhkan = (60 cm x 2), 1,5
m = {90 cm + 60 cm}, 2,1 m = (90 cm + 60 cm + 60cm ), 2,4 m = (60 cm x
4) dan seterusnya dengan kelipatan 45 cm, 60 cm, dan 90 cm bisa di
koordinasikan.
2. Secara vertikal terjadi juga pada komponen seperti kolom, dan tinggi dinding.
Tinggi/panjang kolom dan tinggi dinding rumah bisa dikoordinasikan dengan
tinggi kelipatan 35 cm, 60 cm, dan 90 cm misalnya untuk tinggi ruang 3,3 m
membutuhkan = {(90 cm x 3) + 60 cm}, 3,6 m = (60 cm x 6) atau = (90 cm x
4) dan seterusnya.
3. Tumbuh secara horizontal harus menyesuaikan dengan koordinasi moduler,
dan memperhatikan kelipatan-kelipatan dari koordinasi tersebut.
86
4. Analisis Sistem Struktur dan Tipe Konstruksi
Dasar pertimbangan secara umum dalam pemilihan sistem struktur yaitu :
a. Kesesuaian pemilihan struktur dan sambungan antar masing-masing segmen.
b. Beban yang harus didukung.
c. Bentuk dan dimensi bangunan
d. Pengaruh terhadap lingkungan sekitar
Atas dasar pertimbangan tersebut bangunan gedung dikatagorikan dalam
dalam 3 (tiga) tipe konstruksi (Rob Krier, 1988:27) yaitu konstruksi rangka
(skeletal construction), konstruksi dinding pemikil (solid wall construction)
konstruksi gabungan antara rangka dan dinding pemikul (Mixed construction).
Dalam perencanaan RST dengan komponen sloof, kolom dan balok yang
dipabrikasi dan berfungsi sebagai rangka bangunan maka type konstruksi RST
adalah konstruksi rangka.
a. Bentuk dan Dimensi Komponen
Mengingat pengerjaannya dengan pabrikasi maka nantinya akan terjadi
proses transportasi dari pabrik ketempat pengerjaan, sehingga komponenkomponen
tersebut didesain dalam bentuk segmen-segmen yang dapat dirangkai
dan disusun antar segmen termasuk dengan kosen pintu-jendela, menjadi Rumah
Sederhana Tumbuh (RST) dari tipe + 27 (luas lantai 27 m2) sampai dengan tipe +
70 (luas lantai 70 m2). Sedangkan penyatuan antar segmen dilakukan dengan
bentuk sambungan yang didesain saling mengunci, diperkuat adanya lubang untuk
pemasangan tulangan, kemudian disuntik pasta, semen, pasir dan air.
1) Sloof, Kolom dan Balok
Sloof, kolom dan balok dibuat dengan bentuk persegi memiliki dimensi
15 cm x 15 cm, panjang dari segmen sesuai dengan modul terpilih yaitu 30 cm, 60
cm, dan 90 cm.
87
Gambar 45. Bentuk dan Dimensi Sloof, Kolom, dan Balok
2) Dinding
Dinding menggunakan bentuk panel cone blok dengan ukuran b : 12 cm, h
: 30 cm, dan 45 cm, dengan panjang 15, 30, 45, dan 60 cm.
Gambar 46. Bentuk dan Dimensi Dinding
b. Analisis Bentuk Sambungan
Analisis ini untuk mendapatkan bentuk sambungan yang bisa digunakan
dalam berbagai tempat. Selain itu harus ditentukan bentuk sambungan antara sub
struktur dengan super struktur atau antara komponen pondasi dengan komponen
kolom maupun sambungan antar komponen super struktur yaitu sloof, kolom,
balok, dan dinding. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan yaitu :
1) Bentuk sambungan yang dibuat bisa kuat dan saling mengunci antar
komponen.
2) Bisa disambung dalam berbagai bentuk pertemuan.
3) Bentuk sambungan yang dibuat bisa dengan berbagai variasi tetapi tetapi
dengan konsep jantan dan betina.
4) Sebagai komponen bangunan yang tidak memerlukan finishing (plester),
maka hendaknya tampilan dan bentuk sambungan halus dan baik.
Bentuk sambungan ini bisa juga digunakan untuk menyambung sloof
dengan sloof, sloof dengan kolom, kolom dengan kolom, kolom dengan balok,
kolom dengan dinding, balok dengan balok, dan balok dengan dinding.
1) Sambungan Segmen Sejenis
88
Sambungan antar sub struktur disini maksudnya sambungan antar segmen
sejenis yaitu sloof-sloof, kolom-kolom, balok-balok, dan dinding-dinding.
Gambar 47. Joint Untuk Segmen Sejenis (Sloof, Kolom, dan Balok)
Gambar 48. Joint Untuk Segmen Dinding Arah Horizontal
Gambar 49. Joint Untuk Segmen Dinding Arah Vertikal
2) Sambungan Segmen Tidak Sejenis
Jantan
Betina
89
Untuk menyambung segmen seperti sloof dengan kolom, dan balok dengan
kolom direncanakan dibuat sebuah simpul yang berfungsi sebagai pengikat dari
segmen-segmen tersebut. Pertimbangan yang diambil supaya segmen yang dibuat
lebih kuat dan mengikat. simpul direncanakan memiliki dimensi panjang 35 cm,
lebar 35 cm dan tebal 15 cm (menyesuaikan dengan segmen sloof yaitu 15 cm).
Untuk komponen super struktur sloof, kolom, dan balok dilakukan beberapa
modifikasi dari analisis diatas yaitu :
a) Sloof, kolom, dan balok bagian tengah dari komponen tersebut dibuat
berlubang, yang mana lubang ini nantinya digunakan untuk menyuntik pasta
semen. Pasta semen ini berfungsi sebagai pengikat dari komponen tersebut,
selain dari joint yang telah dibuat tadi.
b) Pada bagian kolom dan balok dibuat semacam alur atau lubang yang
digunakan untuk perletakan dinding, sebagai upaya perkuatan antar
komponen..
c) Dinding dibuat berongga dengan pertimbangan berat komponen dapat lebih
ringan, berfungsi sebagai isolator panas maupun suara serta untuk jaringan
kabel-kabel instalasi listrik, perletakan saklar, stop kontak dan pipa air
bersih.
Gambar 50. Joint Untuk Segmen Super Struktur Bawah
Kolom
Sloof
Simpul Sloof
Balok
Balok
Simpul
90
Gambar 51. Joint Untuk Segmen Super Struktur Atas
Perkuatan yang dilakukan untuk membuat segmen menjadi kaku dan rigid
setelah dilakukan penyambungan adalah dengan menyuntikan pasta semen ke
dalam lubang yang telah dibuat pada segmen tersebut. Sebelumnya di dalam
lubang tadi telah diberikan dua tulangan diameter 12 mm yang sudah dilengkapi
dengan beghel.
Gambar 52. Tulangan yang Dimasukkan Ke Dalam Lubang Segmen
5. Analisis Bentuk Atap
a. Macam-Macam Bentuk Atap
Rangka atap adalah suatu bentuk konstruksi yang berfungsi sebagai
penopang, penyangga, dan dasar landasan penutup atap. Dari bentuknya atap
dapat digolongkan dalam tiga kategori bentuk dasar yaitu :
1) Atap Panggang-Pe
Bentuk atap panggang-Pe merupakan bentuk atap dengan satu arah
kemiringan. Atap umah panggang-pe bisanya ditopang oleh empat kolom (tiang),
dan bentangnya tidak lebih dari 2,5 m – 3,0 m. Bentang pendek disebabkan
keterbatasan bahan (bambu, balok kayu) yang digunakan.
D6-200
3,5 mm
91
Gambar 53. Bentuk Atap Panggang-Pe
2) Atap Pelana
Bentuk atap pelana dicirikan dengan garis puncak memanjang dan arah
kemiringan ke depan–belakang atau kiri–kanan bangunan seperti gambar dibawah
ini.
Gambar 54. Bentuk Atap Pelana
3) Atap Limasan
Bentuk atap limas dengan puncak atap berupa titik memanjang, sedang arah
kemiringan ke depan–belakang dan kiri–kanan bangunan seperti terlihat pada
gambar dibawah ini.
92
Gambar 55. Bentuk Atap Limasan
b. Pemilihan Bentuk Atap
1) Atap panggang-Pe
Analisis :
a) Tampilan indah
b) Pengembangan mudah ke arah sisi kemiringan
c) Untuk luas sampai tipe 70 akan mengakibatkan dinding sisi puncak atap
terlalu tinggi, riskan pada waktu hujan lebat disertai angin.
Gambar 56. Bentuk atap Panggang-Pe
2) Atap pelana kiri-kanan
Analisis :
a) Tampilan indah
b) Pengembangan mudah
c) Dengan lebar lahan terbatas akan terbentuk rumah deret, yang
mengakibatkan pertemuan dua kemiringan atap (saluran air), akan
menampung kotoran atap, guguran daun kering, dan membutuhkan
perawatan rutin.
93
Gambar 57. Bentuk atap Pelana Kiri Kanan
3) Atap limasan
Analisis :
a) Tampilan indah
b) Pengembangan cukup sulit
c) Dengan lebar lahan terbatas akan terbentuk rumah deret, yang
mengakibatkan pertemuan dua kemiringan atap, akan menampung kotoran
atap, guguran daun kering.
Gambar 58. Bentuk Atap Limasan
4) Atap pelana depan-belakang
Analisis :
a) Tampilan indah
b) Pengembangan mudah
c) Dengan lebar terbatas pertemuan atap membentuk kemiringan ke depanke
belakang, air hujan mengalir ke depan-ke belakang, tidak terjadi
94
penampungan kotoran atap, guguran daun, dan tidak memerlukan
perawatan.
Gambar 59. Bentuk Atap Pelana Depan-Belakang
Dari beberapa kategori pilihan bentuk atap di atas maka bentuk atap yang
terpilih adalah bentuk atap pelana ke depan-belakang.
6. Analisis Pemilihan Bahan Bangunan
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan bahan/material yang akan
digunakan dalam perancangan bangunan RST. Kelebihan dan kekurangan dari
bahan bangunan yang akan digunakan merupakan pertimbangan yang menentukan
dalam pemilihan bahan bahan bangunan yang digunakan untuk membangun RST.
Tabel. 8. Perbandingan Bahan Bahan Bangunan
Bahan Kelebihan Kekurangan
Kayu - Masih banyak diminati orang
- Bahan atap bisa diekspos
- Murah
- Dapat dibentuk secara fleksibel
- Mudah dalam pengerjaannya
- Mudah didapat ditoko
- Bebas ongkos kirim
- Bahan dapat digunakan ulang
- Jenis kayu tidak dapat
dijamin selalu sejenis
- Pengerjaan cukup lama
- Mudah termakan api
- Mudah diserang rayap
(ngengat)
- Usia pemakaian tidak dapat
bertahan lama
- Memerlukan perawatan
Beton - Daya tahan kuat
- Bisa diekspos
- Bebas perawatan
- Tahan cuaca dan api
- Bahan tidak dapat dipakai
ulang, kecuali besinya
- Pengerjannya cukup lama
- Memerlukan plester, aci dan
95
- Bebas ongkos kirim
- Pembuatan mudah
- Bahan mudah diperoleh
- Tidak dimakan rayap (ngengat)
- Tidak memerlukan plester, aci, dan
cat
- Beton ringan, bobot ringan (300 -
1200 kg/m3, beton biasa 2300
kg/m3)
- Beton ringan tidak menghantarkan
panas (nilai isolasi 3 – 6 kali bata)
- Beton ringan mudah dikerjakan
- Beton ringan harga murah
- Beton ringan kuat untuk struktur
bangunan yang menahan beban
ringan (atap bangunan rumah
tinggal)
- Kuat serta ‘awet’ digunakan
komponen eksterior
cat bila diekpos
- Harga lebih mahal
dibandingkan atap kayu
- Beton ringan digunakan
pada strutkur-struktur
tertentu.
- Memerlukan perhitungan
yang cukup sebelum
disiapkan sebagai beton
ringan yang memenuhi
syarat untuk struktur.
Besi dan
Baja
- Kuat
- Tidak bisa diekspos
- Bebas perawatan
- Dapat didaur ulang dan dijual
kembali
- Tahan cuaca dan api
- Tahan lama
- Ringan
- Pembuatan memerlukan
spesialisasi
- Bahan harus dipesan lebih
dahulu
- Pengerjaan cukup lama
- Ada biaya pengiriman
- Perlu cat anti karat
- Harga lebih mahal
dibandingkan beton
- Tidak dapat diekspos
Berdasarkan tabel diatas kekurangan dan kelebihan dari masing-masing
bahan bangunan tersebut sudah terlihat cukup jelas, pertimbangan selain diatas
adalah faktor fungsi dan cost untuk sebuah rumah tinggal. Sehingga untuk
pembuatan RST ini digunakan bahan terpilih yaitu dari beton (beton ringan).
7. Analisis Sistem Utilitas Bangunan
a. Air bersih
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan sistem jaringan air bersih guna
mencukupi kebutuhan kegiatan yang ada pada RST, meliputi air minum, mandi,
dan untuk kebutuhan dapur maupun mencuci.
Sumber air berasal dari PDAM dan DeepWhell
PD AM/
Sumur bor
Water tank
bottom
Water
Pump
Water tank
Top Distribution
96
Gambar 60. Skema Jaringan Air Bersih
Sistem distribusi air bersih dengan menggunakan Down Feed Distribution,
dengan kriteria sebagai berikut :
1) Pemakaian listrik untuk pompa lebih efesien
2) Water tank ditempatkan di atas dan di bawah
3) Ada cadangan air untuk pemadam kebakaran.
b. Air kotor
Sumber air kotor dibedakan menjadi :
1) Air kotor dari kamar mandi, dan wastafel disalurkan melalui pipa
pembuangan kemudian disalurkan menuju rioelering kota.
2) Air kotor dari dapur disalurkan melalui pipa pembuangan kemudian
disalurkan menuju rioelering kota.
3) Air limbah padat dari closet disalurkan melalui pipa pembuangan menuju
septic tank dan sumur peresapan.
Gambar 61. Skema Jaringan Air Kotor
c. Elektrikal (Instalasi Listrik)
Kebutuhan listrik untuk mencukupi kebutuhan penghuni rumah dalam
perencanan RST ini merupakan hal yang diutamakan untuk menunjang kegiatan-
Servis dan
Lavatory
Bak
kontrol
Septic
tank
Riolering
kota
Peresapan
97
kegiatan dari penghuni. Secara umum kelistrikan pada RST sama seperti instalasi
listrik pada rumah umumnya. Penggunaan listrik dari PLN dengan standar untuk
sebuah rumah tinggal sederhana yaitu minimal 900 watt dan maksimal 1300 watt.
B. Perencanan Rumah Sederhana Tumbuh (RST)
1. Kebutuhan Ruang
Kebutuhan ruang rumah sederhana tumbuh dimulai dari tipe terkcil, dengan
ruang utama berupa ruang serbaguna, selanjutnya ruang-ruang bertambah sesuai
pertumbuhan bangunan. Adapun ruangan yang diperlukan untuk masing-masing
tipe tersajikan seperti pada tabel dibawah ini :
1. Tipe 27
Tabel 9. Kebutuhan Ruang Tipe 27
No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang
1 Semi Publik Menerima tamu Teras
Makan
2 Semi privat Duduk santai
Tidur
R. Serbaguna
3 Privat Mandi Km / Wc
4 Layanan Memasak Dapur
Mencuci Tempat cuci
2. Tipe 36
Tabel 10. Kebutuhan Ruang Tipe 36
No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang
1 Semi Publik Menerima tamu Teras
2 Semi Privat Menerima tamu R. Tamu
Makan R. Makan
3 Privat Tidur R. Tidur
Mandi Km . Wc
4 Layanan Memasak Dapur
Mencuci Tempat cuci
3. Tipe 45
Tabel 11. Kebutuhan Ruang Tipe 45
No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang
1 Semi Publik Menerima tamu Teras
2 Semi Privat Menerima tamu R. Tamu
Makan R. Makan
3 Privat Tidur R. Tidur
Mandi Km . Wc
4 Layanan Memasak Dapur
98
Mencuci Tempat cuci
4. Tipe 54
Tabel 12. Kebutuhan Ruang Tipe 54
No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang
1 Semi Publik Menerima tamu Teras
Menerima tamu R. Tamu
2 Semi Privat Makan R. Makan
Nonton R. Keluarga
3 Privat Tidur R. Tidur
Mandi Km . Wc
4 Layanan Memasak Dapur
Mencuci Tempat cuci
5. Tipe 70
Tabel 13. Kebutuhan Ruang Tipe 70
No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang
1 Semi Publik Menerima tamu Teras
Menerima tamu R. Tamu
2 Semi Privat Makan R. Makan
Nonton R. Keluarga
3 Privat Tidur R. Tidur
Mandi Km . Wc
Memasak Dapur
Mencuci/
Menyetrika
4 Layanan Cuci + setrika
Penyimpanan Gudang
Kelompok kegiatan dan macam kegiatan yang hampir sama pada setiap tipe
rumah menyebabkan kebutuhan ruang relatif sama, hanya saja berbeda dalam
jumlah ruang yang dibutuhkan. Rumah tipe 45 walaupun memiliki macam
kegiatan yang sama dengan tipe 36 tapi memiliki ruang tidur lebih banyak dari
tipe 36, karena tipe 45 memiliki luasan ruang yang lebih.
2. Besaran Ruang dan Hubungan Ruang
a. Besaran Ruang
Tabel 14. Besaran Ruang Alternatif 1 Konsep Tumbuh
Besaran ruang
No Tipe
Teras R. tamu
R.
keluarga
K. Tidur R. Makan Dapur
R. Serbaguna
WC/
Toilet
T. cuci
99
50 30 50 30 50 30 60
300
30 50 30 60 137
480
67 234
315
120
345 135
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 27 100x150 360x360 165x165 360x345 165x195 50x200
2 36 200x150 345x360 360x360 195x225 165x165 165x195 50x200
3 45 200x150 360x360 345x360
345x315
360x360 195x225 165x165 165x195 50x200
4 54 200x150 360x360 345x360
345x315
315x225
360x360 195x225 165x165 165x195 50x200
5 70 200x150 480x315 360x360 345x360
345x315
315x225
360x360 195x225 165x165 165x195 50x200
Tabel 15. Besaran Ruang Alternatif 2 Konsep Tumbuh
Besaran ruang
No Tipe
Teras R. tamu
R.
keluarga
K. Tidur R. Makan Dapur
R. Serbaguna
WC/
Toilet
T. cuci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 27 100x150 345x195 420x345 165x225 50x200
2 36 200x150 360x360 420x345 360x345 345x195 165x225 50x200
3 45 200x150 345x345 360x360 420x345 360x360 345x195 165x225 50x200
4 54 200x150 345x345 360x360 420x345
285x360
420x285
360x360 345x195 165x225 50x200
5 70 200x150 345x345 360x360 420x345 360x360 345x195 165x225 50x200
Tabel 16. Besaran Ruang Alternatif 3 Konsep Tumbuh
Besaran ruang
No Tipe
Teras R. tamu
R.
keluarga K. Tidur R. Makan Dapur
R. Serbaguna
WC/
Toilet
T. cuci
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 27 100x150 360x195 360x315 165x165 50x200
2 36 200x150 315x360 195x195 195x225 165x195 165x165 50x200
3 45 200x150 435x360 315x360
315x315
435x360 195x195 165x195 165x165 50x200
4 54 200x150 445x315 435x360 315x360
315x315
435x360 195x225 165x195 165x165 50x200
5 70 200x150 480x315 435x360 345x360
345x315
360x315
435x360 195x225 165x195 165x165 50x200
Lay Out Perabot Rumah Tinggal Sederhana Tumbuh (RST)
1) Lay Out Perabot R. Duduk / R. Tamu
Standard Minimal Alternatif 1
100
Sumber : (LPMB. DPU, 1989: 3)
101
210 105
225 120
63 50 50 30 50 30 60
56 60 60 60 100
285
345
345
240 90
345
L = 11,90 m2
53 30 50 30 50 30 60
315
120 71 58 58 58 71
60 180 60
15
435
323
120 315
435
L = 13,70 m2
100 100 100
190 50 60
50 100 150
300
300
100 40 50 50 60
300
300
L = 9,00 m2
LAY OUT PERABOT R. TIDUR
30 50 41 136 1 90
100 100 132
210 70 50
180 108 60
345
360
345
360
R. TIDUR UTAMA : 345 x 360 (2 ORANG)
L = 12,42 m2
R. TIDUR 1 : 315 x 345 (2 orang)
L = 10,86 m2
R. TIDUR 2 : 225 X 315 (1 ORANG)
L = 7,88 m2
Alternatif 2 Alternatif 3
Gambar 62. Lay out Perabot R. Duduk/R. Tamu
2) Lay Out Perabot Ruang Tidur
Standard Minimal Alternatife 1
Sumber : (LPMB. DPU, 1989:3)
102
180 93 60
100 100 208
30 50 30 100
210 146 52
345
420
345
420
R. TIDUR UTAMA : 420 x 345 (2 ORANG)
L = 14,49 m2
R. TIDUR 1 : 420 x 285 (2 orang)
L = 11,97 m2
R. TIDUR 2 : 360 X 285 (1 ORANG)
L = 10,26 m2
LAY OUT PERABOT R. TIDUR
32 50 42 180
107 100 82 60
73
100 100
360
315
315
360
R. TIDUR UTAMA : 360x 315 (2 ORANG)
L = 11,34 m2
R. TIDUR 1 : 360 x 315 (2 orang)
L = 11,34 m2
R. TIDUR 2 : 315 X 315 (1 ORANG)
L = 9,92 m2
120 120
60 25 50 30 50 60 45 50 30 50
15
510
15
65 55 50 55
510
45
L = 12,24 m2
15
40 80 40 47 80
315
135 225
360
100 120 80
315
47 50 30 55 30
360
L = 11,34 m2
Alternatif 2 Alternatif 3
Gambar 63. Lay out Perabot Ruang Tidur
3) Lay Out Perabot R. Makan/R. Keluarga
Standard Minimal Alternatife 1
Sumber : ( BTN 1991 : 3)
103
165 195
360
99 61 60 60 48
345
15
40 80 40
165 195
98 120
225 120
L = 12,42 m2
99 61 60 60 26 120
435
150 45 50 30 50 20
165 195
315 120
360
60
15
180
435
L = 15,66 m2
140 40
50 100
180
150
60 120
180
90 60
150
L = 2,70 m2
79 99
120 40
195
225
52
135
360
195
L = 7,20 m2
Alternatife 2 Alternatife 3
Gambar 64. Lay out Perabot R. Makan/R. Keluarga
4) Lay Out Perabot Dapur
Standard Minimal Alternatife 1
Sumber : (BTN, 1991 : 3)
104
100 73 160
52 80 50
100 112 72 50
345
195
195
345
L = 6,72 m2
130 53
61 91
195
195
165 101 95
165
88 108
195
360
L = 7,02 m2
60 100
60 60
60 100 120
160
120
160
L = 1,92 m2
82 70
113 70
165
195
165
113 70
195
L = 3,21 m2
Alternatife 2 Alternatife 3
Gambar 65. Lay out Perabot Dapur
Lay Out Kamar Mandi + Kakus
Standard Minimal Alternatif 1
Sumber : (LPMB. DPU, 1989:3)
105
133 80
74 80
165
132 80
225
225
98 68
165
L = 3,71 m2
73 80
74 80
80 70
90 60
165
165
165
165
L = 2,72 m2
200
90
165
165
Alternatif 2 Alternatif 3
Gambar 66. Lay out K. Mandi + Kakus
5) Lay Out Gudang
Standard Minimal Alternatif 1
Gambar 67. Lay out Gudang
b. Hubungan Ruang
Hubungan ruang ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah pola hubungan
antar ruang apakah berhubungan langsung atau tidak langsung, berdekatan,
sedang, atau berjauhan. Pola hubungan ruang untuk masing-masing tipe dapat
dilihat dibawah ini :
106
a. Tipe 27
Gambar 68. Hubungan Ruang tipe 27
Keterangan :
Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan
Hubungan tidak langsung antar ruang
Hubungan langsung antar ruang
b. Tipe 36
Gambar 69. Hubungan Ruang tipe 36
jemuran
ruang
tidur
km/w
c
ruang
makan
SEMI
PRIVATE
teras
SEMI
PUBLIK
ruang
tamu
SEMI
PRIVATE
Dapur
PRIVATE
LAYANAN
Tempat
cuci
Ruang
serbaguna
Ruang
tidur
km/wc
SEMI
PRIVATE
teras
SEMI
PUBLIK
Dapur
LAYANAN
Jemuran
Tempat
cuci
107
Keterangan :
Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan
Hubungan tidak langsung antar ruang
Hubungan langsung antar ruang
c. Tipe 45
Gambar 70. Hubungan Ruang tipe 45
Keterangan :
Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan
Hubungan tidak langsung antar ruang
Hubungan langsung antar ruang
Jemuran
ruang
tidur
km/wc
ruang
makan
SEMI
PRIVATE
teras
SEMI
PUBLIK
ruang
tamu
SEMI
PRIVATE
Dapur
PRIVATE
LAYANAN
r. tidur
anak
108
d. Tipe 54
Gambar 71. Hubungan Ruang tipe 54
Keterangan :
Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan
Hubungan tidak langsung antar ruang
Hubungan langsung antar ruang
e. Tipe 70
Gambar 72. Hubungan Ruang tipe 70
ruang
keluarga
jemuran
ruang
tidur
km/wc ruang
makan
SEMI
PRIVATE
teras
SEMI
PUBLIK
ruang
tamu
SEMI
PRIVATE
Tempat
cuci
Dapur
PRIVATE
LAYANAN
ruang
keluarga
ruang
tidur
km/w
c
ruang
makan
SEMI
PRIVATE
teras
SEMI
PUBLIK
ruang
tamu
SEMI
PRIVATE
Jemuran
Tempat
cuci
PRIVATE
LAYANAN
Dapur
109
Keterangan :
Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan
Hubungan tidak langsung antar ruang
Hubungan langsung antar ruang
3. Segmen Sloof, Kolom, Balok dan Dinding Moduler
a. Segmen Sloof, Kolom dan Balok
Segmen sloof moduler dengan dimensi 15 cm x 15 cm, panjang 45 cm, 60
cm, dan 90 cm. Modul sloof digunakan untuk panjang ruang dan lebar ruang yang
sesuai kelipatan dengan modul segmen. Sedangkan modul terpilih panjang
segmen sloof 45 cm, 60 cm, 90 cm; kolom 35 cm, 60 cm, 90 cm; dan balok yaitu
45 cm, 60 cm, dan 90 cm.
b. Segmen Dinding
Modul terpilih untuk segmen dinding yaitu 30 cm, dan 45 cm pada arah
vertikal, dan 60 cm pada arah horizontal. Ketebalan dinding yang diaplikasikan
adalah 12 cm. Untuk membuat siar tegak supaya tidak segaris pada dinding maka
dibuat segmen dinding yang merupakan pecahan 1/4, 1/2, dan 1/3 dari modul
terpilih untuk arah horizontal yaitu 15 cm, 30 cm, dan 45 cm.
c. Segmen Simpul
Pada segmen simpul terdapat pengecualian dengan tidak mengikuti
kelipatan atau pecahan dari modul terpilih, hal ini dilakukan untuk melengkapi
dari modul segmen sehingga kelipatan dari modul segmen tetap terjaga. Dimensi
segmen simpul terpilih yaitu 35 cm x 35 cm x 15 cm.
d. Modul Bangunan
Modul bangunan secara tidak langsung harus mengikuti kelipatan dari
modul segmen terpilih, yaitu 45 cm, 60 cm, dan 90 cm kemudian ditambahkan 15
cm karena adanya panjang speleng dari pada simpul. Modul untuk denah
110
bangunan seperti dengan ukuran 165 cm, 195 cm, 225 cm, 285 cm, 315 cm dan
seterusnya.
4. Bentuk Sambungan
a. Bentuk Sambungan / Joint) Segmen Sejenis
1) Segmen Sloof, Kolom, dan Balok
Bentuk sambungan pada segmen sloof, kolom dan balok sama, dengan sistem
jantan dan betina (tounge and groove). Bentuk sambungan yang akan dibuat
seperti gambar dibawah ini :
Gambar 73. Sambungan Jantan dan Betina
2) Segmen Dinding
Bentuk sambungan segmen dinding moduler sama halnya dengan sistem
sambungan segmen sloof, kolom, dan balok yaitu sistem sambungan jantan betina
baik pada arah horizontal maupun vertikal.
Gambar 74. Sambungan Jantan dan Betina Arah Horizontal
Betina Jantan
111
Gambar 75. Sambungan Jantan dan Betina Arah Vertikal
b. Bentuk Sambungan / Joint) antar Segmen
Bentuk sambungan antar segmen sloof, kolom, balok, dan dinding lebih
jelasnya disajikan pada tabel dibawah ini :
Tabel 17. Identifikasi Joint Segmen Sejenis
No Segmen
(Kode)
Rencana Joint Keterangan
I.
Sloof
Menerus
Kode : S-S
(M)
Pertemuan dua
sloof atau lebih
menerus.
Sistem sambungan
jantan – betina,
bagian tengah
lubang untuk
perkuatan
sambungan
II
Kolom
Menerus
Kode : K-K
(M)
Pertemuan dua
kolom atau lebih
menerus.
Sistem sambungan
jantan – betina,
bagian tengah
lubang untuk
perkuatan
sambungan
Betina
Jantan
112
III.
Balok
Menerus
Kode : B-B
(M)
Pertemuan dua
balok atau lebih
menerus.
Sistem sambungan
jantan – betina,
bagian tengah
lubang untuk
perkuatan
sambungan
IV.
Dinding
Menerus
Kode : B-B
(M)
Pertemuan dua
dinding atau lebih
menerus.
Sistem sambungan
jantan – betina,
bagian arah
vertikal berlubang
untuk jaringan air
bersih dan listrik.
Tabel 18. Identifikasi Joint Segmen Tidak Sejenis
No Segmen (Kode) Konsep Joint Keterangan
I.
1
2
Sloof-Kolom
Kode : S-K (1-1)
Kode : S-K (2-1)
Pertemuan satu sloof
dan satu kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
kedua komponen
tersebut.
Pertemuan dua sloof
dan satu kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
ketiga komponen
tersebut.
113
3
4
Kode : S-K (3-1)
Kode : S-K (4-1)
Pertemuan tiga sloof
dan satu kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
keempat komponen
tersebut.
Pertemuan empat
sloof dan satu
kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
kelima komponen
tersebut.
II
Kolom-Balok
Kode : B-K (1-1)
Kode : B-K (2-1)
Pertemuan satu
balok dan satu
kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
kedua komponen
tersebut.
Pertemuan dua balok
dan satu kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
ketiga komponen
tersebut.
114
Kode : B-K (3-1)
Kode : B-K (4-1)
Pertemuan tiga balok
dan satu kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
keempat komponen
tersebut.
Pertemuan empat
balok dan satu
kolom, pada
sambungan
ditambahkan simpul
sebagai pengikat dari
kelima komponen
tersebut.
III.
Dinding-Sloof
Kode : D-S
Pertemuan dinding
dan sloof pada arah
vertikal
115
IV.
Dinding-Kolom
Kode : D- K
Pertemuan dinding
dan kolom pada arah
horizontal
V.
Dinding-Balok
Kode : D-B
Pertemuan dinding
dan balok pada arah
vertikal
VI.
Dinding-Kusen
Pintu-Kolom
Kode : D-KsP-K
Pertemuan Kusen
pintu dan kolom dan
kusen pintu dengan
dinding, pada kusen
dibuat alur profil,
sebagai kait
116
VII.
Dinding-Kusen
Jendela
Kode : D-KsJ
Kusen jendela dibuat
alur profil keluar
sebesar 1 cm yang
diatas dan disamping
kiri dan masuk ke
dalam 1 cm yang
dibawah dan
disamping kanan,
yang difungsikan
sebagai kait dengan
dinding
5. Bentuk Atap RST
Analisis yang telah dilakukan dalam BAB III.E. point 2 mengenai pemilihan
bentuk atap hasil analisa adalah atap pelana dengan kemiringan ke depan -
belakang seperti dibawah ini :
a. Tampilan indah.
b. Pengembangan mudah.
c. Dengan lebar terbatas pertemuan atap membentuk kemiringan ke depan-ke
belakang, air hujan mengalir ke depan-ke belakang, tidak terjadi
penampungan kotoran atap, guguran daun, dan tidak memerlukan perawatan.
Gambar 76. Bentuk Atap Miring Depan ke Belakang
117
6. Pemilihan Bahan Bangunan
Kekuatan struktur segmen RST sangat tergantung pada kualitas bahan
bangunan untuk pembuatan segmennya. Bahan bangunan yang digunakan untuk
pembuatan segmen adalah beton dan baja tulangan. Beton berfungsi untuk
menahan gaya tekan yang bekerja pada segmen RST. Sementara baja tulangan
sebagai penahan gaya tarik yang bekerja pada segmen. Gaya tarik dan gaya tekan
yang bekerja pada segmen tersebut dapat disebabkan oleh beban statis maupun
beban dinamis, misalnya, beban yang bekerja pada saat terjadi gempa.
Mutu beton yang direncanakan untuk segmen seperti sloof, balok, simpul,
dan kolom adalah fc’ 25 atau setara dengan K 300 dengan nilai slump 100 mm.
Sedangkan untuk bahan pembuatan segmen dinding adalah dari beton ringan,
dengan bahan yang direkayasa memiliki massa jenis yang sesuai dengan standart
untuk beton ringan yaitu 300 - 1200 kg/m3.
Kelebihan material beton ringan antara lain bobot ringan (300 - 1200 kg/m3,
beton biasa 2300 kg/m3), tidak menghantarkan panas (nilai isolasi 3 – 6 kali bata),
mudah dikerjakan, harga murah dan kuat untuk struktur bangunan yang menahan
beban ringan (atap bangunan rumah tinggal) dan kuat serta ‘awet’ digunakan
komponen eksterior. Untuk bahan pembentuk beton seperti, semen, pasir, kerikil,
dan air harus mengikuti aturan mengenai syarat teknis penggunaan bahan
bangunan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap beton ringan dengan
menggunakan bahan campuran seperti steyroform menunjukkan bahwa beton
ringan tersebut memenuhi syarat secara kualitas bahan dan struktur.
Baja yang direncanakan untuk digunakan pada RST ini berukuran diameter
6 mm dan 12 mm dengan tegangan leleh 2400 kg/cm2. Diameter 6 mm digunakan
sebagai pengisi untuk menahan segmen dinding, sedangkan diameter 12 mm
digunakan sebagai pengisi untuk segmen untuk pengikat antara segmen sloof,
balok, kolom dan juga pengikat antar segmen seperti sloof-kolom, dan kolombalok.
Untuk memperkuat hubungan/joint antara pondasi, simpul sloof-kolom, dan
kolom digunakan angker dari baja berdiameter 14 mm yang ditanam pada pondasi
batu kali dengan panjang penjangkaran sebesar 50 cm dan muncul permukaan
setinggi 50 cm. Angker ini berfungsi sebagai pengikat sekaligus pengaku untuk
segmen simpul sloof-kolom, kolom terhadap pondasi
118
7. Sistem Utilitas Bangunan
a. Air bersih
Bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai cara mendapatkan air
bersih dan pendistribusiannya. Sumber air bersih utama dalam rencana RST ini
didapatkan dari aliran air PDAM, aliran air ini langsung diteruskan pada
tandon/bak penampungan yang ada dibawah. Setelah air terkumpul pada bak
bawah air dinaikkan ke tandon atas dengan menggunakan pompa air (water
pump), dari tandon atas dengan gaya gravitasi didistribusikan ke dalam rumah,
seperti ke wc, wastafel, dapur dan tempat cuci.
Alternatif lain jika tidak terdapat aliran PDAM adalah dengan menggunakan
sumur bor/gali (deep whell) dari deep whell ini air bisa langsung dinaikkan ke
tandon atas atau dikumpulkan dulu ditandon bawah setelah penuh baru dinaikkan
ke tandon atas kemudian baru didistribusikan ke dalam rumah.
b. Air kotor
Hal terpenting dari ini adalah cara untuk mendistribusikan aliran dari air
kotor sebagai akibat dari kegiatan penghuni rumah, sehingga aliran dan
tampungan dari air ini tidak mengganggu untuk kegiatan yang lainnya. Titik berat
dalam air kotor ini adalah cara pembuatan septic tank dan cara menempatkan
septic tank pada rumah.
Sebagai pedoman dalam pembuatan septic tank, dapat dianggap bahwa
setiap harinya, tiap orang membuang kotoran termasuk air penyiramannya
sebanyak 25 liter. Sedangkan untuk keperluan proses pembusukannya atau
penghancuran kotoran padat dibutuhkan waktu paling sedikit 3 hari, sehingga
banyaknya air yang harus ditampung dalam bak pembusuk (penghancur) menjadi
15 x 750 = 1125 liter.
Dalamnya air dalam bak pembusuk diambil 1,50 meter dengan demikian
lebar dan panjang akan ketemu, misalnya lebar bak diambil 0,75 meter maka
akan didapat panjang 1,00 meter. Dengan cara seperti diatas, maka dibawah ini
diberikan daftar ukuran bak pembusuk (penghancur) dengan jumlah maksimum.
119
Tabel 19. Ukuran Bak Pembusuk
Ukuran Minimum Bak
Pembusuk (m)
Jumlah pemakai
maksimum (orang)
Dalam Panjang Lebar
Keterangan
15
25
50
100
150
200
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,50
1,00
1,25
2,50
2,50
3,00
4,00
0,75
1,00
1,00
1,00
1,25
1,25
Dibuat bak rangkap
Dibuat bak rangkap
Dibuat bak rangkap
Sumber : Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, Anonim
Untuk peresapan dalam RST ini tidak diperlukan karena air akan kotoran
dari dapur dan kamar mandi akan langsung disalurkan melalui saluran air menuju
riolering. Hal ini karena lahan yang tersedia untuk RST ini sempit.
Jarak septic tank dari tempat sumber air seperti sumur bor dalam
perencanaan RST ini perlu juga untuk dipaparkan. jarak 10 meter antara tangki
septic tank dan sumur telah menjadi pengetahuan umum dan populer di
masyarakat. Alasannya, agar air sumur tidak terkontaminasi dengan air tangki
septic tank oleh bakteri patogen yang dapat mengganggu kesehatan. Alasan
demikian tentu tidak salah. Hanya, dalam kenyataannya jarak 10 meter, terutama
pada rumah-rumah padat penduduk atau perumahan type RSS, jarak sejauh itu
sangat sulit diperoleh. Bisa saja terjadi antara sumur dan tangki septic di suatu
rumah berjarak 10 meter, tetapi dengan tangki septic tetangga sebelah jaraknya
kurang dari 10 meter.
Cecep Sukmara, dalam tulisanya di Harian Pikiran, tanggal 8 Maret 2007
mengemukakan :
Munculnya kemestian jarak 10 meter sumur dan tangki septic tank bermula
dari bakteri E-coli patogen (bersifat anaerob) yang biasanya mempunyai
usia harapan hidup selama tiga hari. Sedangkan kecepatan aliran air dalam
tanah berkisar 3 meter per hari (rata-rata kecepatan aliran air dalam tanah di
pulau jawa 3 meter/hari), sehingga jarak ideal antara tangki septic tank
dengan sumur sejauh 3 meter per hari x 3 hari = 9 meter. Akan tetapi,
mengapa harus dibuat 10 meter. Dari hasil perhitungan, jarak tempuh
bakteri selama 3 hari hanya 9 meter. Adapun angka 10 meter setelah
ditambah satu meter sebagai jarak pengaman. Itulah sekilas kisah angka 10
untuk jarak antara sumur dengan tangki septic tank.
120
Jarak yang kurang dari 10 meter akan menjadi suatu masalah yang ditemui
dilapangan. Salah satu caranya dengan mengetahui dulu arah aliran air tanah
yaitu dengan cara melihat sumur tetangga. Cara dan langkah-langkahnya
sebagai berikut :
a. Ukurlah kedalaman sumur-sumur tetangga, cukup 3 rumah saja.
b. Buatlah gambar garis segitiga yang menghubungkan ketiga titik sumur
tetangga tersebut di atas kertas.
c. Masing-masing titik sumur diberi notasi kedalamannya (perhitungan
kedalaman diukur dari muka air hingga ke permukaan tanah).
d. Dari gambar dapat diketahui, sumur yang paling dangkal menunjukkan
arah aliran menuju ke sumur tersebut.
Dari cara tersebut dapat diketahui bahwa jarak sumur yang kurang dari 10
meter tidaklah masalah, asalkan kita mengetahui arah aliran air tanah
dengan cara seperti di atas. Dengan demikian, yang harus kita lakukan
adalah meletakkan tangki septic di mana arah alirannya tidak mengarah ke
sumur, berarti harus sebaliknya. Lebih baik lagi apabila arah aliran air tanah
tersebut berasal dari sumur menuju ke tangki septic, tetapi jangan
sebaliknya.
Di samping arah aliran air tanah yang perlu kita ketahui, kecepatan aliran air
tanah tidak kalah pentingnya. Walaupun berdasarkan pengalaman kecepatan
aliran air tanah di pulau Jawa rata-rata 3 meter/hari, tidak menutup
kemungkinan masing-masing daerah di Pulau Jawa pun mempunyai
kecepatan aliran air tanah yang berbeda. Hal ini tergantung dari formasi
batuan pada daerah tersebut. Walaupun arah aliran dari tangki septic menuju
ke sumur, kecepatan aliran air tanah hanya 1 meter/hari, maka jarak ideal
antara sumur dan tangki septic hanya 4 meter (lihat cara perhitungan di
atas).
Ringkasnya, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua
daerah harus membuat tangki septic berjarak 10 meter dari sumur. Perlu
diperhatikan arah aliran air tanah pada saat membuat tangki septic.
Kecepatan aliran air tanah pada masing-masing daerah sangat berlainan,
sehingga memunculkan jarak ideal yang berbeda-beda antara sumur dan
septic tank. Hal itu sangat tergantung dari formasi batuan dan kondisi
geografis pada masing-masing daerah tersebut.
Dengan demikian, angka 10 meter untuk jarak tangki septic dan sumur
bukan harga mati. Hal lain yang juga harus perhatikan, juga penting bagi
kesehatan bahwa sumber pencemaran air bukan sekadar jarak antara tangki
septic dan sumur. Kebersihan dan sistem sanitasi lingkungan tak kalah
dominan berpengaruh pada kesehatan
c. Elektrikal (listrik)
Instalasi listrik pada RST dan rumah pada umumnya tidak jauh berbeda,
akan tetapi sedikit perbedaan terletak pada metode pelaksanaan pemasangan
instalasinya. Pada penempatan kabel-kabel instalasi ini dipermudah dengan
121
adanya lubang pada segmen dinding, sehingga lebih cepat dan lebih rapi, lebih
jelasnya akan dibahas dalam metode pelaksanaan pemasangan RST.
8. Metode Perakitan Segmen Rumah Sederhana Tumbuh (RST)
Seperti halnya pada bangunan dengan metode konvensional yang
memiliki urut-urutan dalam pekerjaan pelaksanaannya. Bedanya pada RST
seluruh komponen telah diproduksi di pabrik dan dapat dilakukan sedikit
modifikasi pada segmen tertentu (segmen dinding direncanakan dengan bahan
yang bisa dipotong sesuai dengan bentuk dinding). Berikut merupakan urutan
dalam pelaksanaan perakitan segmen RST hingga menjadi sebuah rumah tinggal
yang layak huni.
122
Pembersihan
Lahan/site
Pekerjaan Pondasi
Pekerjaan Sloof
Pekerjaan Kolom
Pek. Dinding, Instalasi listrik
utama, Mekanikal, pemasangan
kosen pintu - jendela
Pekerjaan Balok
Pekerjaan Lantai
Pekerjaan Mekanikal
dan elektrikal
Pek. Finishing
Pekerjaan Atap
Tahap I
Tahap II
Tahap III
Tahap IV
Tahap V
Tahap VI
Tahap VII
TahapVIII
Tahap IX
Tahap X
Pekerjaan
pararel
Tahap XI
Pekerjaaan Plafond
Gambar 77. Urutan Skema Pekerjaan RST
123
Untuk lebih jelas mengenai urutan gambar diatas akan diuraikan seperti
dibawah ini :
a. Tahap I
Pembersihan site (lahan), khususnya permukaan tanah. Permukaan tanah
harus rata sehingga proses perakitan bisa dilakukan dengan mudah. Selain itu
permukaan yang rata juga sangat membantu dalam proses pemindahan dan
pengangkutan segmen dari satu tempat ke tempat yang lain.
b. Tahap II
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan galian pondasi. Galian pondasi
dilakukan sampai dengan tanah keras. Pondasi untuk bangunan sederhana cukup
dengan sistem pondasi menerus, yaitu dengan menggunakan pondasi batu kali
secara konvensional (tidak termasuk dalam perencanaan). Pekerjaan pondasi
seperti pekerjaan pondasi yang biasa dengan sistem menerus, sehingga bangunan
RST yang akan dibangun dan dibuat diatas dapat berdiri kokoh dan stabil.
c. Tahap III
Pada pekerjaan ini dilakukan pemasangan sloof dan simpul sloof-kolom,
pastikan posisi permukaan pondasi telah memiliki permukaan yang sama dan rata.
Gunakan waterpas dan benang untuk menyamakan ketinggiannya. Hal ini
dilakukan untuk mempermudah pemasangan segmen-segmen yang lain,
mengingat segmen yang kita buat menggunakan sistem pabrikasi sehingga semua
komponen memiliki ketelitian dan akurasi yang baik dalam ukuran dan bentuk.
Pemasangan segmen sloof dilakukan tahap demi tahap, yang pertama
diletakkan adalah simpul pada bagian sudut dari pondasi rumah, kemudian
dilanjutkan dengan pemasangan sloof pertama. 2 (dua) Tulangan besi berdiameter
12 mm, begel 6 mm setiap jarak 200 mm dimasukkan ke dalam lubang dari
segmen sloof yang terletak ditengah-tengah segmen. Setelah tulangan dimasukkan
kemudian disuntikan pasta semen dengan mesin injkesi ke dalam lubang tadi
dengan menggunakan alat penyuntik pasta. Sampai pasta semen tadi menempati
semua ruang yang ada dalam lubang segmen tadi.
124
Sloof
Setelah sloof pertama terpasang dan terisi dengan pasta semen baru
dilanjutkan dengan sloof berikutnya sampai semua sloof terpasang dan semuanya
mengikuti denah pondasi yang ada sesuai dengan rencana RST.
Ketika kita membangun RST pada tipe-tipe kecil misalnya tipe 27, 36,
pada bagian simpul yang belum terpasang dengan segmen seperti sloof, jangan
langsung ditutup dengan pasta / adukan semen tetap dibiarkan terbuka karena
nantinya akan digunakan sebagai tempat menyambung segmen sloof untuk
pengembangan berikutnya.
d. Tahap IV
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan kolom. Komponen yang
digunakan adalah segmen kolom dengan modul yang telah kita tentukan
sebelumnya. Segmen kolom yang terpasang harus benar-benar merupakan jumlah
dari modul misalnya 3,3 atau 3,6, hal yang terpenting adalah ketinggian dari
kolom yang terpasang merupakan kelipatan dari modul segmen kolom yang ada.
Proses pemasangan segmen kolom sama dengan segmen sloof,
pemasangan 2 (dua) batang tulangan besi berdiameter 12 mm, begel diameter 6
mm berjarak 200 mm ke dalam rongga kolom dilakukan sebelum kita memasang
kolom. Sehingga kolom yang terpasang benar-benar rigid (menyatu) dengan
segmen yang lainnya.
Gambar 78. Potongan Sloof, Simpul Sloof-Kolom dan Kolom
Kolom
125
Gambar 79. Detail I dan Detail II
e. Tahap V
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan segmen dinding atau
dinding partisi sementara, dan kusen pintu dan jendela. Pada pemasangan segmen
dinding ada dua segmen yang akan dipasang mengingat permukaan dari kolom
126
yang keempat sisinya adalah betina sehingga segmen dinding ada yang jantanbetina
(segmen dinding pengisi), dan jantan-jantan (segmen dinding penutup).
Pemasangan partisi sementara ini adalah partisi yang dibuat dari bahan
seperti anyaman bambu (gedhek)/ papan, atau triplek. Anyaman bambu, papan,
dan triplek dalam pemasangannya harus sudah dibingkai dengan kayu dari usuk
atau reng yang nantinya akan berfungsi sebagai penguat dari partisi sementara ini.
Untuk pengikat partisi sementara ini dengan segmen yang lainnya seperti kolom
dan balok bisa digunakan bahan dari besi tulangan/paku atau bahan dari kawat,
yang diikatkan pada segmen kolom dan balok. Ikatan dari kawat ini tidak boleh
permanen dan harus bisa dibuka kembali karena dinding ini juga sebagai dinding
sementara, kemungkinan yang terjadi, dinding sementara ini merupakan
penghubung dari ruang baru yang akan dikembangkan dari RST ini. Selain itu
pada gunung-gunung juga membutuhkan dinding sementara ini sebelum kita
menggunakan segmen dinding yang permanen sebagai akhir dari penutup gununggunung
ini.
Pekerjaan lain yang bersamaan dengan pemasangan segmen dinding
adalah pemasangan kusen pintu dan jendela, kusen pintu dan jendela supaya bisa
rigid (menyatu) dengan dinding, maka pada bagian terluar dari kusen dibuat
seperti halnya pada bagian dinding (jantan-betina). Dimensi dari kusen dalam
pembuatanyan harus mengikuti modul segmen dinding. Hal ini supaya kusen yang
dibuat tetap moduler dengan segmen dinding.
Pemasangan segmen dinding menggunakan besi berdiameter 6 mm
sebagai sebagai pengikat antar segmen dinding, karena dinding yang dibuat
memiliki lubang maka besi tadi dimasukkan ke dalam lubang kemudian diberi
pasta semen. Keunggulan dari lubang-lubang yang dibuat pada segmen dinding
ini selain sebagai tempat untuk pasta semen juga sebagai tempat pemasangan pipa
utilitas air bersih dan kabel-kabel elektrikal. Sehingga ketika pemasangan
elektrikal bisa lebih mudah dan cepat, karena tinggal melubangi pada arah
horizontal untuk tempat masuk kabel dan pipa, untuk arah vertikal sudah tersedia
lubang dari segmen dinding tadi. Lubang yang dibuat pada arah vertikal tadi juga
digunakan sebagai tempat untuk saklar, stop kontak, atau tempat untuk sekring.
127
Segmen dinding RST ini juga tidak perlu lagi diaci atau diplester lagi
karena direncanakan sudah memiliki kunci (jantan-betina) pada masing-masing
segmen. Permukaannya juga halus dan rata, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan jika ingin diaci atau diplester lagi supaya didapatkan tekstur
permukaan sesuai dengan keinginan dan kemampuan dari penghuni rumah.
Gambar 80. Potongan Dinding Lubang untuk Tulangan dan Utilitas
f. Tahap VI
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan segmen balok dan simpul
balok-kolom, fungsi dari segmen balok dan simpul balok-kolom ini untuk
mengikat segmen dinding supaya dapat berdiri dengan kokoh. Pemasangan
segmen balok sama halnya dengan dengan segmen sloof, tetap menggunakan 2
tulangan berdiameter 12 mm, begel 6 mm, berjarak 200 mm dan pasta semen
sebagai pengikat antar segmen. Pada bagian simpul balok-kolom yang belum
terpasang dengan segmen pada pengembangan tipe yang lebih kecil tidak
dilakukan penutupan dengan pasta semen tetapi tetap dibiarkan terbuka supaya
128
bisa dikembangkan sesuai dengan rencana RST, hal ini sama seperti ketika kita
memasang simpul sloof-kolom.
Gambar 81. Potongan Kolom, Simpul Kolom-Balok, dan Balok
Gambar 82. Detail III dan Detail IV
g. Tahap VII
Pada tahap ini dilakukan pemasangan atap. Tahapan pekerjaan atap sangat
tergantung pada jenis dan bentuk atap yang dipilih. Pada tahapan ini digunakan
kuda-kuda dengan tetap memanfaatkan segmen yang sudah ada (digunakan
segmen balok), walaupun tidak menutup kemungkinan digunakan struktur atap
dengan sistem konvensional (rangka atap kayu atau baja).
129
Pada tahap ini digunakan segmen balok, simpul kuda-kuda dan segmen
kolom (untuk makelar) sebagai pembentuk rangka kuda-kuda. Untuk pengikat
dari rangka kuda-kuda digunakan segmen balok. Setelah rangka kuda-kuda dan
balok pengikat terpasang tahapan selanjutnya pada bagian atap adalah
pemasangan gording, usuk, dan reng. Untuk bahan penutup atap digunakan seng
gelombang, atau genteng tanah liat biasa. Jika penutup atap memiliki sudut
kemiringan lebih dari 450 ada baiknya genteng dipaku atau disekrup ke reng.
h. Tahap VIII
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan plafond, secara umum
sama, tidak ada hal yang spesial dalam pekerjaan ini. Tinggi plafond dari
permukaaan lantai ±2.80 m. Konstruksi plafond yang dibuat harus bisa
menahan/mereduksi panas dari atap sehingga ruangan tetap nyaman.
i. Tahap IX
Pada tahap ini dilakukan pemadatan tanah lantai dan pengecoran lantai.
Pada tahap ini lantai meterial lantai yang digunakan bisa bermacam-macam
tergantung dari kemampuan penghuni (tidak termasuk dalam perencanaan),
artinya bisa digunakan keramik, tegel, atau hanya dengan cor-coran yang diaci
dengan semen permukaannya.
j. Tahap X
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan elektrikal dan mekanikal, secara
prinsip tidak ada perbedaan yang spesial dalam sistem elektrikal dan mekanikal.
Pada bangunan RST sistem perencanaannya sama dengan pada bangunan rumah
umumnya. Hal yang sedikit ada perbedaan dalam tempat pemasangan komponen
elektrikal kabel. Pada bangunan konvensional umumnya kabel-kabel elektrikal
ketika akan dipasang, kita harus membuat lubang pada dinding bangunan,
sehingga akan menambah pekerjaan, akan tetapi pada RST segmen dinding selain
tidak diaci, dan diplester bagian dalam dindingnya juga sudah memiliki lubang
yang bisa digunakan sebagai tempat untuk penempatan kabel-kabel elektrikal tadi.
Permukaan dinding akan tetap halus dan rata, karena tidak memerlukan pengacian
130
dari bekas lubang kabel tadi. Pekerjaan elektrikal dan mekanikan juga akan lebih
cepat.
Diameter lubang pada dinding 6 cm, berjumlah 4 buah bisa juga
digunakan sebagai tempat untuk memasukkan pipa pada pekerjaan mekanikal.
Pipa sampai dengan diameter 5 cm (2 inchi) bisa digunakan dan dimasukkan ke
dalam dinding tersebut.
k. Tahap XI
Pada tahap ini dilakukan pekerjaan finishing, pekerjaan ini meliputi
pekerjaan yang bersifat meningkatkan penampilan bangunan. Adapun macam
kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengecatan, pelapisan bagian
dalam seperti dengan bahan akustik untuk meningkatkan kenyaman audial dan
termal, pemasangan wallpaper, pemasangan lantai lapis vinil atau lantai lapis
parket, pemberian ornamen dengan sistem tempel (bahan gypsum) atau pola cat.
C. Perancangan Rumah Sederhana Tumbuh (RST)
1. Segmen Super Struktur
a. Segmen Sloof
Segmen sloof dengan ukuran 45, 60 dan 90 cm seperti terlihat pada
gambar dibawah ini, lebih detailnya mengenai gambar ini dapat dilihat pada
gambar perancangan pada halaman berikutnya.
Gambar 83. Segmen Sloof
131
b. Segmen Kolom
Segmen kolom dengan ukuran 35, 60 dan 90 cm seperti terlihat pada
gambar dibawah ini, lebih detailnya mengenai gambar ini dapat dilihat pada
gambar perancangan pada halaman berikutnya.
Gambar 84. Segmen Kolom
132
c. Segmen Dinding
1) Dinding Pengisi
Segmen dinding pengisi dengan ukuran tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45
cm, dan panjang 30 cm, 60 cm merupakan segmen dinding utama, untuk ukuran
15 cm dan 45 cm digunakan pada panjang tertentu yang bukan merupakan
kelipatan 30, tetapi kelipatan 15 cm.
Gambar 85. Segmen Dinding Pengisi
133
2) Dinding Penutup
Segmen dinding penutup dengan ukuran tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45
cm, dan panjang 30 cm, 60 cm merupakan segmen dinding untuk menutup bagian
akhir dari pemasangan segmen dinding utama (segmen kunci), untuk ukuran 15
cm dan 45 cm digunakan pada panjang tertentu yang bukan merupakan kelipatan
30, tetapi kelipatan 15 cm, seperti terlihat pada gambar dibawah ini, lebih
detailnya mengenai gambar ini dapat dilihat pada gambar perancangan pada
halaman berikutnya.
Gambar 86. Segmen Dinding Penutup
134
d. Segmen Balok
Segmen balok dengan ukuran 35, 60 dan 90 cm seperti terlihat pada
gambar dibawah ini lebih detailnya mengenai gambar ini, dapat dilihat pada
gambar perancangan pada halaman berikutnya.
Gambar 87. Segmen Balok
135
e. Simpul
Simpul sloof kolom, kolom-balok dan kuda-kuda dengan dimensi lebar 35
cm, panjang 35 cm, dan tebal 15 cm. Simpul Sloof-Kolom
Gambar 88. Simpul Sloof-Kolom
1) Simpul Kolom-Balok
Gambar 89. Simpul Kolom-Balok
136
2) Simpul Kuda-Kuda
Gambar 90. Simpul Kuda-kuda
Lebih jelasnya mengenai gambar ini, dapat dilihat pada gambar
perancangan pada halaman berikutnya.
137
f. Segmen Spesial (tidak moduler) untuk Kuda-Kuda
Segmen untuk kaki kuda-kuda pada masing-masing alternatif RST
memiliki ukuran yang berbeda-beda dibawah ini disajikan segmen untuk kaki
kuda-kuda pada alternatif 1. Segmen yang lainnya untuk kaki kuda-kuda pada
alternatif yang lain dapat dilihat pada lembar berikutnya.
Gambar 91. Kuda-Kuda Bagian Sebelah Kanan (alternatife 1)
Gambar 92. Kuda-Kuda Bagian Sebelah Kiri (alternatif 1)
138
g. Kusen Pintu dan Jendela
1) Kusen Pintu
Bentuk kusen pintu yang dirancang untuk RST dengan berbagai variasi
bentuk supaya tidak terkesan monoton, yaitu :
a) Kusen Pintu Tunggal
Ukuran arah vertikal dan horizontal mengikuti kelipatan modul pada
segmen dinding 30 cm, 60 cm, 90 cm dan seterusnya. Jadi kusen dinding yang
dibuat jarak bersih luarnya harus kelipatan bilang tadi yaitu 90 cm, 120 cm. dan
daun pintu menyesuaikan dengan ukuran kusen. Ukuran kusen tebalnya 6 cm
Gambar 93. Kusen Pintu Tunggal
b) Kusen Gendong Kanan
Kusen gendong kanan ini jumlah jendela bisa ditambahkan, tidak hanya
satu, tetapi bisa dua, tiga atau empat sebesar bidang dinding dan pencahayaan dan
penghawaan yang dibutuhkan. Ukurannya tetap mengikuti modul segmen
dinding.
139
Gambar 94. Kusen Pintu Gendong Kanan
c) Kusen Gendong Kiri
Gambar 95. Kusen Pintu Gendong Kiri
2) Kusen Jendela
Kusen jendela yang dirancang untuk RST prinsipnya sama dengan kusen
pintu. Ukuran kusen jendela ini juga mengikuti moduler dari segmen dinding.
140
Gambar 96. Kusen Jendela Tunggal
Lebih jelasnya mengenai gambar ini, dapat dilihat pada gambar
perancangan pada halaman berikutnya.
141
2. Rumah Sederhana Tumbuh (RST)
a. Rumah Sederhana Tumbuh (RST) Tipe 27, 36, 45, 54, dan 70 Alternatif 1.
Gambar hasil perancangan RST alternatif 1 untuk tipe 27 sampai dengan
54 terdiri dari denah, tampak depan, tampak samping kanan, potongan 1-1,
sedangkan untuk tipe 70 dilengkapi dengan gambar denah pondasi, denah
instalasi listrik, denah air bersih dan air kotor, serta site plan. Lebih jelasnya
mengenai gambar RST alternatif 1 dapat dilihat pada gambar hasil perancangan
halaman berikutnya.
156
142
b. Rumah Sederhana Tumbuh (RST) Tipe 27, 36, 45, 54, dan 70 Alternatif 2
Gambar hasil perancangan RST alternatif 2 untuk tipe 27 sampai dengan
54 terdiri dari denah, tampak depan, tampak samping kanan, potongan 1-1,
sedangkan untuk tipe 70 dilengkapi dengan gambar denah pondasi, denah
instalasi listrik, denah air bersih dan air kotor, serta site plan. Lebih jelasnya
mengenai gambar RST alternatif 2 dapat dilihat pada gambar hasil perancangan
halaman berikutnya.
143
c. Rumah Sederhana Tumbuh (RST) Tipe 27, 36, 45, 54, dan 70 Alternatif 3
Gambar hasil perancangan RST alternatif 3 untuk tipe 27 sampai dengan
54 terdiri dari denah, tampak depan, tampak samping kanan, potongan 1-1,
sedangkan untuk tipe 70 dilengkapi dengan gambar denah pondasi, denah
instalasi listrik, denah air bersih dan air kotor, serta site plan. Lebih jelasnya
mengenai gambar RST alternatif 3 dapat dilihat pada gambar hasil perancangan
halaman berikutnya.
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN
A. Kesimpulan
Hasil yang dapat disimpulkan dari kegiatan perencanaan dan perancangan
ini yaitu sebagai berikut :
1. Perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat
dipergunakan untuk membangun RST dengan bentuk balok persegi panjang
dan dimensi 15 cm x 15 cm, dengan variasi panjang untuk segmen sloof, dan
balok 45 cm, 60 cm, dan 90 cm, kolom 35, 60 cm dan 90 cm, kuda-kuda
menggunakan segmen balok yang ditambahkan dengan segmen spesial
(dengan ukuran tertentu) pada kaki kuda-kuda sebagai penutup, dan dinding
dengan tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45 cm dengan variasi panjang 15 cm,
30 cm, 45 cm, dan 60 cm.
2. Bahwa bentuk sambungan (joint dapat saling mengunci pada masing-masing
segmen yaitu dengan menggunakan simpul untuk sambungan antar super
struktur dan untuk struktur sejenis menggunakan prinsip jantan dan betina
(tounge and groove).
3. Bahwa sistem utilitas elektrikal dan mekanikal dirancang sesuai dengan
kebutuhan untuk sebuah rumah tinggal, sedangkan bentuk kusen pintu dan
jendela dirancang moduler mengikuti moduler segmen dinding.
4. Bahwa bahan untuk pra pabrikasi segmen super struktur sloof, kolom, balok
dengan menggunakan beton dengan kualitas fc’ 25 atau setara dengan K 300,
144
menggunakan bahan dari beton yang dicampur dengan bahan hibrida (beton
ringan), untuk segmen dinding supaya dapat dipotong mengikuti kemiringan
atap. Besi yang digunakan berdiameter 12 mm dan begel 6 mm dengan
tegangan leleh 2400 kg/cm2.
5. Hasil perancangan dapat digunakan untuk membuat RST dengan tiga
alternatif desain rumah tumbuh ( tipe 27, 36, 45, 54, dan 70) sebagai hasil
aplikasi perancangan rumah sederhana tumbuh yang menggunakan segmen
sloof, kolom, balok dan dinding moduler.
6. Bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan untuk membangun RST yaitu
menggunakan perakitan sesuai dengan skema urutan pekerjaan yang telah
ditentukan, bisa dilaksanakan lebih cepat karena kita tinggal hanya merakit
komponen itu sendiri, untuk memperkuat hubungan antar segmen-segmen
ditambahkan dua buah tulangan dengan beghel di dalam lubang segmen
tersebut. Tujuannya supaya segmen lebih kaku dan rigid, setelah lubang
dimasukkan kemudian disuntikkan spesi atau pasta semen untuk mengisi
rongga-rongga kosong pada lubang. Tidak memerlukan tenaga spesialis dalam
pengerjaannya karena pengerjaan bentuk segmen telah dikerjakan ditempat
yang berbeda (pabrik).
B. Implikasi
Berdasarkan hasil perencanaan dan perancangan yang telah dilakukan dapat
dikemukakan beberapa implikasinya yaitu sebagai berikut :
1. Rancangan segmen-segmen yang telah dibuat dapat dijadikan sebagai acuan
untuk membuat cetakan untuk membuat segmen, alat perawatan beton, serta
alat injeksi pasta semen sehingga dapat dilakukan uji kelayakan produk.
2. Hasil perencanaan dan perancangan ini dapat dijadikan sebagai sebuah acuan
yang komprehensive untuk membangunan rumah tumbuh bagi masyarakat
banyak.
3. Hasil rancangan segmen-segmen bisa digunakan sebagai sebuah inovasi
dalam produksi komponen bangunan pabrikasi.
194
145
4. Pengusaha yang bergerak dibidang pabrikasi beton dapat menggunakan hasil
rancangan ini sebagai sebuah masukan baru untuk memproduksi produk baru
yang bisa dipasarkan kepada masyarakat banyak dengan harga murah dan
terjangkau.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari hasil perencanaan dan
perancangan dapat dikemukakan saran-saran untuk perbaikan dimasa yang akan
datang, yaitu sebagai berikut :
1. Penggunaan segmen moduler untuk sebuah bangunan memberikan sebuah
batasan-batasan pada pengembangan sebuah rumah, tetapi hal ini harus
dipahami sebagai sebuah konsekuensi yang harus diterima dan dimengerti,
dan harus dipahami oleh masyarakat yang hendak membuat rumah dengan
sistem moduler.
2. Presisi dan akurasi ukuran dari segmen yang diproduksi secara pabrikasi
bergantung pada tempat dan tingkat pengawasan yang dilakukan oleh pabrik
tempat pembuatan segmen tersebut.
3. Kekuatan dan kualitas dari segmen yang dibuat bergantung dari bahan-bahan
yang digunakan dan yang lebih penting sumber dari bahan itu sendiri, serta
kelayakan dari bahan yang digunakan sebagai bahan bangunan.
4. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pembuatan cetakan, dan bentuk
segmen dan bentuk sambungan yang lebih baik dan sederhana sehingga akan
didapat bentuk dan model segmen yang optimal dan ideal baik dalam proses
produksi maupun dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal.
aDAFTAR PUSTAKA
Arief Sabaruddin.2006. Membangun RISHA. Jakarta : Penebar Swadaya.
Bambang Tri dan Richard Tamon. 2007. Rumah Hemat Energi. Jakarta :
PT. Prima Info Sarana Media.
DPU. 1989. Spesifikasi Matra Ruang Rumah Tinggal. Bandung : Yayasan
LPMB.
DPU. ........, Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, Anonim.
Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992. Jurnal Penelitian Pemukiman.
Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman
146
Edward Allen. 2005. Dasar-dasar Konstruksi Bangunan. Jakarta : Erlangga
Edward G. Nawy. 1990. Beton Bertulang (Suatu pendekatan mendasar). Bandung
: PT. Eresco.
G. Wurstanto. 1987. Pokok-pokok Perencanaan. Yogyakarta : Kanisius.
Georg Lippsmeier. 1994. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga.
Heinz Frick dan Pujo I. Setiawan. 2001. Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan.
Yogyakarta : Kanisius.
Laporan Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa Arsitektur ITB. 1979. Arsitektur
Minangkabau. ..........................
Mangunwijaya. ........, Fisika Bangunan, ...........
Mista Tahun. 2006. Panduan Membangun Rumah. Jakarta : Penebar Swadaya
Pusat Bahasa Depdiknas. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai
Pustaka.
R. Chudley. Building Construction Handbook, 1988,...............
R. M Soegyanto. 1982...............
Rob Krier. 1988. Architectural Composition. New York : Rizzoli
Soufyan, MN dan Takeo, M.1984. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem
Plambing. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.
Tutu. TW. Surowiyono. 1996. Dasar-dasar Perencanaan Rumah Tinggal. Jakarta
: Pustaka Sinar Harapan.
........... 1991. Ketentuan Minimal Rumah Sederhana, BTN.
............ 1990. Perum Perumnas.
DPU. 1990. SNI 03-1977-1990 Spesifikasi Modular Bangunan. (http: PU.go.id)
DPU. 1990. SK-SNI 03.XXX.2002 (http: PU.go.id).
http : KompasCyberMedia. com /(KCM) Jum’at 28 Januari 2005.
http : KompasCyberMedia. com /(KCM) Jum’at 09 Juni 2006