tag:blogger.com,1999:blog-37495507647317647092024-03-12T20:27:15.544-07:00bahan bangunan (copas)zainal ilmihttp://www.blogger.com/profile/09113661652989927755noreply@blogger.comBlogger1125tag:blogger.com,1999:blog-3749550764731764709.post-37735492593308582342011-05-31T04:52:00.001-07:002011-05-31T04:52:35.796-07:00bahan copas7<br />PERENCANAAN DAN PERANCANGAN<br />PRA PABRIKASI RUMAH TINGGAL<br />SEDERHANA TUMBUH (RST)<br />Skripsi<br />Oleh :<br />A S M A W I<br />K 1503003<br />FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN<br />UNIVERSITAS SEBELAS MARET<br />SURAKARTA<br />2007<br />8<br />PERENCANAAN DAN PERANCANGAN<br />PRA PABRIKASI RUMAH TINGGAL<br />SEDERHANA TUMBUH (RST)<br />Oleh<br />A S M A W I<br />K. 1503003<br />Skripsi<br />Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar<br />Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Teknik Bangunan<br />Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan<br />FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN<br />UNIVERSITAS SEBELAS MARET<br />SURAKARTA<br />2007<br />9<br />HALAMAN PERSETUJUAN<br />Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji<br />Skripsi Program Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan Teknik dan<br />Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret<br />Surakarta.<br />Persetujuan Pembimbing<br />Pembimbing I Pembimbing II<br />Ir. Chundakus Habsya, MSA<br />NIP. 131 640 273<br />Drs. Bambang S. Budhi<br />NIP. 130516310<br />10<br />PENGESAHAN<br />Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program<br />Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan Fakultas<br />Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima<br />untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.<br />Pada Hari : Jum’at<br />Tanggal : 08 Juni 2007<br />Tim Penguji Skripsi<br />Nama Terang Tanda Tangan<br />1. Ketua : Drs. H. Roemintoyo, ST, M.Pd (.........................)<br />2. Sekretaris : Drs. Suradji, M.Pd (..........................)<br />3. Anggota I : Ir. Chundakus Habsya, MSA (.........................)<br />4. Anggota II : Drs. Bambang Sulistyo Budhi (..........................)<br />Disahkan Oleh<br />Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan<br />Universitas Sebelas Maret<br />Dekan,<br />Prof. Dr. M Furqon Hidayatullah. M.Pd<br />NIP. 130 529 720<br />11<br />ABSTRAK<br />Asmawi. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PRA PABRIKASI<br />RUMAH TINGGAL SEDERHANA TUMBUH (RST. Skripsi, Surakarta :<br />Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,<br />Juni 2007.<br />Studi ini bertujuan untuk : 1) Untuk mengetahui bahwa perancangan segmen<br />sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda yang dapat digunakan untuk<br />membuat rumah sederhana tumbuh tipe 27, 36, 45, 54, dan 70; 2) Untuk<br />mengetahui bahwa bentuk sambungan (joint) antar segmen dapat saling mengunci<br />baik antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga menjadi satu<br />sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh; 3) Untuk mengetahui<br />bahwa jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu jendela yang sesuai<br />dengan kebutuhan rumah sederhana tumbuh; 4) Untuk mengetahui bahwa bahan<br />dasar dan bahan pengisi yang dapat digunakan untuk bahan pembuatan segmen<br />sloof, kolom, balok dan dinding, yang mudah diperoleh, dikerjakan dalam<br />pembuatan, dan berat jenis ringan; 5) Untuk mengetahui bahwa digunakannya<br />hasil dari perencanaan segmen sloof, kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat<br />diaplikasikan ke dalam perencanaan dan perancangan rumah tinggal sederhana<br />tumbuh; 6) Untuk mengetahui bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan dalam<br />pembangunan rumah tinggal sederhana tumbuh yang menggunakan komponen<br />Pra Pabrikasi.<br />Metode yang digunakan untuk perencanaan dan perancangan dalam studi ini<br />yaitu dengan melakukan kajian dan coba-coba (trial and error) dengan berbagai<br />alternatif dari berbagai sumber yang ada kemudian dibuat semacam simulasi<br />(gambar percobaan), dan dianalisis mengenai kekurangan dan kelebihan dari<br />produk tersebut sampai didapat suatu segmen yang optimal dalam bentuk dan<br />ukuran. Data pemberitaan musibah bencana alam, dan kebutuhan tentang rumah<br />yang terus meningkat. Data yang diambil yaitu, data mengenai inovasi<br />pengembangan tentang perumahan di Indonesia, data tentang alternatif<br />penggunaan bahan dan material dalam bangunan, data mengenai konsep<br />pembangunan rumah secara bertahap. Sumber data diperoleh dari buku-buku dan<br />literatur penunjang, media internet, pengamatan langsung mengenai kondisi<br />perumahan. Teknik pengumpulan data dengan studi literatur, akses internet,<br />pengamatan langsung. Teknik analisis data yaitu dengan mengidentifikasi<br />masalah yang ada, mengelompokkan, dan mengkaitkan antara masalah dalam<br />tahapan-tahapan, kemudian menganalisa masalah dan mengambil suatu<br />kesimpulan yang dapat ditransformasikan dalam konsep perencanaan dan<br />perancangan.<br />Berdasarkan hasil perencanaan dapat disimpulkan: 1) Perancangan segmen<br />sloof, kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat dipergunakan untuk<br />membangun RST dengan bentuk balok persegi panjang dan dimensi 15 cm x 15<br />cm, dengan variasi panjang untuk segmen sloof, dan balok 45 cm, 60 cm, dan 90<br />cm, kolom 35, 60 cm dan 90 cm, kuda-kuda menggunakan segmen balok yang<br />12<br />ditambahkan dengan segmen spesial (dengan ukuran tertentu) pada kaki kudakuda<br />sebagai penutup, dan dinding dengan tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45 cm<br />dengan variasi panjang 15 cm, 30 cm, 45 cm, dan 60 cm; 2) Bahwa bentuk<br />sambungan (joint dapat saling mengunci pada masing-masing segmen yaitu<br />dengan menggunakan simpul untuk sambungan antar super struktur dan untuk<br />struktur sejenis menggunakan prinsip jantan dan betina (tounge and groove);<br />3) Bahwa sistem utilitas elektrikal dan mekanikal dirancang sesuai dengan<br />kebutuhan untuk sebuah rumah tinggal, sedangkan bentuk kusen pintu dan jendela<br />dirancang moduler mengikuti moduler segmen dinding; 4) Bahwa bahan untuk<br />pra pabrikasi segmen super struktur sloof, kolom, balok dengan menggunakan<br />beton dengan kualitas fc’ 25 atau setara dengan K 300, sedangkan dinding<br />moduler menggunakan bahan dari beton yang dicampur dengan bahan hibrida<br />sehingga dapat dipotong mengikuti kemiringan atap. Besi yang digunakan<br />berdiameter 12 mm dan begel 6 mm dengan tegangan leleh 2400 kg/cm2;<br />5) Hasil perancangan dapat digunakan untuk membuat RST dengan tiga alternatif<br />desain rumah tumbuh ( tipe 27, 36, 45, 54, dan 70) sebagai hasil aplikasi<br />perancangan rumah sederhana tumbuh yang menggunakan segmen sloof, kolom,<br />balok dan dinding moduler; 6) Bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan untuk<br />membangun RST yaitu menggunakan perakitan sesuai dengan skema urutan<br />pekerjaan yang telah ditentukan, bisa dilaksanakan lebih cepat karena kita tinggal<br />hanya merakit komponen itu sendiri, untuk memperkuat hubungan antar segmensegmen<br />ditambahkan dua buah tulangan dengan beghel di dalam lubang segmen<br />tersebut. Tujuannya supaya segmen lebih kaku dan rigid, setelah lubang<br />dimasukkan kemudian disuntikkan spesi atau pasta semen untuk mengisi ronggarongga<br />kosong pada lubang. Tidak memerlukan tenaga spesialis dalam<br />pengerjaannya karena pengerjaan bentuk segmen telah dikerjakan ditempat yang<br />berbeda (pabrik).<br />13<br />MOTTO<br />Demi masa;<br />Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian;<br />Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat<br />menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi<br />kesabaran;<br />(Al ‘Ashr ; ayat 1-3)<br />Satu-satunya cara untuk memperoleh manfaat paling banyak dari perdebatan<br />adalah menghindari perdebatan itu sendiri<br />(Dale Carnegie)<br />Sukses adalah sebuah perjalanan dan bukan sebuah tujuan<br />Pengorbanan adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah kesuksesan<br />Terimalah resiko itu merupakan balok pembangun sukses<br />Waktu untuk memulai adalah sekarang<br />Kalahkan rasa takut dengan persiapan<br />(David James Schwarzt)<br />14<br />PERSEMBAHAN<br />Dengan mengucapkan syukur kehadirat Allah SWT, dengan segala kerendahan<br />hati, karya ini kupersembahkan kepada :<br />1. Almarhum Ayahanda tercinta.<br />2. Mama’ tercinta dengan segala kesabaran, ketabahan, bimbingan serta do’a dan<br />kasih sayangnya yang selalu mengiringiku.<br />3. Paman, dan Bibi yang selalu memberikan bimbingan, mengingatkanku dan<br />segalanya yang diberikan selama kuliahku.<br />4. Bang Uteh, Uus, Puput, Edy dan Ary.<br />5. Pakde dan Bude, mbak mus, mbak atih dan mbak rodhiyah.<br />6. Arum sayang terima kasih perhatian dan dukungannya.<br />7. Teman-teman Kos H. Akoib, Kato, Kiki, Deni cs, Onesta, Adit, Gethek,<br />Coopy, Gamma, Sigit, Pak Pur, Antok cs, Didi, Mas Slamet, Solikhin.<br />8. Teman-teman PTB angkatan 2003.<br />9. Almamaterku<br />15<br />KATA PENGANTAR<br />Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat,<br />taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi<br />yang berjudul “Perencanaan dan Perancangan Rumah Tinggal Sederhana Tumbuh<br />(RST) dengan Struktur Beton Pra Pabrikasi” ini dengan sebaik – baiknya.<br />Menjadi suatu kebanggaan tersendiri bagi penulis yang telah melewati<br />berbagai perasaan suka dan duka dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulisan<br />skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yamg berupa tenaga<br />dan pikiran, untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:<br />1. Bapak Prof. Dr. M Furqon hidayatullah. M.Pd. Dekan Fakultas Keguruan dan<br />Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret<br />2. Bapak Drs. H. Sutrisno, S.T. M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Teknik dan<br />Kejuruan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret<br />Surakarta<br />3. Bapak Drs. Slamet Widodo, S.T. M.Pd. (Almarhum) Ketua Program<br />Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan dan Teknik Kejuruan<br />Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />4. Bapak Ir. Chundakus Habysa, MSA. Selaku Pembimbing I yang telah<br />membantu pikiran serta membimbing dengan sabar sehingga penulisan skripsi<br />ini dapat terselesaikan<br />5. Bapak Drs. Bambang S.Budhi, Selaku Pembimbing II yang telah membantu<br />pikiran serta bimbingan dengan sabar sehingga penulisan skripsi ini dapat<br />terselesaikan<br />6. Bapak Drs. H. Suhardjono, M.Si. Selaku Koordinator Skripsi Program<br />Pendidikan Teknik Bangunan Jurusan Pendidikan dan Teknik Kejuruan<br />Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta<br />7. Mama’, bibi, paman dan keponakan-keponakanku tercinta yang telah<br />memberikan aku semangat, doa dan motivasi<br />16<br />8. Staf perpustakaan, dan teman – teman PTB 03 dan semua pihak yang tidak<br />bisa penulis sebutkan satu persatu telah memberikan bantuan, saran dan kritik<br />sehingga terselesaikannya penulisan skripsi ini<br />Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak<br />kekurangannya baik secara kualitas maupun aspek lainnya walaupun penulis<br />sudah berusaha secara optimal. Karena itu saran dan kritik yang dapat<br />membangun sehingga penulisan skripsi ini dapat menjadi lebih baik dan semoga<br />skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis.<br />Surakarta, Juni 2007<br />Penulis<br />17<br />DAFTAR ISI<br />Halaman<br />HALAMAN JUDUL..................................................................................................i<br />LEMBAR PENGAJUAN ..........................................................................................ii<br />HALAMAN PERSETUJUAN...................................................................................iii<br />HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................iv<br />ABSTRAK.................................................................................................................v<br />MOTTO .....................................................................................................................vii<br />HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................viii<br />KATA PENGANTAR ...............................................................................................ix<br />DAFTAR ISI..............................................................................................................xi<br />DAFTAR TABEL......................................................................................................xiv<br />DAFTAR GAMBAR.................................................................................................xv<br />DAFTAR LAMPIRAN..............................................................................................xix<br />BAB I PENDAHULUAN<br />A. Latar Belakang ....................................................................................1<br />B. Identifikasi Masalah .............................................................................3<br />C. Pembatasan Masalah ............................................................................4<br />D. Perumusan Masalah..............................................................................5<br />E. Tujuan Penelitian..................................................................................5<br />F. Manfaat Penelitian................................................................................6<br />BAB II LANDASAN TEORI<br />A. Tinjauan Pustaka ..................................................................................7<br />1. Pengertian dan Batasan ..................................................................7<br />2. Tinjauan fungsi ruang dan sifat kegiatan .......................................14<br />3. Kesehatan dan Kenyamanan ..........................................................17<br />4. Utilitas Bangunan Rumah Tinggal.................................................21<br />B. Hasil Pengembangan Rumah Sederhana Tumbuh yang Relevan ........27<br />1. Pembangunan rumah dengan sistem RISHA.................................27<br />2. Konsep Smart Modula ...................................................................29<br />18<br />3. Pelaksanaan Penyambungan/Pemasangan Rumah Pabrikasi.........31<br />a. Bentuk Sambungan/Joint .........................................................31<br />b. Cara Pemasangan Rumah Pabrikasi ........................................33<br />4. Bahan Bangunan ............................................................................46<br />C. Kerangka Berpikir ................................................................................48<br />1. Kerangka Permasalahan Secara Umum.........................................48<br />2. Kerangka Permasalahan Perencanaan dan Perancangan RST.......49<br />D. HIPOTESIS..........................................................................................50<br />BAB III METODE PERENCANAAN<br />A. Tempat dan Waktu Perencanaan..........................................................51<br />1. Tempat Perencanaan ......................................................................51<br />2. Waktu Perencanaan........................................................................51<br />B. Bentuk dan Strategi Perencanaan.........................................................51<br />C. Sumber Data.........................................................................................52<br />1. Jenis Data .......................................................................................52<br />2. Sumber Data...................................................................................52<br />D. Teknik Pengumpulan Data...................................................................52<br />E. Validitas Data.......................................................................................53<br />F. Analisis Data ........................................................................................53<br />G. Prosedur Perencanaan dan Perancangan ..............................................53<br />1. Pra Perencanaan .............................................................................53<br />2. Tahap Lapangan.............................................................................53<br />3. Tahap Analisis Data .......................................................................54<br />4. Tahap Perencanaan dan Perancangan ............................................54<br />BAB IV HASIL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN<br />A. Analisis Pendekatan Konsep Perencanan dan Perancangan RST .......55<br />1. Analisis Kebutuhan Ruang ............................................................55<br />2. Analisis Besaran Ruang dan Hubungan Ruang .............................56<br />3. Analisis Modul Bangunan dan Segmen.........................................57<br />4. Analisis Sistem Struktur dan Tipe Konstruksi...............................61<br />5. Analisis Bentuk Atap .....................................................................66<br />19<br />6. Analisis Pemilihan Bahan Bangunan.............................................70<br />7. Analisis Sistem Utilitas Bangunan ................................................71<br />B. Perencanan Rumah Sederhana Tumbuh (RST)...................................72<br />1. Kebutuhan Ruang ..........................................................................72<br />2. Besaran Ruang dan Hubungan Ruang ..........................................74<br />3. Segmen Sloof. Kolom, Balok, dan Dinding Moduler ...................84<br />4. Bentuk Sambungan ........................................................................85<br />5. Bentuk Atap RST...........................................................................91<br />6. Pemilihan Bahan Bangunan...........................................................92<br />7. Sistem Utilitas Bangunan...............................................................93<br />8. Metode Perakitan Segmen Rumah Sederhana Tumbuh (RST)......96<br />C. Perancangan Rumah Sederhana Tumbuh(RST)...................................105<br />1. Segmen Super Struktur ..................................................................105<br />2. Rumah Sederhana Tumbuh (RST).................................................156<br />BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN<br />A. Kesimpulan...........................................................................................194<br />B. Implikasi...............................................................................................195<br />C. Saran.....................................................................................................195<br />DAFTAR PUSTAKA<br />LAMPIRAN<br />20<br />DAFTAR TABEL<br />Halaman<br />Tabel 1. Batasan Rumah Sederhana...................................................................... 9<br />Tabel 2. Standar Lebar, Luas dan Tinggi Plafond Minimal<br />Rumah Sederhana ................................................................................. 10<br />Tabel 3. Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan<br />Rumah Sederhana Sehat........................................................................ 10<br />Tabel 4. Tingkat Pencahayaan Rata-rata pada Ruang......................................... 20<br />Tabel 5. Perbandingan Bahan Rangka Atap ....................................................... 46<br />Tabel 6. Time Schedulle ...................................................................................... 51<br />Tabel 7 Pendekatan Besaran Ruang dengan Koordinasi Moduler..................... 56<br />Tabel 8. Perbandingan Bahan Bangunan ............................................................ 70<br />Tabel 9. Kebutuhan Ruang Tipe 27 .................................................................... 72<br />Tabel 10. Kebutuhan Ruang Tipe 36 .................................................................... 73<br />Tabel 11. Kebutuhan Ruang Tipe 45 .................................................................... 73<br />Tabel 12. Kebutuhan Ruang Tipe 54 .................................................................... 73<br />Tabel 13. Kebutuhan Ruang Tipe 70 .................................................................... 73<br />Tabel 14. Besaran Ruang Alternatif 1 Konsep Tumbuh....................................... 74<br />Tabel 15. Besaran Ruang Alternatif 2 Konsep Tumbuh....................................... 74<br />Tabel 16. Besaran Ruang Alternatif 3 Konsep Tumbuh....................................... 75<br />Tabel 17. Identifikasi Joint Segmen Sejenis ......................................................... 86<br />Tabel 18. Identifikasi Joint Segmen Tidak Sejenis............................................... 87<br />Tabel 19. Ukuran Bak Pembusuk.......................................................................... 94<br />21<br />DAFTAR GAMBAR<br />Halaman<br />Gambar 1. Grafik Hubungan Tingkat Pencahayaan dan Umur Manusia ............. 19<br />Gambar 2. Sistem Sambungan Langsung ............................................................ 22<br />Gambar 3. Jalur Kabel Utama............................................................................... 24<br />Gambar 4. Sistem Pemasangan Saklar Tunggal ................................................... 24<br />Gambar 5. Sistem Pemasangan Saklar Ganda ....................................................... 25<br />Gambar 6. Sistem Pemasangan Stop Kontak......................................................... 25<br />Gambar 7. Sistem Pemasangan Fitting ................................................................. 25<br />Gambar 8. Sistem Pemasangan Kabel Arde ......................................................... 26<br />Gambar 9. Sistem Pemasangan Kabel Rumah Sekring ke Meter PLN ................ 26<br />Gambar 10. Komponen Bangunan RISHA............................................................. 28<br />Gambar 11. Rumah Pra Pabrikasi RISHA.............................................................. 29<br />Gambar 12. Tampak Depan Rumah Sederhana Tumbuh ATMI ............................ 30<br />Gambar 13. Ikatan / Simpul Antar Segmen ............................................................ 31<br />Gambar 14. Bentuk simpul pertemuan antar sudut dari RISHA ............................ 31<br />Gambar 15. Bentuk Sambungan Jantan dan Betina................................................ 32<br />Gambar 16. Tipikal Aktivitas di Lokasi Pemasangan ........................................... 33<br />Gambar 17. Detail Perletakan Kolom Dalam Pondasi............................................ 34<br />Gambar 18. Detail Perletakan Sambungan antar Kolom........................................ 35<br />Gambar 19. Detail Perletakan Kolom dengan Balok.............................................. 36<br />Gambar 20. Detail Penyambungan Panel Arah Horizontal .................................... 37<br />Gambar 21. Perletakan Kolom Praktis Arah Horizontal ........................................ 37<br />Gambar 22. Perletakan Kolom Praktis Arah Vertikal ............................................ 38<br />Gambar 23. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Epoxy....... 38<br />Gambar 24. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Pelat Baja. 39<br />Gambar 25. Pertemuan Siku .................................................................................. 39<br />Gambar 26. Pertemuan Pertigaan .......................................................................... 40<br />Gambar 27. Pertemuan Persilangan ....................................................................... 40<br />Gambar 28. Pertemuan Panel dan Balok Pengikat Bawah ..................................... 40<br />Gambar 29. Panel dan Balok Pengikat Atas ........................................................... 41<br />22<br />Gambar 30. Pertemuan Dinding ke Balok Anak .................................................... 41<br />Gambar 31. Pertemuan Dinding ke Balok Lantai................................................... 42<br />Gambar 32. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 42<br />Gambar 33. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 43<br />Gambar 34. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 43<br />Gambar 35. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 44<br />Gambar 36. Pertemuan Panel dengan Kusen.......................................................... 44<br />Gambar 37. Pertemuan dengan Kolom Struktur Baja ........................................... 45<br />Gambar 38. Pertemuan dengan Balok Struktur Baja .............................................. 45<br />Gambar 39. Pertemuan dengan Balok Struktur Beton............................................ 45<br />Gambar 40. Bentuk-bentuk Dinding....................................................................... 46<br />Gambar 41. Kerangka Permasalahan Umum.......................................................... 48<br />Gambar 42. Kerangka Permasalahan RST.............................................................. 49<br />Gambar 43 Hubungan Ruang Secara Umum RST ................................................ 57<br />Gambar 44. Dasar Koordinasi Moduler.................................................................. 59<br />Gambar 45. Bentuk dan Dimensi Segmen Sloof, Kolom, dan Balok..................... 62<br />Gambar 46. Bentuk dan Dimensi Dinding ............................................................. 62<br />Gambar 47. Joint untuk Segmen Sejenis (Sloof, Kolom, dan Balok) .................... 63<br />Gambar 48. Joint untuk Segmen Dinding Arah Horizontal ................................... 64<br />Gambar 49. Joint untuk Segmen Dinding Arah Vertikal ....................................... 64<br />Gambar 50. Joint untuk Segmen Super Struktur Bawah ........................................ 65<br />Gambar 51. Joint untuk Segmen Super Struktur Atas............................................ 65<br />Gambar 52. Tulangan yang Dimasukkan Ke dalam Lubang Segmen .................... 66<br />Gambar 53. Bentuk Atap Panggang-Pe .................................................................. 66<br />Gambar 54. Bentuk Atap Pelana ............................................................................ 67<br />Gambar 55. Bentuk Atap Limasan ......................................................................... 67<br />Gambar 56. Bentuk Atap Panggang-Pe .................................................................. 68<br />Gambar 57. Bentuk Atap Pelana Kiri Kanan.......................................................... 68<br />Gambar 58. Bentuk Atap Limasan.......................................................................... 69<br />Gambar 59. Bentuk Atap Pelana Depan Belakang ................................................. 69<br />Gambar 60. Skema Jaringan Air Bersih ................................................................ 71<br />23<br />Gambar 61. Skema Jaringan Air Kotor................................................................... 72<br />Gambar 62. Lay out Perabot Ruang Duduk / Ruang Tamu .................................... 76<br />Gambar 63. Lay out Perabot Ruang Tidur .............................................................. 77<br />Gambar 64. Lay out Perabot Ruang Makan / Keluarga .......................................... 78<br />Gambar 65. Lay out Perabot Dapur ........................................................................ 79<br />Gambar 66. Lay out Kamar Mandi + Kakus........................................................... 80<br />Gambar 67. Lay out Gudang................................................................................... 80<br />Gambar 68. Hubungan Ruang Tipe 27 ................................................................... 81<br />Gambar 69. Hubungan Ruang Tipe 36 ................................................................... 81<br />Gambar 70. Hubungan Ruang Tipe 45 ................................................................... 82<br />Gambar 71. Hubungan Ruang Tipe 54 ................................................................... 83<br />Gambar 72. Hubungan Ruang Tipe 70 ................................................................... 83<br />Gambar 73. Sambungan Jantan dan Betina ............................................................ 85<br />Gambar 74. Sambungan Jantan dan Betina Arah Vertikal ..................................... 85<br />Gambar 75. Sambungan Jantan dan Betina Arah Horizontal ................................. 86<br />Gambar 76. Bentuk Atap Miring Depan ke Belakang............................................ 91<br />Gambar 77. Urutan Skema Pekerjaan RST............................................................. 97<br />Gambar 78. Potongan Sloof, Simpul Sloof-Kolom dan Kolom ............................. 99<br />Gambar 79. Detail I dan Detail II ........................................................................... 100<br />Gambar 80. Potongan Dinding Lubang untuk Tulangan dan Utilitas ................... 102<br />Gambar 81. Potongan Kolom, Simpul Kolom-Balok dan Balok............................ 103<br />Gambar 82. Detail III.............................................................................................. 103<br />Gambar 83. Segmen Sloof ...................................................................................... 105<br />Gambar 84. Segmen Kolom.................................................................................... 109<br />Gambar 85. Segmen Dinding Pengisi .................................................................... 113<br />Gambar 86. Segmen Dinding Penutup ................................................................... 114<br />Gambar 87. Segmen Balok .................................................................................... 121<br />Gambar 88. Simpul Sloof - Kolom......................................................................... 125<br />Gambar 89. Simpul Kolom – Balok ...................................................................... 125<br />Gambar 90. Simpul Kuda-kuda .............................................................................. 126<br />Gambar 91. Kuda-kuda Bagian Sebelah Kanan (Alternative 1)............................. 131<br />24<br />Gambar 92. Kuda-kuda Bagian Sebelah Kiri (Alternative 1)................................. 131<br />Gambar 93. Kusen Pintu Tunggal .......................................................................... 150<br />Gambar 94. Kusen Pintu Gendong Kanan ............................................................. 151<br />Gambar 95. Kusen Pintu Gendong Kiri.................................................................. 151<br />Gambar 96. Kusen Jendela Tunggal ....................................................................... 151<br />25<br />DAFTAR LAMPIRAN<br />Halaman<br />Lampiran 1. Kelengkapan Administrasi .................................................................. 198<br />26<br />Pustaka<br />Rob Krier, 1988, Architectural Composition,, Rizzoli, New York<br />Catatan<br />1. Umum<br />· Istilah kamar dan ruang sma, pakai salah satu dan dalam satu TA<br />konsisten<br />· Semua gambar, tabel, lampiran berikan nomor uurut, dengan format<br />sesuai dengan panduan TA<br />· Kop Gambar, koreksi lihat digambar Simpul Balok Kolom<br />· Keterangan dimensi pada gambar antara keterangan dimensi atas dan<br />bwah atau dimensi kiri dan kanan saling melengkapi, jangan di buat<br />sama.<br />2. Bab III<br />· Konsep hub ruang. Ruang jemur, masukkan dalam kotak layanan,<br />dengan arah panah tetap seperti semula.<br />· Zona piblik : jalan, zona semi publik: pekarangan depan dan teras.<br />3. Bab IV<br />· Semua kata konsep dihapus<br />· Air kotor. Statemn/rumus/kerangan lengkapi dengan sumber acuan<br />Bab I Metode peren dan peranc, belum dikoreksi.<br />D. Hipotesis<br />Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran diatas dapat dirumuskan<br />hipotesis yaitu segmen sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda pra pabrikasi<br />dapat diaplikasikan dalam perencanaan dan perancangan rumah sederhana tumbuh<br />tipe 27, 36, 45, 54, dan 70.<br />BAB I<br />PENDAHULUAN<br />27<br />A. Latar Belakang Masalah<br />Rumah tinggal merupakan bagian tak terpisahkan dalam kehidupan<br />manusia. Setiap keluarga pasti membutuhkan rumah untuk kelangsungan hidup<br />dan kehidupannya. Sebagai wadah kegiatan keluarga, rumah berperan besar<br />sebagai tempat untuk pendidikan dalam keluarga sekaligus juga sebagai tempat<br />untuk membentuk akhlak yang baik bagi anak-anak, karena keluarga adalah<br />tempat belajar yang pertama dan utama sehingga nantinya akan tercapai<br />kebahagiaan dan kesejahteraan manusia sebagai individu, anggota keluarga<br />maupun anggota masyarakat.<br />Rumah atau papan dalam urutan kebutuhan manusia menempati tingkat<br />utama (primer) bersama dengan makan (pangan) dan pakaian (sandang). Agak<br />berbeda dengan kebutuhan sandang dan pangan, kebutuhan papan tidak dengan<br />mudah dapat dipenuhi. Penyediaan rumah memerlukan investasi yang sangat<br />besar dan hampir tidak tertanggungkan bagi sebagian besar masyarakat, terutama<br />bagi mereka yang berpendapatan menengah ke bawah.<br />Tingginya investasi pemilikan rumah mendorong upaya-upaya berbagai<br />pihak untuk dapat mencapainya, baik pemerintah, masyarakat, maupun swasta<br />untuk berupaya melakukan rekayasa teknologi untuk menurunkan harga agar<br />kebutuhan akan tempat tinggal dapat dipenuhi sesuai dengan kondisi dan<br />kemampuan masyarakat. Pemerintah telah mengeluarkan peraturan tentang tata<br />guna lahan untuk pemukiman dan komposisi tipe bangunan agar tercapai<br />keseimbangan pemenuhan kebutuhan rumah untuk masyarakat kurang mampu<br />dan yang mampu. Lembaga keuangan (perbankan), baik pemerintah maupun<br />swasta didorong untuk menyediakan kredit pemilikan rumah rumah (KPR) agar<br />pembelian rumah dapat dilakukan dengan mengangsur untuk jangka waktu<br />tertentu.<br />Pengembang (developer) sebagai pihak swasta menyesuaikan keterbatasan<br />kemampuan masyarakat dengan membatasi luas lahan, memperkecil, dan<br />menyederhanakan rumah. Pada intinya kualitas rumah diturunkan sampai standar<br />minimal layak huni agar harga rumah dapat dicapai masyarakat. Harapannya<br />kelak rumah inti ini dapat dikembangkan sesuai kemampuan dan kebutuhan.<br />1<br />28<br />Pengembangan rumah ini kemudian memberikan macam-macmam variasi bentuk<br />sesuai dengan keinginan dan kemampuan penghuni rumah.<br />Pada kondisi keterbatasan dana yang dimiliki, sesorang pembeli akan<br />membeli rumah pada kondisi minimal yang masih dapat diterima. Kelak bila<br />kemampuannya meningkat, dia akan mengubah dan mengembangkan rumahnya<br />sesuai dengan kebutuhan, dan perkembangan kemampuan ekonominya.<br />Komponen untuk dinding yang sering digunakan selama ini adalah seperti<br />batu bata, dan batako sedang pelaksanaan pekerjaan komponen struktur seperti<br />sloof, kolom dan balok dikerjakan secara konvensional. Komponen pra pabrikasi<br />yang ada dipasaran lebih sering digunakan untuk bangunan-bangunan besar<br />seperti pabrik, dan gedung-gedung perkantoran. Hal yang relatif baru yaitu berupa<br />lock brick, yaitu bata yang dipasang tanpa spesi dan dapat menyatu karena<br />masing-masing sisi terhubung saling mengunci, belum banyak dijumpai<br />dipasaran.<br />Ada juga panel dinding beton berongga prategang pracetak yang dibuat oleh<br />PT. Beton Elemindo Perkasa, yang memiliki ukuran lebar modular 1200 mm,<br />lebar spesial 600 mm, tebal 100 mm, dan panjang yang disesuaikan dengan<br />pesanan (maksimum 8 meter). Memiliki permukaan luar dan dalam yang halus<br />kualitas beton ekspos, mutu beton K-450, tulangan PC-WIRE diameter 5 mm, dan<br />memiliki volume rongga 28,4%. (WWW.PT.BetonElemindoPerkasa Tgl. 10<br />Oktober 2006).<br />Komponen bangunan rumah tinggal seperti sloof, kolom, dan balok rumahrumah<br />tradisional hampir diseluruh Indonesia lazim menggunakan balok kayu,<br />sedang rumah-rumah diperkotaan menggunakan sloof, kolom dan balok beton<br />praktis yang dicor setempat. Komponen-komponen ini belum ada tersedia<br />dipasaran dalam bentuk pra pabrikasi yang sudah siap dirangkai menjadi sebuah<br />struktur kerangka dan dinding sebuah rumah tinggal.<br />Untuk mendapatkan suatu solusi dari permasalahan kekurangan penyediaan<br />perumahan, keterjangkauan harga rumah, dapat dibangun secara massal dalam<br />waktu singkat, serta dapat dibangun bertahap dari tipe 27, 36, 45, 54, dan 70. (luas<br />lantai 70 m2) maka perlu dilakukan suatu perencanaan dan perancangan<br />29<br />komponen-komponen bangunan rumah tinggal. Dalam tugas akhir ini akan<br />dirancang dan dikaji bentuk dan dimensi komponen sloof, kolom, balok dan<br />dinding yang dapat diproduksi sebagai komponen pra-pabrikasi, sehingga rumah<br />dapat dibangun bertahap. Selain itu akan dikaji pula kemungkinan penggunaan<br />bahan untuk komponen-komponen tersebut.<br />B. Identifikasi Masalah<br />Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, dapat di<br />identifikasi beberapa permasalahan, yaitu:<br />1. Rumah adalah kebutuhan pokok manusia/keluarga sehingga setiap<br />manusia/keluarga akan senantiasa berusaha memenuhi dirinya akan rumah.<br />2. Besarnya biaya dalam pembuatan suatu rumah menjadi pertimbangan utama<br />sebagian besar masyarakat Indonesia, selain permasalahan lokasi, luas lantai<br />dan kualitas bangunan.<br />3. Pengurangan pada beberapa bagian rumah seperti luas lantai, luas lahan, dan<br />kualitas bahan dan struktur dapat menyebabkan ketidak nyamanan rumah..<br />4. Bagi masyarakat kalangan menengah kebawah seringkali pembangunan<br />rumah tidak dapat dilakukan sekaligus dalam luasan sesuai dengan kebutuhan<br />sehingga perlu dilakukan secara bertahap (tumbuh).<br />5. Pembuatan beberapa komponen struktur dan komponen bangunan seperti,<br />kolom, balok, sloof dan dinding yang dapat dibangun secara bertahap<br />memerlukan suatu perencanaan yang matang dan komprehensif.<br />6. Pemilihan dan efisiensi penggunaan bahan dalam pembangunan akan<br />membantu dalam meringankan biaya pembuatan suatu rumah.<br />7. Pembuatan komponen rumah seperti sloof, kolom, dinding, dan balok dengan<br />cara konvensional membutuhkan waktu lama sehingga perlu senantiasa digali<br />inovasi kreatif berbagai pihak untuk dapat ditemukan solusi terbaik mengatasi<br />berbagai masalah tersebut.<br />8. Bentuk sambungan (joint) antar segmen yang dapat saling mengunci baik<br />antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga menjadi satu<br />sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh.<br />30<br />9. Jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu jendela yang sesuai dengan<br />kebutuhan rumah sederhana tumbuh.<br />10. Metode pelaksanaan yang dapat digunakan dalam pembangunan rumah<br />tinggal sederhana tumbuh.<br />C. Pembatasan Masalah<br />Agar perencanaan ini tidak jauh melebar dari konsep yang telah<br />direncanakan maka perlu dilakukan pembatasan permasalahan, yaitu sebagai<br />berikut:<br />1. Perencanaan dan perancangan pra-pabrikasi rumah tumbuh dilakukan pada<br />beberapa elemen seperti sloof, kolom, balok, dan dinding, dengan penekanan<br />pada:<br />a. Bentuk dan dimensi segmen komponen sloof, kolom, balok dan dinding<br />yang dapat digunakan untuk membangun rumah tumbuh tipe 27, 36, 45,<br />54, dan 70.<br />b. Bentuk sambungan antar segmen yang kuat dan dapat saling mengunci.<br />2. Perencanaan utilitas seperti listrik, air bersih dan air kotor, serta perancangan<br />daun pintu jendela<br />3. Pemilihan penggunaan bahan untuk komponen Pra-pabrikasi sloof, kolom,<br />balok dan dinding RST.<br />4. Metode pelaksanaan pembangunan rumah sederhana tumbuh Pra Pabrikasi.<br />5. Pondasi disesuaikan dengan kondisi lahan dan tidak termasuk dalam<br />perencananaan dan perancangan. Dalam Perancangan akan diberikan contoh<br />pondasi RST dalam bentuk pondasi menerus dengan bahan batu kali.<br />D. Rumusan Masalah<br />Dari pembatasan masalah diatas dapat dibuat suatu rumusan yang akan<br />digunakan sebagai acuan dalam perencanaan ini, yaitu:<br />31<br />1. Perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda seperti apa<br />yang dapat digunakan untuk membuat rumah sederhana tumbuh tipe 27, 36,<br />45, 54, dan 70?<br />2. Adakah bentuk sambungan (joint) antar segmen dapat saling mengunci baik<br />antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga menjadi satu<br />sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh?<br />3. Adakah jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu jendela yang<br />sesuai dengan kebutuhan rumah sederhana tumbuh?<br />4. Bahan dasar dan bahan pengisi apakah yang dapat digunakan untuk bahan<br />segmen sloof, kolom, balok dan dinding, dan kuda-kuda yang mudah<br />diperoleh, mudah dikerjakan dalam pembuatan, dan berat jenis ringan?<br />5. Dapatkah hasil dari perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding dan<br />kuda-kuda diaplikasikan ke dalam perencanaan dan perancangan rumah<br />tinggal sederhana tumbuh?<br />6. Adakah metode pelaksanaan yang dapat digunakan dalam pembangunan<br />rumah tinggal sederhana tumbuh yang menggunakan komponen Pra<br />Pabrikasi?<br />E. Tujuan<br />Studi yang dilakukan ini bertujuan untuk :<br />1. Untuk mengetahui bahwa perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding,<br />dan kuda-kuda yang dapat digunakan untuk membuat rumah sederhana<br />tumbuh tipe 27, 36, 45, 54, dan 70.<br />2. Untuk mengetahui bahwa bentuk sambungan (joint) antar segmen dapat saling<br />mengunci baik antar segmen sejenis maupun dengan segmen lain sehingga<br />menjadi satu sistem struktur bangunan rumah tinggal sederhana tumbuh.<br />3. Untuk mengetahui bahwa jaringan utilitas serta bentuk kusen dan daun pintu<br />jendela yang sesuai dengan kebutuhan rumah sederhana tumbuh.<br />4. Untuk mengetahui bahwa bahan dasar dan bahan pengisi yang dapat<br />digunakan untuk bahan pembuatan segmen sloof, kolom, balok dan dinding,<br />yang mudah diperoleh, dikerjakan dalam pembuatan, dan berat jenis ringan.<br />32<br />5. Untuk mengetahui bahwa digunakannya hasil dari perencanaan segmen sloof,<br />kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat diaplikasikan ke dalam<br />perencanaan dan perancangan rumah tinggal sederhana tumbuh.<br />6. Untuk mengetahui bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan dalam<br />pembangunan rumah tinggal sederhana tumbuh yang menggunakan<br />komponen Pra Pabrikasi.<br />F. Manfaat<br />Dari hasil perencanaan yang dilakukan, diharapkan akan mendapatkan<br />manfaat yaitu:<br />1. Manfaat Teoritis<br />a. Sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna<br />terutama dalam hubungannya dengan Rumah Sederhana Tumbuh (RST).<br />b. Sebagai masukan bagi perencanaan dan perancangan bangunan sejenis<br />sehingga diperoleh hasil yang lebih sempurna.<br />2. Manfaat Praktis.<br />a. Dapat digunakan sebagai masukan dalam melakukan pra pabrikasi segmensegmen<br />komponen Rumah Sederhana Tumbuh (RST), seperti dalam rancang<br />bangun mesin pencetak segmen sloof, kolom balok dan dinding, mesin<br />perawatan beton, mesin injeksi pasta, uji performa mesin, uji kuat tekan dan<br />lentur produk dan sebagainya.<br />b. Keberhasilan pelaksanaan point a diatas akan bermanfaat:<br />1). Bagi industri mesin atau bengkel sebagai diversifikasi produk mesin<br />2). Bagi industri atau toko bahan bangunan sebagai diversifikasi usaha dan<br />produk komponen bangunan siap pakai.<br />3). Bagi masyarakat, developer dan aktor pembangun yang lain akan dapat<br />memanfaatkan produk pra-pabrikasi untuk membangun rumah secara<br />bertahap, dalam jumlah banyak, waktu singkat, serta biaya murah.<br />c. Memperkaya alternatif teknologi pembangunan Rumah Sederhana Tumbuh<br />(RST).<br />BAB II<br />LANDASAN TEORI<br />33<br />A. Tinjauan Pustaka<br />1. Pengertian dan Batasan<br />a. Perencanaan dan Perancangan<br />Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 946) rencana adalah<br />“konsep”, perencanaan adalah “proses, cara perbuatan merencanakan<br />(merancang).<br />G. Wurstanto (1987 : 13) mengemukakan “perencanaan adalah seleksi dari<br />berbagai alternatif untuk maksud tujuan, kebijakan, prosedur, program dan<br />sebagainya. Maka masalah penting dalam perencanaan adalah pengambilan<br />keputusan, yang merupakan titik tolak yang menentukan arah kegiatan ke masa<br />depan.<br />Menurut G. Wurstanto (1987 : 13) dalam perencanaan terdapat unsurunsur<br />sebagai berikut :<br />1) Pemikiran rasional mengenai dugaan, perkiraan atau perhitungan<br />untuk masa mendatang.<br />2) Pemikiran rasional itu tidak dibuat atas dasar khayalan belaka, tetapi<br />berdasar pada fakta atau data yang obyektif.<br />3) Persiapan atau tindakan pendahuluan untuk kegiatan masa yang akan<br />datang.<br />4) Tujuan.<br />Menurut G. Wurstanto (1987 : 25) “perencanaan menunjukkan proses<br />aktivitas, sedangkan rencana menunjukkan hasil dari aktivitas merumuskan<br />rencana”.<br />G. Wurstanto (1987 : 25) memberikan ciri-ciri suatu rencana yaitu :<br />1) Setiap rencana selalu menyangkut masalah untuk masa mendatang.<br />2) Setiap rencana selalu mengandung perumusan kegiatan yang akan<br />dilakukan.<br />3) Setiap rencana selalu mengandung perumusan tujuan tentang tujuan<br />yang akan dicapai.<br />4) Setiap rencana selalu dilandasi dengan suatu motif, alasan atau sebab.<br />5) Setiap rencana selalu merupakan hasil pemilihan dari berbagai<br />alternatif, yang dibuat dengan mempergunakan berbagai macam<br />pertimbangan dan pemikiran secara rasional.<br />6) Rencana selalu merupakan peramalan (forecasting), atau keadaan<br />yang mungkin dihadapi. 7<br />34<br />Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 927) rancang adalah<br />“konsep”, merancang adalah “mengatur segala sesuatu sebelum bertindak<br />mengerjakan atau melakukan sesuatu, dan perancangan adalah “proses, cara<br />perbuatan merancang”<br />b. Rumah<br />Rumah merupakan bangunan yang terdiri dari ruang-ruang yang<br />berhubungan sedemikian rupa sehingga aktivitas keluarga dapat berlangsung<br />dengan baik dan lancar. Masing-masing rumah mempunyai luas lantai berbedabeda,<br />sesuai kebutuhan keluarga. Standar luas rumah yang dikeluarkan oleh<br />Perum Perumnas adalah mulai dengan Tipe 18, Tipe 21, Tipe 36, Tipe 45 dan<br />seterusnya. Tipe 18 artinya bahwa luas lantai rumah tersebut adalah 18 m2.<br />(Perum Perumas, 1990 : 24 -32).<br />“Rumah dapat pula berarti sebuah bangunan yang dapat menampung<br />banyak keluarga, seperti Rumah Adat Minangkabau, Rumah Adat Suku Dayak<br />dan sebagainya. Rumah Adat Minangkabau yang paling besar, dapat menampung<br />banyak keluarga dari satu suku dengan luas (14.00 m x 59.50 m) = 833.00 m2,<br />sedang terkecil seluas (10.00 m x 12.50 m) = 125.00 m2” (Laporan Kuliah Kerja<br />Lapangan Mahasiswa Arsitektur ITB, 1979 :46).<br />Rumah dalam perencanaan ini yang dimaksudkan adalah sebuah bangunan<br />rumah tinggal yang dihuni satu keluarga inti, yaitu terdiri sepasang suami-istri<br />dengan 1 (satu) sampai 3 (tiga) anak.<br />c. Rumah Sederhana<br />1) Batasan Rumah Sederhana<br />Batasan rumah sederhana yang dikeluarkan Perum Perumnas menekankan<br />pada penggunaan material bangunan dari pondasi sampai atap, sedangkan yang<br />dikeluarkan BTN membatasi luas lantai, luas lahan, sedangkan harga bangunan<br />tergantung dari ketersediaan dan kualitas bahan yang ada di masing-masing<br />daerah. Untuk harga lahan sangat tergantung letak lahan, infrastruktur yang<br />tersedia dan lain-lain. Batasan tersebut rumah sederhana antara lain:<br />Tabel 1 : Batasan Rumah Sederhana<br />NO KOMPONEN KETENTUAN KETERANGAN<br />35<br />1 Pondasi Pondasi dangkal, dengan bahan<br />batu kali, batu bata atau beton<br />2 Dinding Batu bata, papan kayu, papan<br />hibrida dsb<br />3 Pintu-jendela<br />Menggunakan kayu kelas kuat,<br />awet III, dimensi kosen minimal<br />6 cm x 12 cm<br />4 Atap<br />Konstruksi atap kayu/gunungan<br />dengan penutup atap seng<br />gelombang/genteng tanah.<br />Bangunan hanya<br />terdiri dari 1 (satu)<br />lantai<br />Sumber : (Perum Perumnas, 1990 : 45)<br />Sedangkan batasan rumah sederhana menurut Bank Tabungan Negara (BTN) adalah suatu rumah yang memenuhi<br />kriteria antara lain sebagai berikut (BTN, 1991 : 2) :<br />a) Luas bangunan rumah sederhana antara 12 m2 s/d 70 m2 dan harus<br />disesuaikan dengan sistem koordinasi moduler.<br />b) Luas tanah kapling yang digunakan untuk bangunan rumah sederhana<br />berkisar anatara 60 s/d 200 m2, kecuali Kapling Siap Bangun (KSB)<br />seluas 54 s/d 72 m2.<br />c) Harga tanah kapling yang digunakan untuk mendirikan bangunan rumah<br />sederhana maksimal sama dengan harga rumahnya.<br />2) Standar Minimal Panjang, Lebar dan Luas Ruang<br />Standar minimal panjang, lebar dan luas ruang dapat ditentukan berdasarkan :<br />a) Fungsi ruang,<br />b) Jumlah penghuni ruang,<br />c) Perabot yang diperlukan,<br />d) Peralatan yang digunakan, dan<br />e) Aksesibilitas ruang yang digunakan untuk pergerakan masuk – keluar dan<br />pergerakan melakukan kegiatan dalam ruang (antara 10 % - 30 % luas<br />total fungsional).<br />Dalam menentukan lebar dan luas ruang berdasarkan fungsi, pertama kali<br />mendasarkan pada bentuk dan sifat kegiatan yang akan ditampung dalam ruang.<br />Oleh karena sudah ada ketentuan minimal lebar, luas ruang, dan ketentuan luas<br />minimal bangunan perjiwa maka penentuan luas dan tinggi ruang Rumah<br />Sederhana Tumbuh (RST) tidak didasarkan patokan dan dasar hitungan atas<br />pertimbangan diatas melainkan langsung ditentukan luas dan tinggi masingmasing<br />fungsi ruang didasarkan tabel 2.<br />36<br />Tabel 2. Standar Lebar, Luas dan Tinggi Plafond Minimal<br />Rumah Sederhana :<br />Tinggi Plafond<br />NO.<br />Fungsi<br />Ruang<br />Lebar<br />Mini<br />mal<br />(m)<br />Pan<br />jang<br />(m)<br />Luas<br />Mini<br />mal<br />(m2)<br />Min.<br />(m)<br />Ratarata<br />(m)<br />1 Tidur<br />ñ Induk<br />ñ Anak<br />2,4<br />2,1<br />6,2<br />14,85<br />(total)<br />2,4<br />2,4<br />2,4<br />2,4<br />2 Duduk 2,4 3,0 7,20 2,4 2,7<br />3 Makan 2,4 3,0 7,20 2,4 2,7<br />4 Duduk & Makan 2,4 5,1 12,24 2,4 2,7<br />5 Dapur 1,5 1,8 2,70 2,4<br />6 Mandi 0,9 2,4 2,16 2,0<br />7 Kakus/wc 0,9 1,5 1,35 2,0<br />8 Mandi & Kakus<br />ñ Segi 4<br />ñ Memanjang<br />1,5<br />0,9<br />1,5<br />3,0<br />2,25<br />2,70<br />2,0<br />2,0<br />9 Gudang<br />(khusus T.70)<br />0,9 2,0 1,8 2,4<br />Sumber : ( BTN, 1991 : 42)<br />Batasan luas minimal kamar mandi (km) dan kakus (wc) pada tabel adalah<br />2.25 m2, sedangkan dari buku standar Spesifikasi Matra Ruang Rumah Tinggal,<br />dimensi minimal ruang untuk km/wc dapat lebih kecil yaitu = 1.20 m x 1.60 m =<br />1,92 m2 (LPMB. DPU, 1989 : 9).<br />Tabel 3. Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan<br />Rumah Sederhana Sehat<br />Luas (m2) untuk 3 jiwa Luas (m2) untuk 4 jiwa<br />Luas Lahan Luas Lahan<br />Standar<br />per jiwa (m2) Unit<br />Rmh Min Efektif Ideal<br />Unit<br />Rmh Min Efektif Ideal<br />Ambang batas<br />7,2<br />21,6<br />60<br />72 - 90<br />200<br />28,8<br />60<br />72 - 90<br />200<br />Indonesia<br />9,0<br />27,0<br />60<br />72 - 90<br />200<br />36,0<br />60<br />72 - 90<br />200<br />Internasional<br />12,0<br />36,0<br />60<br />--<br />--<br />48,0<br />60<br />--<br />--<br />Sumber : (Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, Anonim, : 6)<br />d. Tumbuh<br />Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990 : 968) “Tumbuh adalah timbul, hidup<br />atau berkembang tambah besar atau tambah sempurna.<br />37<br />Dalam konteks bangunan, rumah tumbuh adalah suatu bangunan dimana<br />luas lantainya bertambah baik bertambah secara horizontal maupun secara<br />vertikal. Oleh karena itu rumah tumbuh dapat di golongkan dalam 2 (dua) macam<br />pertumbuhan, yaitu :<br />1) Rumah tumbuh secara horizontal<br />Yaitu rumah dengan pembangunan bertahap, diawali dengan ruang<br />serbaguna dan km/wc, kemudian sesuai perkembangan kemampuan pemilik<br />pembangunan dilanjutakan dengan menambah 1 atau 2 ruang secara horizontal<br />seperti ruang tidur atau ruang lain yang menjadi prioritas kebutuhan. Demikian<br />seterusnya sampai batas sempurna (optimal luas lantai) dan sesuai dengan<br />kebutuhan ruang yang diperlukan keluarga.<br />2) Rumah tumbuh secara vertikal<br />Yaitu rumah dengan pembangunan bertahap, diawali dengan pembangunan<br />lantai satu dan kemudian sesuai perkembangan kemampuan pemilik, selanjutnya<br />dibangun lantai 2 (dua) untuk memenuhi kebutuhan ruang fungsional keluarga.<br />Biasanya rumah tinggal berlantai lebih dari satu sebagai upaya mensiasati<br />kebutuhan ruang banyak sementara luas lahan terbatas, bahkan di perkotaan selain<br />luas lahan terbatas, juga harga lahan per m2 sangat mahal. Sedang di di sebagian<br />wilayah Daerah Ibu Kota Jakarta rumah tingkat selain upaya mensiasati seperti<br />tersebut diatas juga bermanfaat untuk penyelamatan diri dari kebanjiran yang<br />datang setiap tahun di musin hujan.<br />Dalam penelitian ini rumah sederhana tumbuh dimaksudkan tumbuh<br />secara horizontal dengan batasan tertentu. Batasan luas lantai rumah sederhana<br />tumbuh adalah maksimal lebih kurang 70 m2, sedang luas lahan sesuai dengan<br />letak bangunan (pusat kota, pinggiran kota), harga per m2 masing-masing daerah<br />berbeda serta studi kemampuan konsumen sebagai khalayak sasaran.<br />e. Struktur Beton<br />1) Struktur<br />38<br />Menurut Edward G. Nawy (1990 : 60) “Setiap struktur merupakan<br />perpaduan antara arsitektur dan teknik (rekayasa) sehingga memenuhi fungsi<br />tertentu. Bentuk dan fungsi sangat erat kaitanya dan sistem struktur yang terbaik<br />adalah salah satu yang paling dapat memenuhi kebutuhan calon pemakai di<br />samping serviceable, menarik dan menghemat biaya dari segi ekonomi.”<br />Struktur adalah perpaduan antara beberapa komponen yang membentuk<br />suatu sistem yang bekerja bersamaan dalam suatu sistem struktur yang<br />menyeluruh. Secara garis besar komponen-komponen untuk bangunan yaitu sloof,<br />kolom, balok, dinding dan pondasi.<br />2) Beton<br />Beton merupakan bahan bangunan yang pada saat ini banyak dipakai di<br />Indonesia, selain bahan kayu dan baja. Mudah dikerjakan, dan biaya yang cukup<br />terjangkau merupakan suatu pertimbangan yang banyak digunakan untuk<br />memakai bahan ini.<br />Menurut pendapat Kardiyono Tjokrodimulyo (1996 : 1) : “Beton diperoleh<br />dengan cara mencampurkan semen portland, air dan agregat (dan kadang –<br />kadang bahan tambah yang bervariasi mulai dari bahan kimia tambahan, serat,<br />sampai bahan buangan non-kimia)”.<br />Tata cara dalam perencanaan struktur beton menurut SK-SNI 03.XXX.2002<br />untuk komponen struktur beton pracetak yaitu :<br />1) Perencanaan komponen struktur beton pracetak dan sambungannya<br />harus mempertimbangkan semua kondisi pembebanan dan kekangan<br />deformasi mulai dari saat pabrikasi awal, hingga selesainya pelaksanaan<br />struktur, termasuk pembongkaran cetakan, penyimpanan, pengangkutan<br />dan pemasangan.<br />2) Apabila komponen struktur pracetak dimasukkan ke dalam sistem<br />struktural, maka gaya-gaya dan deformasi yang terjadi di dan dekat<br />sambungan harus diperhitungkan di dalam perencanaan.<br />3) Toleransi untuk komponen struktur pracetak dan elemen<br />penghubungnya harus dicantumkan dalam spesifikasi. Perencanaan<br />komponen pracetak dan sambungan harus memperhitungkan pengaruh<br />toleransi tersebut.<br />4) Hal-hal berikut harus ada di dalam dokumen kontrak atau gambar kerja<br />struktur beton pracetak.<br />39<br />a) Detail penulangan, sisipan, dan alat-alat bantu pengangkatan yang<br />diperlukan untuk menahan beban-beban sementara yang timbul<br />selama proses penanganan, penyimpanan, pengangkutan, dan ereksi.<br />b) Kuat beton perlu pada umur yang ditetapkan, atau pada tahapantahapan<br />konstruksi.<br />Menurut SK-SNI 03.XXX.2002, beton bertulang yaitu “beton yang<br />ditulangi dengan luas dan jumlah tulangan yang tidak kurang dari nilai minimum,<br />yang disyaratkan dengan atau tanpa prategang, dan direncanakan berdasarkan<br />asumsi bahwa kedua material bekerja bersama-sama dalam menahan gaya yang<br />bekerja”<br />Struktur beton adalah perpaduan beberapa segmen utama bangunan yang<br />bekerja bersama dalam satu sistem konstruksi bangunan, dengan menggunakan<br />bahan dasar utama dari beton, dan bahan pendukung lainnya.<br />f. Pra Pabrikasi<br />Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 957) Pra artinya “sebelum”,<br />dan (2002 : 915) pabrikasi artinya “pembuatan barang dengan standar tertentu<br />secara besar-besaran (dalam pabrik)”. Dalam konteks perencaaan rumah tumbuh<br />ini pra pabrikasi adalah suatu rencana yang dibuat untuk segmen-segmen<br />bangunan seperti sloof, kolom, balok, dan dinding sebelum dibuat secara besar /<br />banyak<br />Menurut Muhammad Sany Roychansyah dalam tulisannya di<br />BeritaIptek.com/tgl 18 November 2006 :<br />“Rumah Pra Pabrikasi adalah rumah yang kontruksi pembangunannya cepat<br />karena menggunakan modul hasil pabrikasi industri (pabrik). Komponenkomponennya<br />dibuat dan sebagian dipasang oleh pabrik (off site). Setelah<br />semuanya siap, kemudian diangkut ke lokasi, disusun kembali dengan cepat,<br />sehingga tinggal melengkapi utilitas (utility) serta pengerjaan akhir (finishing).”<br />Dengan demikian, beberapa manfaat seperti waktu konstruksi yang cepat,<br />lingkungan pembangunan yang lebih bersih, dan biaya yang lebih murah, dapat<br />diraih. Sedangkan kendala pra-pabrikasi komponen bangunan rumah adalah<br />keterbatasan keleluasaaan pengembangan desain. Namun ini tidak mengurangi<br />minat pasar untuk terus menggunakannya.<br />40<br />Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto (1992 : 11), mengemukakan “tujuan<br />dilakukan pabrikasi ini adalah untuk menghemat pengeluaran biaya pembangunan<br />rumah dan gedung, baik dalam hal penggunaan bahan bangunan maupun waktu<br />pemasangan dan penggunaan tenaga kerja”.<br />Segmen-segmen seperti sloof, kolom, dan balok merupakan suatu rangkaian<br />dari rangka bangunan. Rangka beton pracetak sangat cocok untuk digunakan pada<br />bangunan satu lantai dan diterapkan pada bangunan rendah.<br />R. Chudley (1988 : 300) mengemukakan keuntungan dan kerugian dari<br />rangka beton yang diproduksi secara pabrikasi , yaitu:<br />Keuntungan :<br />1) Rangka beton diproduksi dibawah pengawasan / kontrol pabrik sehingga<br />dihasilkan produk seragam dan dua hal yang diutamakan yaitu kualitas dan<br />ketelitiannya (akurasi).<br />2) Pembuatan secara massal atau dicetak secara berulang-ulang bisa<br />menurunkan harga atau ongkos pembuatan.<br />3) Karena pembuatan dilakukan di suatu lokasi pekerjaan tertentu, maka tidak<br />mengganggu pada ruang kerja pada lokasi pekerjaan.<br />4) Rangka dapat dipasang dalam keadaan cuaca dingin dan secara umum dapat<br />dilakukan oleh tenaga setengah ahli.<br />Kerugian :<br />1) Walaupun suatu rangka tersedia dalam bebagai jumlah dan ukuran,<br />kekurangan dari sistem ini adalah fleksibelitas rancangan dari tempat<br />pembuatan rancangan rangka.<br />2) Perencanaan lokasi pekerjaan dibatasi oleh pengiriman dari pabrik,<br />perencanaan pembongkaran, dan kebutuhan yang tersedia.<br />3) Pengangkutan dari pabrik dengan tipe dan ukuran yang tidak sesuai dengan<br />persyaratan normal yang mungkin dibutuhkan oleh suatu metode konstruksi<br />tradisional.<br />2. Tinjauan Fungsi Ruang dan Sifat Kegiatan<br />a. Tinjauan Fungsi Ruang<br />1) Teras. Mengingat fungsi teras sebagai sarana berkomunikasi dengan<br />publik maka teras menjadi komponen penting yang perlu untuk dilengkapi<br />atau disediakan. Teras juga berfungsi sebagai zona antara atau zona<br />transisi antara ruang dalam (bangunan) dan ruang luar (halaman).<br />2) Ruang tamu. Fungsi ruang tamu adalah sebagai tempat untuk menerima<br />tamu. Ruang tamu dapat digunakan untuk kegiatan lain menurut kebiasaan<br />41<br />pemilik rumah, misalnya untuk mengadakan perjamuan dirumah, dan<br />sebagainya.<br />3) Ruang Makan. Fungsi pokok ruang makan adalah tempat makan pemilik<br />rumah yang digunakan secara rutin setiap hari. Bentuk dan ukuran ruang<br />makan sedapat mungkin direncanakan dapat menampung minimal jumlah<br />anggota keluarga.<br />4) Ruang keluarga/ruang rekreasi, berfungsi sebagai ruang santai keluarga<br />misalnya untuk nonton TV, mendengarkan musik, dan lain-lain.<br />5) Ruang belajar/ruang kerja. Ruang belajar dan ruang kerja dapat dipisahkan<br />dan fungsinya sebagai tempat membaca, menulis dan sejenisnya. Dalam<br />kaitan fungsinya sebagai tempat belajar dan bekerja maka perlu untuk<br />ditempatkan ditempat yang tenang.<br />6) Ruang tidur adalah tempat untuk beristirahat penuh (tidur). Maka ruang<br />tidur harus bebas dari gangguan suara-suara bising, udara panas, lembab,<br />agar menjadi tempat istirahat yang sebaik-baiknya. Usaha untuk<br />menghindari gangguan-gangguan tersebut dapat dengan cara penempatan<br />ruang tidur pada area tenang.<br />7) Kamar mandi. Kamar mandi diletakkan didekat kamar tidur, karena mandi<br />merupakan kegiatan pribadi yang rutin setelah tidur atau setelah pulang<br />kerja. Mengingat sifat kamar mandi yang selalu basah, udara lembab dan<br />dapat menimbulkan bau yang kurang sedap, maka kamar mandi harus<br />memiliki ventilasi untuk mengeluarkan udara tidak sedap dan<br />memasukkan udara segar dan penerangan yang cukup<br />8) Ruang dapur. Fungsi pokok dapur adalah sebagai tempat kerja untuk<br />mempersiapkan makanan dan minuman, seperti memasak yang<br />membutuhkan penerangan dan menimbulkan asap, bau-bauan serta<br />biasanya termasuk kegiatan cuci-mencuci atau basah, maka dapur<br />hendaknya memiliki ventilasi untuk mengeluarkan bau-bauan,<br />memasukkan udara segar dan penerangan yang cukup. Mengingat<br />makanan dan minuman berhubungan erat dengan faktor kesehatan maka<br />dapur harus selalu bersih dan rapi.<br />42<br />9) Ruang penyimpanan (gudang). Ruang penyimpanan dapat direncanakan<br />pada setiap ruangan yang memerlukan dalam bentuk ruang atau lemari<br />penyimpanan. Dengan demikian barang-barang yang disimpan<br />berhubungan dengan kebutuhan / perlengkapan ruang yang bersangkutan<br />sehingga sewaktu-waktu dapat dengan mudah mencarinya.<br />10) Garasi, berfungsi sebagai tempat penyimpanan kendaraan bermotor,<br />konsekuensi dari hal tersebut suhu di dalam garasi panas dan kotor<br />(mengandung gas yang kurang baik untuk kesehatan). Mengingat sifat<br />tersebut maka garasi harus diletakkan berjauhan dengan ruang tidur,<br />sehingga udara panas dan kotor dan suara bising yang terdapat digarasi<br />tidak mengganggu kenyamanan dan kesehatan ruang tidur yang berfungsi<br />sebagai tempat beristirahat.<br />b. Tinjauan Sifat Kegiatan<br />Setelah kita mengetahui fungsi-fungsi masing-masing ruangan maka dapat<br />dikelompokkan ruangan-ruang tersebut berdasarkan sifat kegiatan yang dilakukan<br />di ruangan tersebut, yaitu :<br />1) Ruang publik<br />Ruang publik atau ruang umum seperti jalan lingkungan dan fasilitas<br />bersama lingkungan perumahan seperti fasilitas bermain, taman lingkungan atau<br />ruang terbuka hijau, dan sebagainya.<br />2). Ruang semi publik<br />Yaitu ruang transisi antara ruang umum dengan ruang privat seperti teras<br />rumah tinggal. Ruang ini menampung kegiatan yang bersifat semi umum karena<br />sudah masuk ke dalam pekarangan milik penghuni rumah, tetapi masih bisa<br />dilihat oleh banyak orang, dan juga digunakan sebagai sarana untuk sosialisasi<br />dengan orang sekitar.<br />2) Ruang semi privat<br />Ruang semi privat yaitu ruang antara atau transisi antara ruang semi umum<br />dengan ruang privat, serta ruang tamu, ruang makan dan ruang keluarga. Ruang<br />tamu yang tadinya digunakan untuk menerima tamu, maka masih berhubungan<br />43<br />dengan banyak orang, begitu juga dengan ruang keluarga tempat berkumpulnya<br />keluarga dan sanak kerabat yang berkunjung. Kegiatan yang terjadi diruang<br />makan juga sifatnya semi privat (masih melibatkan banyak orang). Ruang semi<br />privat menampung kegiatan yang sifatnya mengarah ke privat.<br />3) Ruang privat<br />Ruang privat ini yaitu ruang kamar tidur, dan kamar mandi/WC. Karena<br />dalam kamar tidur kita menggunakan kegiatan yang bersifat personal/pribadi, dan<br />secara kegaiatn pasangan suami dan istri. Sedangkan kamar mandi/WC kegiatan<br />yang dilakukan disini bersifat pribadi. Artinya kegiatan yang dilakukan diruangan<br />ini menuntut privasi tinggi.<br />4) Ruang layanan<br />Ruang layanan yaitu ruang dapur, tempat mencuci garasi, dan gudang yang<br />mana kegiatan-kegiatan yang terjadi di tempat-tempat itu sifatnya untuk melayani<br />penghuni rumah, misalnya masak, mencuci, penyimpanan barang, penyimpanan<br />kendaraan, dan lain sebagainya.<br />3. Kesehatan dan Kenyamanan<br />Syarat yang penting untuk kesehatan dan kenyamanan adalah<br />mempertahankan keseimbangan panas (thermal) antara tubuh dengan lingkungan.<br />Ini mencakup pemeliharaan perubahan suhu tubuh sekecil mungkin meskipun<br />terjadi perubahan suhu yang besar pada lingkungan sekitarnya (luar).<br />Tercapainya keseimbangan panas, tergantung pada beberapa faktor:<br />a. Faktor perorangan: aktifitas yang dilakukan dan pakaian yang dikenakan.<br />b. Faktor-faktor lingkungan: radiasi matahari (pencahayaan), aliran udara<br />(penghawaan), suhu dan kelembaban udara.<br />c. Berat badan.<br />Dalam kajian ini faktor perorangan dan berat badan tidak akan menjadi<br />dasar perencanaan, yang akan menjadi pertimbangan faktor-faktor lingkungan,<br />yaitu mengenai pencahayaan, penghawaan, suhu dan kelembaban udara.<br />44<br />a. Pencahayaan.<br />Pencahayaan dalam ruang dibutuhkan untuk memberikan penerangan atau<br />pencahayaan yang dibutuhkan sesuai dengan tuntutan kegiatan yang berlangsung<br />dalam ruang tersebut. Penerangan dalam ruang dapat diperoleh dari:<br />1) Penerangan alami<br />Untuk dapat menghemat energi secara optimal, maka suatu bangunan pada<br />siang hari dengan cuaca cerah tidak berawan seyogyanya memanfaatkan secara<br />optimal sinar matahari yang ada. Penerangan alami siang hari yang sampai pada<br />suatu titik di dalam bangunan terdiri dari cahaya yang datang langsung dari langit,<br />ditambah cahaya yang datang pada titik itu setelah mengalami refleksi dari<br />permukaan di luar dan didalam bangunan.<br />Cahaya langsung matahari dan refleksinya dapat juga sampai pada titik<br />tersebut, akan tetapi sebaiknya cahaya matahari langsung dihindari masuk ke<br />dalam ruangan karena dapat menimbulkan penyilauan dan pemanasan ruangan.<br />Kecuali pada pagi hari, cahaya matahari langsung sering dikehendaki masuk ke<br />dalam ruangan untuk tujuan kesehatan.<br />Faktor pengaruh terhadap kondisi ini adalah bagian-bagian bangunan dan<br />sifat-sifat fisis bangunan seperti:<br />a) Ukuran dan posisi lubang cahaya;<br />b) Lebar teritis;<br />c) Faktor refleksi permukaan dalam dan luar bangunan; dan<br />d) Jarak antar bangunan.<br />Cahaya efektif dapat diperoleh dari pukul + 06.30 sampai dengan + 17.00<br />sore, sebagai patokan kasar lubang dinding untuk pencahayaan minimum 10 %<br />dari luas lantai.<br />2) Penerangan buatan<br />Penerangan buatan adalah penerangan ruang yang umumya menggunakan<br />energi listrik. Kualitas pencahayaan yang dibutuhkan dalam ruangan ditentukan :<br />a) Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan mata;<br />45<br />b) Lamanya waktu kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan mata;<br />c) Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusanm jenis pekerjaan.<br />Kebutuhan cahaya setiap orang berbeda-beda tergantung pada :<br />a) Usia<br />b) Ukuran obyek yang dilihat<br />c) Tingkat ketelitian / kesulitan pekerjaan yang dilakukan<br />Jadi cahaya yang datang dari sumber cahaya akan digunakan untuk tiga hal<br />yaitu kerja, membaca, dan estetika. Hubungan dari tingkat pencahayaan dan usia<br />dari yang membutuhkan cahaya dapat digambarkan dalam grafik dibawah ini :<br />Gambar 1. Grafik Hubungan Tingkat Pencahayaan dan Umur Manusia<br />Sumber : (Bambang Tri dan Richard Tamon, 2007 : 35)<br />Tingkat pencahayaan ditentukan dari umur. Orang yang berumur 60 tahun<br />membutuhkan 15 x lebih banyak cahaya dibanding anak 10 tahun.<br />Titovianto (Direktorat Energi Baru dan Terbarukan) menyatakan “setiap<br />ruang mempunyai tingkat pencahayaan atau iluminasi yang standar yang<br />dirasakan nyaman dan sesuai kebutuhan”. Hal ini ditunjukkan dalam daftar<br />berikut ini :<br />46<br />Tabel 4. Tingkat Pencahayaan Rata-rata Pada Ruang<br />Fungsi Ruang Tingkat Pencahayaan (Lux)<br />Teras 60<br />Ruang tamu 120-250<br />Ruang makan 120-250<br />Ruang kerja 120-250<br />Ruang tidur 120-250<br />Kamar mandi 250<br />Dapur 250<br />Garasi 60<br />Sumber : (SNI 03-6197-2000)<br />Tingkat pencahayaan atau iluminasi adalah fluks luminus yang datang pada<br />permukaan atau hasil bagi antara fluks cahaya dengan luas permukaan yang<br />disinari, dinyatakan dengan Lux.<br />b. Penghawaan.<br />Penghawaan dalam bangunan diperoleh melalui ventilasi. Ventilasi adalah<br />pertukaran udara secara bebas dalam ruangan atau dapat pula diartikan sebagai<br />lubang tempat udara dapat keluar masuk secara bebas.<br />Fungsi ventilasi bangunan adalah:<br />1) Ventilasi untuk memenuhi kebutuhan kesehatan, meliputi penyediaan<br />oxigen (O2) untuk pernafasan, pencegahan konsentrasi tinggi gas CO2,<br />asap dan gas-gas lain yang berbahaya, pencegahan konsentrasi bakteribakteri<br />dan peniadaan bau.<br />2) Ventilasi untuk memenuhi kebutuhan kenyamanan thermis, meliputi<br />pemindahan panas keluar ruangan, membantu penguapan dan<br />pendinginan sekitar bangunan.<br />Ventilasi untuk kebutuhan kesehatan tidak tergantung keadaan cuaca,<br />sedangkan ventilasi untuk memenuhi kenyaman thermis sangat tergantung pada<br />keadaan cuaca. Hal ini akan mempengaruhi perencanaan lubang ventilasi yang<br />bukaannya dapat diatur sesuai dengan kondisi di luar bangunan.<br />Menurut R.M. Soegyanto, (1981: 246) :<br />Kebutuhan ventilasi untuk kesehatan dipengaruhi volume ruangan perpenghuni,<br />demikian juga umur penghuni dimana anak-anak memerlukan lebih<br />47<br />banyak udara segar dari pada orang dewasa. Makin padat penghuni suatu<br />ruangan makin banyak pula kebutuhan udara segar. Untuk penghuni normal,<br />kebutuhan udara segar untuk kesehatan adalah antara 17 sampai 26 m3 perjam<br />perorang”. Sedangkan patokan kasar lubang ventilasi untuk penghawaan<br />minimal 5 % dari luas lantai.<br />c. Suhu dan kelembaban udara.<br />Dr. Ing. Georg Lippsmeier. (1994) “Rumah dinyatakan sehat dan nyaman,<br />apabila suhu dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia<br />normal. Suhu udara yang nikmat untuk tubuh manusia berkisar 70oF/21oC sedang<br />kelembaban udara yang nikmat untuk tubuh manusia sekitar 40 – 70 %”<br />Suhu dan kelembaban udara di dalam ruang sangat dipengaruhi penghawaan<br />dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan mengakibatkan<br />ruang terasa pengab atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi<br />dalam ruang.<br />4. Utilitas Bangunan Rumah Tinggal<br />a. Air bersih<br />Tujuan terpenting dalam sistem penyediaan air adalah menyediakan air<br />bersih. Penyediaan air minum dengan kualitas yang tetap baik merupakan prioritas<br />utama. Menurut Soufyan, MN dan Takeo, M (1984 : 49) “pemakaian rata-rata per<br />orang setiap hari untuk sebuah rumah biasa adalah 160 l – 250 l dengan jangka<br />waktu pemakaian antara 8 – 10 jam dan perbandingan luas lantai efektif/total<br />50%-53%.<br />Sistem air bersih menggunakan sistem sambungan langsung. Dalam sistem<br />ini pipa distribusi dalam rumah disambung langsung dengan pipa utama<br />penyediaan air bersih (misalnya pipa utama dibawah jalan dari perusahaan<br />penyedia air minum). Sebagai contoh dapat dilihat dalam gambar dibawah ini :<br />48<br />Gambar 2. Sistem Sambungan Langsung<br />Sumber (Soufyan, MN dan Takeo, M, 1984 : 33)<br />b. Air kotor<br />Menurut Soufyan, MN dan Takeo, M. (1984 : 169) “Air buangan, atau<br />sering pula disebut air limbah adalah semua cairan yang dibuang baik yang<br />mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan, maupun yang<br />mengandung sisa proses dari industri”.<br />Soufyan, MN dan Takeo, M. (1984 : 169) membagi air buangan menjadi<br />empat golongan yaitu :<br />1) Air kotor : air bungan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet, dan air<br />buangan mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat plambing<br />lainnya.<br />2) Air bekas : air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya seperti<br />bak mandi (bath tub), bak cuci tangan, bak dapur dan sebagainya.<br />3) Air hujan : dari atap, halaman dan sebagainya.<br />4) Air buangan khusus : yang mengandung gas, racun, atau bahan-bahan<br />berbahaya seperti berasal dari pabrik, air buangan dari laboratorium, tempat<br />pengobatan, tempat pemeriksaan di rumah sakit, rumah pemotongan hewan,<br />air buangan yang bersifat radioaktif atau mengandung bahan radioaktif yang<br />dibuat dari Pusat Listrik Tenaga Nuklir atau laboratorium penelitian atau<br />pengobatan yang menggunakan bahan radioaktif. Air buangan yang<br />mengandung banyak lemak yang berasal dari restoran, akhir-akhir ini<br />menjadi masalah dan dimasukkan dalam kelompok ini karena banyak<br />mengandung heksan.<br />49<br />Soufyan, MN dan Takeo, M.(1984 : 171) mengemukakan Sistem<br />pembuangan air kotor yang digunakan secara umum ada dua yaitu sistem<br />campuran dan sistem terpisah.<br />1) Sistem campuran, yaitu sistem pembuangan dimana air kotor dan air bekas<br />dikumpulkan dan dialirkan ke dalam satu saluran.<br />2) Sistem terpisah yaitu sistem pembuangan dimana air kotor dan air bekas<br />masing-masing dikumpulkan dan dialirkan secara terpisah. Untuk daerah<br />dimana tidak tersedia riol umum yang dapat menampung air bekas maupun<br />air kotor, maka sistem pembuangan air kotor akan disambungkan ke<br />instalasi pengolahan air kotor terlebih dahulu.<br />c. Elektrikal (Intalasi listrik)<br />Pada sistem instalasi listrik tidak jauh berbeda dengan sistem pada rumah<br />umumnya. Hal yang diutamakan dalam perencanaan instalasi listrik adalah<br />pemenuhan kebutuhan penerangan sesuai dengan kegiatan yang dilakukan pada<br />ruang tersebut serta pada waktu malam hari dan tersedianya tenaga listrik untuk<br />menunjang kegiatan yang dilakukan di rumah RST. Kegiatan yang memerlukan<br />tenaga listrik misalnya menyetrika, memompa air, mencuci (dengan mesin cuci),<br />menonton televisi, belajar dan lain sebagainya.<br />Menurut Mista (2006: 97), dalam pemasangan komponen listrik seperti stop<br />kontak, kabel, titik lampu dan saklar pada rumah tinggal umumnya yaitu :<br />Penentuan letak dimulai dari atas lantai. Umumnya instalatir ada yang<br />memasangnya dengan ketinggian 30-50 cm dari lantai. Hal tersebut<br />dilakukan agar kabel peralatan eletkronik tidak terlihat menggantung pada<br />dinding. Kabel yang menggantung dapat mengurangi keindahan. Akan<br />tetapi ada juga pemilik rumah yang menghendaki letaknya 100-150 cm dari<br />lantai agar tidak mudah digapai anak-anak.<br />Mista (2006: 99), menguraikan juga mengenai pemasangan dan penempatan<br />peralatan-peralatan elektrikal yang lainnya, yaitu :<br />Setelah dinding dibobok dan pipa PVC selesai dipasang, mulailah kabelkabel<br />dimasukkan. Pasang semua kabel pada jalur utama dari ujung pipa<br />pertama sampai ujung pipa yang paling akhir. Untuk pemasangan sakelar<br />tunggal, masukkan dua buah kabel merah/positif (+) ke dalam pipa. Untuk<br />pemasangan sakelar ganda, masukkan tiga buah kabel merah/positif (+) ke<br />dalam pipa. Untuk pemasangan stop kontak, masukkan sekaligus kabel tiga<br />50<br />warna (+/-/0) ke dalam pipa. Untuk pemasangan kabel arde/ground atau nol<br />(0), terlebih dahulu tanamkan pipa besi ke dalam tanah sedalam-dalamnya.<br />Bila memungkinkan sampai bertemu dengan air. Pipa besi yang ada di<br />permukaan tanah dihubungkan dengan kabel arde. Setelah itu, amankan<br />permukaannya dengan bahan plastik lalu dicor dengan adukan semen-pasir.<br />Pemasangan kabel meter dari PLN dilakukan oleh petugas PLN.<br />Untuk lebih jelasnya mengenai uraian diatas dapat dilihat pada gambar<br />dibawah ini :<br />Gambar 3. Jalur Kabel Utama<br />Sumber (Mista, 2006 : 99)<br />Gambar 4. Sistem Pemasangan Saklar Tunggal<br />Sumber (Mista, 2006 : 100)<br />51<br />Gambar 5. Sistem Pemasangan Saklar Ganda<br />Sumber (Mista, 2006 : 100)<br />Gambar 6. Sistem Pemasangan Stop Kontak<br />Sumber (Mista, 2006 : 101)<br />Gambar 7. Sistem Pemasangan Fitting<br />Sumber (Mista, 2006 : 101)<br />52<br />Gambar 8. Sistem Pemasangan Kabel Arde<br />Sumber (Mista, 2006 : 102)<br />Gambar 9. Sistem Pemasangan Kabel Rumah Sekring Ke Meter PLN<br />Sumber (Mista, 2006 : 102)<br />53<br />B. Hasil Pengembangan Rumah Sederhana Tumbuh yang Relevan<br />1. Pembangunan Rumah dengan Sistem RISHA.<br />Dalam Publikasi rubrik Properti di Kompas Cyber Media (KCM) Jum’at 28<br />Januari 2005 :<br />Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman di Cileunyi, Bandung.<br />Telah mengembangkan sebuah konsep dasar pembangunan rumah<br />sederhana dengan sistem Risha adalah ringan, dapat dengan cepat dibangun,<br />bisa dibongkar pasang, dan komponennya dapat diproduksi oleh usaha kecil<br />menengah. Sistem ini juga bisa menurunkan biaya konstruksi, khususnya<br />untuk rumah sederhana. Pada acara peluncuran teknologi pembangunan<br />rumah dengan sistem Risha di Cileunyi tanggal 20 Desember 2004, biaya<br />untuk membangun rumah sederhana dengan sistem ini hanya Rp 500.000<br />per meter persegi.<br />Dengan begitu, kalau masyarakat berpenghasilan rendah ingin membangun<br />rumah sederhana tipe 21 dengan menggunakan sistem Risha, mereka cukup<br />mengeluarkan dana sebesar Rp 10,5 juta (untuk daerah Bandung dan<br />sekitarnya). Rumah ini juga bisa dibangun secara horizontal maupun<br />vertikal.<br />Risha terdiri atas tiga komponen utama, yakni komponen struktural, pengisi,<br />dan komponen utilitas. Bagi masyarakat yang ingin mengubah penampilan<br />rumahnya setiap tahun, Risha juga dapat direkayasa ulang karena dapat<br />dibongkar pasang tanpa harus membuang material yang telah digunakan dan<br />dapat dimanfaatkan kembali untuk rancangan atau desain lain yang<br />diinginkan.<br />Selain itu, dalam pengerjaannya, sistem Risha juga tidak memerlukan<br />waktu lama dan hanya membutuhkan sedikit tenaga. "Itu sebabnya moto<br />dalam pembangunan Risha adalah pagi pesan, sore huni," . Jika kita<br />memesan satu unit Risha pagi hari, maka hanya dalam waktu lebih kurang<br />delapan jam, rumah sudah akan berdiri dan siap dihuni sore harinya.<br />Berbagai komponen yang digunakan juga tergolong ringan dan dapat<br />dikerjakan oleh tiga orang saja. Yang bisa merakit komponen Risha bisa<br />pengusaha usaha kecil menengah (UKM) maupun pengembang yang akan<br />membangun RSH. Komponen yang digunakan dalam sistem Risha relatif<br />ringan. Komponen struktural Panel 1 berukuran 1,20 x 30 sentimeter dan<br />memiliki berat kurang dari 50 kilogram.<br />Komponen tersebut ringan dan dapat diproduksi oleh masyarakat dalam<br />bentuk industri rumah dan UKM. Adapun untuk menghubungkan satu<br />komponen dengan yang lainnya digunakan baut (join kering). Untuk<br />komponen struktur memakai beton bertulang yang dicetak di atas cetakan<br />baja. "Pembuatan cetak baja relatif mudah dengan menggunakan baja profil<br />kanal 10.<br />54<br />Seluruh komponen utama Risha terdiri atas tiga komponen struktur, tiga<br />komponen partisi, dan tiga komponen kuda-kuda dengan pondasi dan sloof<br />yang dipabrikasi. Rangka struktur terdiri atas tiga komponen, yaitu dua<br />panel struktur dan satu simpul, sedangkan konstruksinya dibuat dari beton<br />bertulang dengan tulangan utama diameter 8 milimeter dan sengkang<br />diameter 6 milimeter.<br />Demikian pula simpul, terbuat dari beton bertulang yang diperkuat oleh<br />pelat baja pada bagian sambungannya, sedangkan panel dengan panel atau<br />panel dengan simpul dihubungkan dengan baut berdiameter 12 sentimeter<br />yang diberi ring. Rangka struktur ini mampu menanggung beban rumah<br />Risha dengan dua lantai.<br />Rumah instan Risha dapat didirikan di atas lahan mana pun. Namun, pada<br />kondisi khusus seperti tanah lunak, pondasi harus disesuaikan dengan<br />keadaan tanah tersebut. Sedangkan dari segi kekuatan terhadap getaran,<br />rumah ini telah diuji dengan alat uji gempa. "Sejauh ini Risha dapat<br />dibangun pada daerah gempa sampai dengan zonasi enam.<br />Uji gempa juga dilakukan pada rumah sistem Risha dengan dua lantai di<br />Puslitbang Permukiman di Cileunyi. Selain melakukan pengujian terhadap<br />gempa, Risha juga sudah memenuhi ketentuan tentang sebuah rumah yang<br />sehat sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Permukiman dan<br />Prasarana Wilayah Nomor 403/KPTS/M/2002. Standar kesehatan sebuah<br />rumah antara lain harus memiliki sanitasi yang sehat dan ventilasi yang<br />mencukupi.<br />Gambar 10. Komponen Bangunan RISHA<br />Sumber (Arief Sabaruddin.2006 hal : 27)<br />55<br />2. Konsep Smart Modula<br />Dalam Publikasi rubrik Properti di Kompas Cyber Media (KCM) Jum’at 09<br />Juni 2006 :<br />Konsep rumah yang "diolah" ATMI lebih merupakan pengembangan rumah<br />tradisional nenek moyang kita. Rumah tradisional itu tidak memiliki<br />pondasi, tetapi didirikan di atas umpak. Dinding juga tidak menahan beban,<br />sedangkan yang menahan beban adalah struktur kolom dan pilar. Dari<br />konsep inilah lahir konstruksi Smart Modula yang mampu menahan<br />goncangan gempa hingga 8,3 skala Richter (gempa Nias).<br />Kekuatan utama diletakkan pada struktur kolom dan pilar baja. Kolom dan<br />pilar baja itu diikat dengan sistem ikatan baut yang masih memungkinkan<br />gerakan terkontrol sehingga gaya tekanan horizontal maupun vertikal bisa<br />diredam secara signifikan.<br />ATMI mencoba mengembangkan rumah rakyat yang sederhana, rapi, dan<br />tidak mahal. Rumah bisa rapi dan tidak mahal kalau sebagian besar sudah<br />disiapkan di pabrik. Istilahnya, bahan bangunan prefabrication, semua<br />dibuat presisi, sehingga mengurangi pembengkakan biaya. Konsep yang<br />kita pakai adalah rumah tumbuh untuk keluarga miskin. Kalau ada rezeki,<br />mereka bisa mengembangkan, entah ke samping kiri-kanan, atau ke<br />belakang, atau bahkan ke atas.<br />Bangunan yang disiapkan ATMI terdiri atas rumah untuk penduduk,<br />kompleks sekolah, poliklinik, unit sanitasi, stasiun radio, mushala,<br />perkantoran, dan sebagainya. Memang, rumah yang dikembangkan ATMI<br />adalah rumah kecil tipe 36 yang dinamakan "Rumah Smart Modula".<br />Rumah ini juga dimaksudkan untuk menjawab kebutuhan masyarakat<br />mendapatkan rumah dalam waktu cepat.<br />Perakitan dan penyelesaian rumah paling lama hanya membutuhkan waktu<br />satu minggu. Pembangunannya pun tidak membutuhkan tenaga ahli. Dengan<br />Gambar 11. Rumah Pra Pabrikasi RISHA<br />Sumber (Pikiran Rakyat 24 Maret 2006)<br />56<br />pelatihan sederhana, orang biasa juga mampu membangun rumah Smart<br />Modula.<br />Konsep dasar rumah Smart Modula adalah rumah prefabrication. Seluruh<br />komponen dasar rumah dibuat di pabrik sehingga mutu tinggi dan ketepatan<br />ukuran bisa dijamin. Kekuatan struktur rumah ini sudah diuji, dan tahan<br />terhadap angin kencang serta gempa bumi hingga 8,3 skala Richter.<br />Desain rumah Smart Modula pun dengan mudah dapat diubah sesuai selera<br />pemakai. Bahkan, rumah dapat dimodifikasi menjadi tempat pertemuan,<br />sekolah, tempat ibadah, dan sebagainya. Berbagai bagian rumah, seperti<br />pintu, jendela, genting, dan lantai dapat dipilih sesuai keinginan penghuni.<br />Yang tak kalah penting, rumah Smart Modula yang sudah didirikan dapat<br />dengan mudah dipindah ke tempat lain dalam waktu singkat.<br />Berapa harga rumah Smart Modula? Untuk rumah standar, harganya Rp 1,5<br />juta per meter persegi terpasang. Dengan demikian, harga satu rumah Smart<br />Modula tipe 36 adalah Rp 54 juta. Dan saat ini, pihak ATMI sudah memiliki<br />stok 50 rumah siap pasang, dan diperkirakan dua pekan lagi bisa ditambah<br />50 unit lagi. Untuk rumah tingkat, dengan metode yang sama. Hanya saja,<br />harganya berbeda, yaitu antara Rp 1,6 juta sampai Rp 1,7 juta per meter<br />persegi terpasang. dikarenakan kolom yang dipakai juga berbeda. Produk ini<br />sudah mendapat sertifikat internasional.<br />Gambar 12 : Tampak Depan Rumah Sederhana Tumbuh ATMI<br />57<br />3. Pelaksanaan Penyambungan/Pemasangan Rumah Pabrikasi<br />a. Bentuk sambungan/joint<br />a. RISHA (Simpul dengan mur dan baut)<br />Bentuk simpul dari RISHA dibawah ini berfungsi sebagai penghubung antar<br />panel pada hubungan sloof dan kolom, kolom dan balok, balok dan kuda-kuda<br />atau berfungsi sebagai pondasi.<br />Gambar 14. Bentuk Simpul Pertemuan Antar Sudut dari RISHA<br />Ikatan antara<br />komponen kolom<br />dengan balok<br />menggunakan<br />mur – baut.<br />Jaringan kabel<br />listrik kelihatan,<br />mengurangi<br />keindahan dan<br />keberishan ruang<br />Gambar 13. Ikatan / Simpul Antar Segmen<br />58<br />Seluruh komponen RISHA dihubungkan dengan penggunaan baut dan pelat.<br />Jenis baut yang digunakan adalah baut galvanis dengan berbagai ukuran. Untuk<br />sistem sambungan struktural digunakan baut berdiameter 14 mm. Sementara itu<br />sambungan antara panel struktur dengan panel pengisi (arsitektural) menggunakan<br />baut berdiameter 12 mm, sedangkan antara panel arsitektural menggunakan baut<br />berdiameter 10 mm. Komponen-komponen yang tidak dapat dihubungkan<br />langsung oleh baut bisa menggunakan sistem kancing. Sistem kancing tersebut<br />menggunakan pelat baja dengan tebal minimal 3 mm.<br />b. Bakrie Building Industries (Tounge and Groove)<br />Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini yaitu berupa dinding panel beton<br />moduler. Dinding panel beton ini menggunakan sistem sambungan “jantan” dan<br />“betina” atau tounge and groove, yang membuatnya mudah disambung dalam<br />berbagai bentuk pertemuan. Antara dinding dengan dinding, dinding dengan<br />lantai, maupun dinding dengan ring balk (balok atas). Bisa juga digunakan<br />sebagai partisi, baik untuk bangunan satu lantai, maupun bangunan bertingkat<br />tinggi.<br />Panel tersebut disambung dengan mortar perekat beton serta fibermesh tape<br />agar secara struktural lebih kuat. Kemudian di kedua sisi permukaan dindingnya<br />diberi acian setebal kira-kira 3 mm. Untuk joint pada lantai beton dan kolom<br />struktur, digunakan stek besi selain mortar perekat beton.<br />Gambar 15. Bentuk Sambungan “Jantan” dan “Betina”<br />59<br />b. Cara Pemasangan Rumah Pabrikasi<br />Secara umum untuk kegiatan pemasangan segmen dapat dilihat pada<br />gambar dibawah ini :<br />Gambar 16. Tipikal Aktivitas Dilokasi Pemasangan<br />Sumber : ( R. Chudley, 1988 : 300)<br />Mengingat segmen-segmen sloof, pondasi, kolom, dan dinding merupakan<br />suatu rangka yang terangkai dalam suatu struktur, maka diperlukan suatu<br />hubungan (koneksi) yang bisa menghubungkan dari masing-masing segmen<br />tersebut sehingga bisa berdiri dengan kokoh dan kuat.<br />1) Hubungan Pondasi dan Kolom<br />Menurut R. Chudley (1988 : 301) mengenai hubungan pondasi dan kolom,<br />yaitu :<br />“Metode yang lebih baik dalam menghubungkan pondasi dengan kolom<br />yaitu dengan menempatkan kolom dalam sebuah kotak pembalut dalam blok<br />pondasi beton bertulang yang sesuai untuk beban ringan sampai sedang.<br />Dimana beban-beban kolom yang berat berhadapan dengan pondasi beton<br />bertulang tersebut, dan mungkin diperlukan sebuah pelat penyangga untuk<br />bantalan pondasi beton bertulang dengan baut penekan ke bawah”.<br />60<br />Gambar 17. Detail Perletakan Kolom dalam Pondasi<br />Sumber : (R. Chudley, 1988 : 301)<br />2) Hubungan antar kolom<br />Menurut R. Chudley (1988 : 302) mengenai hubungan antar kolom, yaitu :<br />Kolom biasanya dicetak dalam suatu bentang dan bisa memanjang ke atas<br />sampai 4 lantai tingginya. Salah satu beton bertulang dengan tulangan penguat<br />atau beton prategang yang serasi dalam kondisi pembebannya. Jika hubungan<br />antar kolom telah memenuhi syarat kolom biasanya dibuat lantai tingkat ke<br />atas dengan hubungan balok dan kolom disusun dari pasak penghubung yang<br />sederhana sampai dengan yang kompleks termasuk beton pengisi”.<br />61<br />Gambar 18. Detail Perletakan Sambungan antar kolom<br />Sumber : (R. Chudley, 1988 : 302)<br />3) Hubungan Balok dengan Kolom<br />Menurut R. Chudley (1988 : 303) Seperti pada hubungan antar kolom tujuan<br />utama adalah untuk menyediakan /menghasilkan struktur yang berkelanjutan pada<br />tiap pertemuan. Ini biasanya berhasil dengan menggunakan satu atau dua metode<br />utama yaitu:<br />a) Memproyeksikan daerah sekitar pinggang sekitar kolom dengan sebuah<br />proyeksi dowel atau penahan yang melintang untuk lokasi penempatan<br />dan pengokohan.<br />62<br />b) Bahan-bahan perlengkapan baja yang biasanya dalam bentuk corbel<br />penulangan yang siku, dari kolom menyediakan palang dari pelat baja<br />untuk perletakan akhiran dari kolom<br />Gambar 19. Detail Perletakan Kolom dengan Balok<br />Sumber : (R. Chudley, 1988 : 303)<br />4) Hubungan Dinding (Panel) dengan Bagian Lainnya<br />Menurut Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto (1992 : 13) Penyambungan<br />dan pertemuan antar panel dilakukan sebagai berikut, yaitu :<br />a) Penyambungan panel arah horizontal maupun vertikal, dipilih bidang<br />permukaan antar panel yang mempunyai kehalusan sama dan dilakukan<br />secara rapat, lihat gambar 20;<br />63<br />Gambar 20. Detail Penyambungan Panel Arah Horizontal<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 13)<br />b) Pada arah horizontal, setiap maksimum 4 panel diberi kolom praktis, lihat<br />gambar 21;<br />Gambar 21. Perletakan Kolom Praktis Arah Horizontal<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 14)<br />64<br />c) Penyambungan panel arah vertikal menggunakan balok lantai seperti pada<br />gambar 22, atau menggunakan epoxy dan atau pelat baja seperti gambar<br />23 dan 24 bila dibuktikan bahwa dinding panel secara keseluruhan cukup<br />kuat;<br />Gambar 22. Perletakan Kolom Praktis Arah Vertikal<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 14)<br />Gambar 23. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Epoxy<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)<br />65<br />Gambar 24. Penyambungan antar Panel Arah Vertikal Menggunakan Pelat Baja<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)<br />d) Pertemuan antar panel harus menggunakan kolom praktis, lihat gambar<br />25, 26, dan 27.<br />Gambar 25. Pertemuan Siku<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)<br />66<br />Gambar 26. Pertemuan Pertigaan<br />Sumber : (Jurnal Penelitian Pemukiman, Dudung Kusmara dan Suhari<br />Mulyanto, 1992, hlm 15)<br />Gambar 27. Pertemuan Persilangan<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)<br />e) Hubungan antara panel dengan bagian bangunan lainnya dilakukan<br />sebagai berikut:<br />(1) Salah satu sisi balok beton pengisi panel sudah dicor dan menyatu<br />dengan balok pengikat bawah dan diberi tulangan minimum 6 mm,<br />sedangkan sisi lainnya dicor setelah panel terpasang, lihat gambar 28;<br />Gambar 28. Pertemuan Panel dan Balok Pengikat Bawah<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)<br />67<br />(2) Pada pertemuan panel dan balok pengikat bawah diberi adukan semen<br />pasir agar rapat, lihat gambar 28;<br />(3) Pada pertemuan panel dan balok pengikat atas, lubang panel diberi<br />angkur sedalam 10 cm sebanyak tiga buah tiap panel, lihat gambar 29.<br />Gambar 29. Pertemuan Panel dan Balok Pengikat Atas<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 15)<br />(4) Pertemuan panel dengan balok anak atau balok induk atau balok lantai,<br />pada bangunan bertingkat diberi plat siku tebal 1 mm dan dihubungkan<br />memakai paku beton atau fiser dengan meratakan dulu bagian panel<br />yang menonjol sepanjang plat, lihat gambar 30, dan 31;<br />Gambar 30. Pertemuan Dinding Ke Balok Anak<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)<br />68<br />Gambar 31. Pertemuan Dinding Ke Balok Lantai<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)<br />(5) Pertemuan panel dengan kusen dilakukan dengan menggunakan fiser,<br />lihat gambar 32, 33, dan 34;<br />Gambar 32. Pertemuan Panel dengan Kusen<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)<br />69<br />Gambar 33. Pertemuan Panel dengan Kusen<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 16)<br />Gambar 34. Pertemuan Panel dengan Kusen<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 :16)<br />70<br />(6) Panel diatas kusen dapat dipasang langsung untuk bentangan satu panel<br />dan diberi adukan perata di bawahnya lihat gambar 35;<br />Gambar 35. Pertemuan Panel dengan Kusen<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)<br />(7) Untuk bentangan kusen lebih dari dua panel harus menggunakan balok<br />lantai diatasnya seperti terlihat pada gambar 36;<br />Gambar 36. Pertemuan Panel dengan Kusen<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)<br />(8) Pertemuan panel dengan kolom struktur baja dan balok struktur baja<br />menggunakan angkur yang dilas sebelum pengecoran, lihat gambar 37<br />dan 38;<br />71<br />Gambar 37. Pertemuan dengan Kolom Struktur Baja<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)<br />Gambar 38. Pertemuan dengan Balok Struktur Baja<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)<br />(9) Pertemuan panel dengan balok struktur beton menggunakan plat baja<br />tebal minimal 2 mm seperti terlihat pada gambar 39.<br />Gambar 39. Pertemuan dengan Balok Struktur Beton<br />Sumber : (Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992 : 17)<br />72<br />f) Sementara lubang dan kait / joint dari segmen dinding seperti pada<br />gambar dibawah ini :<br />Gambar 40. Bentuk-bentuk Dinding<br />Sumber (Edward Allen tahun, 2002 : 298)<br />4. Bahan Bangunan<br />Mista (2006 : 81), menjelaskan mengenai kelebihan dan kekurangan<br />penggunaan bahan untuk bangunan, dalam hal ini dengan contoh rangka atap. Ini<br />juga berlaku untuk segmen struktur yang lainnya seperti kolom, sloof, balok, dan<br />dinding. Adapun kelebihan dan kekurangannya tertera dalam tabel 5.<br />Tabel 5. Perbandingan Bahan Rangka Atap<br />Bahan Keuntungan Kerugian<br />Kayu - Masih banyak diminati orang<br />- Bahan bisa diekspos<br />- Murah<br />- Dapat dibentuk secara fleksibel<br />- Mudah dalam pengerjaannya<br />- Mudah didapat ditoko<br />- Bebas ongkos kirim<br />- Bahan dapat digunakan ulang<br />- Jenis kayu tidak dapat<br />dijamin selalu sejenis<br />- Pengerjaan cukup lama<br />- Mudah termakan api<br />- Mudah diserang rayap<br />(ngengat)<br />- Usia pemakaian tidak dapat<br />bertahan lama<br />- Memerlukan perawatan<br />Beton - Dapat dibuat sesuai bentuk atap<br />- Daya tahan kuat<br />- Bisa diekspos<br />- Bebas perawatan<br />- Bahan tidak dapat dipakai<br />ulang, kecuali besinya<br />- Pengerjannya cukup lama<br />- Memerlukan plester, aci dan<br />73<br />- Berat material 30 kg/m2<br />- Tahan cuaca dan api<br />- Bebas ongkos kirim<br />- Pembuatan mudah<br />- Jarak antar rangka maksimal 6 m<br />(untuk gording baja)<br />- Jarak antar rangka maksimal 4 m<br />(untuk gording kayu)<br />- Bahan mudah diperoleh<br />- Tidak dimakan rayap (ngengat)<br />- Tidak memerlukan plester, aci, dan<br />cat<br />cat bila diekpos<br />- Harga lebih mahal<br />dibandingkan atap kayu<br />- Memiliki bentangan atap<br />terbatas<br />- Diperlukan kolom<br />penunjang rangka<br />Atap baja<br />Pro 1<br />- Dapat dibuat sesuai bentuk atap<br />- Kuat<br />- Tidak bisa diekspos<br />- Bebas perawatan<br />- Berat material 25,22 kg/m2<br />- Bentangan atap bisa dibuat lebar<br />- Dapat didaur ulang dan dijual<br />kembali<br />- Tahan cuaca dan api<br />- Tahan lama<br />- Jarak antar rangka maksimal 6 m<br />(untuk gording baja)<br />- Jarak antar rangka maksimal 4 m<br />(untuk gording kayu)<br />- Pembuatan memerlukan<br />spesialisasi<br />- Bahan harus dipesan lebih<br />dahulu<br />- Pengerjaan cukup lama<br />- Ada biaya pengiriman<br />- Perlu cat anti karat<br />- Harga lebih mahal<br />dibandingkan atap beton<br />- Tidak dapat diekspos<br />Baja<br />Ringan<br />(Zincalum)<br />- Dapat dibuat sesuai bentuk atap<br />- Kuat<br />- Tidak bisa diekspos<br />- Bebas perawatan<br />- Berat material 8,1 kg/m2<br />- Tidak diperlukan cat anti karat<br />- Tahan cuaca dan api<br />- Tahan dalam jangka lama<br />- Pengerjaan cepat<br />- Pembuatan memerlukan<br />spesialisasi<br />- Bahan harus dipesan lebih<br />- Harga lebih mahal<br />dibandingkan atap baja pro1<br />- Tidak dapat diekspos<br />- Jarak antar rangka<br />maksimal 1,5 m<br />- Bentangan atap terbatas<br />74<br />C. Kerangka Berpikir<br />1. Kerangka Permasalahan Secara Umum<br />2. Kerangka Permasalahan Perencanaan dan Perancangan RST<br />LATAR BELAKANG:<br />· Kecepatan pengadaan (supply)<br />rumah selalu lebih rendah dari<br />pengadaan (demand).<br />· Kekurangan rumah semakin<br />lama semakin besar.<br />· Perlu dicarikan inovasi-keratif<br />sebagai solusi.<br />FAKTA:<br />· Sebagain besar masyarakat<br />yang membutuhkan rumah<br />berpenghasilan menengah ke<br />bawah.<br />· Pembangunan rumah selama<br />ini dilakukan secara<br />konvensional: biaya mahal,<br />waktu pelaksanaan lama,<br />membutuhkan banyak tukang,<br />bongkar/rehab untuk<br />perluasan.<br />· Banyak terjadi bencana alam<br />yang mengakibatkan banyak<br />rumah hancur dan perlu segera<br />dibangun kembali dalam<br />jumlah banyak dengan biaya<br />murah.<br />MASALAH:<br />PENINGKATAN PRODUKSI<br />RUMAH:<br />Waktu pelaksanaan<br />pembangunan pendek,<br />Dapat dibangun bertahap,<br />Diproduksi massal,<br />Harga murah<br />SOLUSI:<br />Pengembangan komponen bangunan · Komponen dan aman · Rumah dapat bertah<br />kemampuan<br />· Harga rumah · Penggunaan murah, kuat<br />dicetak, ringan.<br />RUMAH SEDERHANA DENGAN Komponen Dinding dalam Segmen-<br />(SNI Berat Jenis<br />Gambar 41.<br />Kerangka Permasalahan Umum<br />75<br />BAB III<br />METODE PERENCANAAN<br />A. Tempat dan Waktu Perencanaan<br />1. Tempat Perencanaan<br />Tempat perencanaan dilakukan di Studio Kampus JPTK FKIP UNS.<br />2. Waktu Perencanaan<br />Waktu perencanan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 6.<br />Tabel 6. Time Schedulle<br />Pembangunan<br />Rumah<br />Tinggal oleh:<br />Masyarakat<br />Developer,<br />Perum<br />Perumnas,<br />dll.<br />KONVENSIONAL<br />Kualitas,<br />“Mahal:,<br />“Lama”<br />PRA-PABRIKASI RST<br />Kualitas dan Ketepatan<br />Ukuran,<br />“Murah”,<br />”Cepat”<br />(R. Chudley 1998:300)<br />PERENCANAAN DAN PERANCANGAN PRA<br />PABRIKASI RTT<br />SUB<br />STR<br />SUPER<br />STRUK<br />TUR<br />STRUK<br />TUR<br />RT<br />FUNGSI<br />RT<br />Perencanaan<br />Perancangan P<br />Pondasi Menerus<br />Batu Bata/sesuai<br />kondisi lapangan<br />Sloof,<br />Kolom,<br />Balok<br />Ring,<br />Dinding,<br />Kuda-kuda<br />Tempat produksi dan pelaksanaan<br />pembangunan beda tempat<br />(R. Chudley 1998:300)<br />SEGMEN-SEGMEN,<br />MODULER<br />(SK. SNI 03-1977-1990 )<br />Pengangkutan<br />Ringan, Mudah, dan<br />Tidak Rusak/retak/patah..<br />Perencanaan<br />Perancangan<br />Segmen<br />Sloof, K<br />Balok Ring,<br />Dinding,<br />Kuda<br />Moduler<br />?<br />76<br />B. Bentuk dan Strategi Perencanaan<br />Bentuk dan strategi yang digunakan dalam perencanaan dan perancangan ini<br />yaitu dengan melakukan kajian dan coba-coba (trial and error) dengan berbagai<br />alternatif dari berbagai sumber yang ada kemudian dibuat semacam simulasi<br />(gambar percobaan), dan dianalisis mengenai kekurangan dan kelebihan dari<br />produk tersebut sampai didapat suatu segmen yang optimal dalam bentuk dan<br />ukuran.<br />Hasil dari perancangan segmen yang telah jadi dicoba untuk diaplikasikan<br />ke dalam perencanaan dan perancangan RST, dimulai dari pembuatan denah yang<br />dikoordinasikan dengan modul dari segmen. Pembuatan denah RST ini<br />disesuaikan dengan syarat minimal ukuran rumah sederhana, sesuai dengan<br />batasan-batasan yang telah ditentukan dalam bab sebelumnya. Setelah itu<br />diteruskan dengan membuat gambar lain-lain seperti dan tampak potongan, serta<br />gambar penjelas lainnya.<br />C. Sumber Data<br />Sumber data yang digunakan demi menunjang kelancaran perencanaan ini<br />harus benar-benar disesuaikan dengan kebutuhan perencanaan. Adapun hal-hal<br />tersebut yaitu :<br />1. Jenis Data<br />51<br />77<br />a) Data pemberitaan musibah bencana alam, dan kebutuhan tentang rumah yang<br />terus meningkat.<br />b) Data mengenai inovasi pengembangan tentang perumahan di Indonesia<br />c) Data tentang alternatif penggunaan bahan dan material dalam bangunan<br />d) Data mengenai konsep pembangunan rumah secara bertahap<br />2. Sumber Data<br />a) Buku-buku dan literatur penunjang<br />b) Media Internet<br />c) Pengamatan langsung mengenai kondisi perumahan.<br />D. Teknik Pengumpulan Data<br />Teknik yang dilakukan demi terpenuhinya data yang digunakan dalam<br />perencanaan dan perancangan ini, meliputi :<br />(a) Studi literatur<br />(b) Akses internet<br />(c) Pengamatan langsung<br />E. Validitas Data<br />Data-data yang didapatkan dari sumber data harus benar-benar valid,<br />perencana dalam hal ini menganggap data yang didapat dari buku, literatur, akses<br />internet, dan pengamatan langsung adalah valid, dan dapat digunakan sebagai data<br />penunjang perencanaan dan perancangan<br />F. Analisis Data<br />Mengidentifikasi masalah yang ada, mengelompokkan, dan mengkaitkan<br />antara masalah dalam tahapan-tahapan, tahapan penyusunan berdasarkan out put<br />dari analisis yang telah dilakukan dalam bentuk kerangka yang terarah dan<br />terpadu berupa konsep perencanaan dan perancangan.<br />78<br />G. Prosedur Perencanaan dan Perancangan<br />Prosedur ini terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pra perencanaan, tahap<br />lapangan, tahap analisis data, perencanaan dan perancangan.<br />1. Pra Perencanaan<br />Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah mengamati beberapa<br />fenomena atau gejala-gejala yang terjadi di lapangan kemudian perencana<br />menyusun proposal untuk melakukan suatu kajian sementara yang akan diajukan<br />pada seminar proposal.<br />Hal berikutnya mengurus perijinan kepada pihak-pihak yang memberikan<br />ijin untuk melaksanakan kegiatan perencanaan dan perancangan ini. Kegiatan<br />selanjutnya merencanakan tempat dan sumber-sumber data yang akan digunakan<br />untuk menunjang perencanaan ini.<br />2. Tahap Lapangan<br />Tahapan lapangan dalam perencanaan ini lebih ditekankan pada kegiatan<br />dan proses pengumpulan data yang akan digunakan sebagai sumber data untuk<br />perencanaan dan perancangan.<br />3. Tahap Analisis Data<br />Pada tahap ini kita telah banyak mendapatkan data yang bersinggungan<br />maupun berhubungan langsung dengan data yang kita butuhkan dalam<br />perencanaan dan perancangan. Sekian banyak data yang ada harus dipilih dan<br />dipilah sesuai dengan kebutuhan kita, sehingga data yang digunakan untuk<br />menunjang perencanaan dan perancanganan benar-benar valid.<br />4. Tahap Perencanaan dan Perancangan<br />Tahapan terakhir dalam prosedur perencanaan dan perancangan ini yaitu<br />kegiatan perencanaan yang dilakukan secara komprehensif, pada kegiatan<br />79<br />perencanan ini kita menyusun secara runtut mengenai hal-hal yang diperlukan<br />untuk kegiatan perencanaan.<br />Setelah kegiatan perencanaan selesai dan kita mendapatkan dasar-dasar<br />yang digunakan untuk melakukan perancangan. Dasar-dasar dari perencanaan ini<br />kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk gambar rencana yang dapat<br />dijadikan sebagai hasil akhir (out put) dari semua kegiatan-kegiatan diatasnya.<br />BAB IV<br />HASIL PERENCANAAN DAN PERANCANGAN<br />A. Analisis Pendekatan Konsep Perencanan dan Perancangan RST<br />1. Analisis Kebutuhan Ruang<br />Tujuan analisis kebutuhan ruang yaitu untuk mendapat jumlah ruang pada<br />sebuah RST. Kebutuhan ruang untuk RST secara umum didasarkan pada faktorfaktor<br />seperti jumlah pemakai, macam kegiatan yang diwadahi, sifat dan tuntutan<br />kegiatan, dan frekuensi kegiatan. Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut<br />maka secara umum untuk sebuah RST untuk setiap ruangan dapat dilakukan<br />pendekatan yangn didasarkan pada kelompok sifat kegiatan pada masing-masing<br />ruangan, yaitu :<br />a. Kebutuhan ruang semi publik<br />Pendekatan yang digunakan untuk menentukan ruang teras yang bersifat<br />semi publik pada sebuah RST didasarkan pada peran, dan fungsi teras yaitu<br />hendaknya memiliki kesan menerima, menjadi penunjuk pintu masuk utama<br />80<br />(main entarnce) bagi orang-orang yang berkepentingan maupun orang<br />lewat/melihat rumah tersebut. Selain itu teras juga berfungsi sebagai zona transisi<br />antara ruang luar dengan ruang dalam. Secara umum RST membutuhkan sebuah<br />ruang teras.<br />b. Kebutuhan ruang semi privat<br />Fungsi utama ruang yang bersifat semi privat antara lain: menerima tamu,<br />berinteraksi dan komunikasi dengan tetangga atau tamu. Kegiatan ini bersifat semi<br />privat antara anggota keluarga dengan orang lain. Selain itu ada pula kegiatan<br />semi privat antar anggota keluarga yang terjadi di ruang keluarga maupun di<br />ruang makan. Dalam RST sebuah keluarga inti memerlukan ruang-ruang seperti<br />ruang keluarga, ruang tamu, dan ruang makan, masaing-masing cukup satu, tetapi<br />bisa ditambahkan misalnya dengan ruang baca dan santai.<br />c. Kebutuhan ruang privat<br />Sesuai dengan fungsinya ruang privat harus bisa mewadahi kegiatan yang<br />bersifat privat/pribadi misalnya kegiatan mandi, tidur, ganti pakaian, dan<br />kegiatan-kegiatan lainnya yang sifatnya personal. Dalam RST kebutuhan untuk<br />ruang privat keluarga inti yaitu ruang tidur utama, ruang tidur anak laki-laki,<br />ruang tidur anak perempuan, kamar mandi/WC. Kamar mandi/WC ini bisa juga<br />ditambahkan satu lagi pada ruang tidur utama.<br />d. Kebutuhan ruang layanan<br />Ruang layanan yaitu suatu ruang yang bersifat memberikan layanan kepada<br />fungsi ruang yang lain sehingga kegiatan penghuni dapat berlangsung dengan<br />baik. Dalam sebuah keluarga inti memerlukan layanan utama yaitu dapur,<br />gudang, dan garasi sampai nantinya mendekati batasan maksimal dalam sebagai<br />rumah sederhana.<br />2. Analisis Besaran Ruang dan Hubungan Ruang<br />a. Pendekatan Besaran Ruang<br />Tabel 7. Pendekatan Besaran Ruang dengan Koordinasi Moduler<br />Kelompok<br />Kegiatan<br />Kebutuhan<br />Ruang<br />Ukuran Lebar<br />(L) dan<br />Panjang (P)<br />Sumber<br />Lebar (L) dan<br />Panjang (P)<br />Rencana awal<br />Jumlah Luas<br />Publik Teras L : 2,4 BTN, L : 1,5 Kapasitas 7,2 m2<br />55<br />81<br />P : 3,0 1991 P : 6,3 4 orang<br />R. Tamu<br />L : 3,0<br />P : 3,0<br />SK-SNI<br />S-1989<br />L : 3,45<br />P : 3,45<br />Kapasitas<br />6 orang<br />9,0 m2<br />L : 3,0<br />P : 3,0<br />SK-SNI<br />S-1989<br />Semi<br />Privat<br />R. Keluarga/<br />R. Makan<br />L : 2.4<br />P : 3,0<br />BTN,<br />1991<br />L : 3,45<br />P : 3,60<br />Kapasitas<br />6 orang<br />9,0 m2<br />K. Tidur<br />Utama<br />L : 2.4<br />P : 6,2<br />BTN,<br />1991<br />L : 3,0<br />P : 5,1<br />Kapasitas<br />2 orang<br />15,3 m2<br />K. Tidur<br />Anak<br />L : 3,0<br />P : 3,0<br />SK-SNI<br />S-1989<br />L : 3,0<br />P : 3,0<br />Kapasitas<br />1 orang<br />9,0 m2<br />Privat<br />WC + K.<br />Mandi<br />L : 1,2<br />P : 1,6<br />SK-SNI<br />S-1989<br />L : 1,2<br />P : 1,8<br />Kapasitas<br />1 orang<br />2,16 m2<br />Dapur L : 2,0<br />P : 2,2<br />SK-SNI<br />S-1989<br />L : 2,1<br />P : 2,4<br />Kapasitas<br />2 orang<br />5,04 m2<br />Gudang L : 2,5<br />P : 1,0<br />SK-SNI<br />S-1989<br />L : 2,4<br />P : 1,5<br />Kapasitas<br />2 orang<br />3,6 m2<br />T. cuci L : 0,5<br />P : 2,0<br />Asumsi L : 0,5<br />P : 2,0<br />Kapasitas<br />1 orang<br />1,0 m2<br />Garasi L : 3,3<br />P : 2,4<br />Asumsi L : 3,3<br />P : 2,4<br />Kapasitas<br />1 mobil<br />7,92 m2<br />Layanan<br />Serbaguna L : 3<br />P : 6,9<br />Asumsi L : 3<br />P : 6,9<br />Kapasitas<br />4 orang<br />20,7 m2<br />b. Pola Hubungan Ruang<br />Pola hubungan untuk RST secara umum, yaitu :<br />ruang<br />keluarga<br />jemur<br />ruang<br />tidur<br />km/wc ruang<br />makan<br />SEMI<br />PRIVATE<br />teras<br />SEMI<br />PUBLIK<br />ruang<br />tamu<br />SEMI<br />PRIVATE<br />Dapur<br />Gudang<br />PRIVATE<br />LAYANAN<br />T. Cuci<br />82<br />Gambar 43. Hubungan Ruang Secara Umum RST<br />Keterangan :<br />Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan<br />Hubungan tidak langsung antar ruang<br />Hubungan langsung antar ruang<br />3. Analisis Modul Bangunan dan Segmen<br />Modul menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 751) ada beberapa<br />arti yaitu ; “satuan standar atau pengukur; satuan standar yang bersama-sama<br />dengan yang lain digunakan secara bersama-sama; satuan bebas yang merupakan<br />bagian dari struktur keseluruhanl komponen dari suatu sistem yang berdiri sendiri<br />tetapi menunjang program dari sistem”.<br />Moduler menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 751) yaitu ;<br />“bersifat standar; sasarannya menciptakan suatu rancangan, sehingga model<br />dapat menggunakan suatu komponen yang sama”.<br />Segmen menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002 : 1011) artinya<br />adalah “bagian”, sedangkan komponen artinya “bagian dari keseluruhan”.<br />Pengertian dari segmen dan komponen dalam perencanaan ini yaitu, rumah<br />sebagai tempat tinggal memiliki sistem struktur yang terdiri dari komponen<br />seperti sloof, kolom, balok, dinding, dan kuda-kuda serta unsur penunjang<br />lainnya. Komponen ini bisa terbentuk dengan menggunakan satu segmen utuh<br />atau bisa juga dibuat dengan menggunakan segmen yang terpisah-pisah. Segmen<br />yang terpisah-pisah yang memiliki suatu ukuran tertentu dan dapat dibuat suatu<br />rancangan berupa komponen dinamakan dengan segmen.<br />a. Modul dari SK-SNI<br />Dasar pertimbangan yang digunakan dalam menentukan modul bangunan<br />yaitu dari SK-SNI 03-1977-1990 (Koordinasi Moduler Untuk Bangunan) yaitu :<br />83<br />1. Modul dasar : merupakan satuan ukuran dasar dalam koordinasi moduler<br />dengan simbol M, dengan ketentuan 1 M = 10 cm = 100 mm (lihat gambar 1)<br />2. Multimodul : merupakan modul yang ukurannya ditentukan berdasarkan<br />kelipatan bilangan bulat dari modul dasar, dari kelipatan tersebut dipilih<br />beberapa multimodul sebagai multimodul standar yaitu untuk ukuran arah<br />horisontal multimodul standar adalah 3 M, 6 M, 12 M, 15 M, 30 M dan 60 M<br />(lihat gambar 2); untuk ukuran arah vertikal, multimodul standar adalah 1 M<br />(lihat gambar 2)<br />3. Submodul : merupakan pecahan terpilih yaitu 1/ 2, 1/4 atau 1/5 modul dasar.<br />Submodul dipakai jika dibutuhkan dimensi yang lebih kecil dari modul dasar,<br />sebagai berikut: M/2 = 50 mm atau M/4 = 25 mm atau M/5 = 20 mm; ukuran<br />sub modul tidak boleh dipergunakan untuk jarak antara dua bidang acuan<br />vertikal yang moduler (lihat gambar 3)<br />Gambar 44. Dasar Koordinasi Moduler<br />84<br />Digunakan juga SK SNI 03-1963-1990 (Dasar Koordinasi Moduler Untuk<br />Perancangan), Persyaratan-persyaratan teknis yang menjadi dasar Koordinasi<br />Moduler adalah :<br />1. Ukuran arah horisontal dan vertikal bangunan rumah dan gedung harus<br />berdasarkan multimodul.<br />2. Ukuran komponen, elemen dan bangunan rumah dan gedung, mengikuti<br />ketentuan dalam standar mengenai koordinasi moduler<br />3. Ukuran - ukuran berguna dari setiap produk komponen dan elemen bangunan<br />non struktural harus memungkinkan penggantian komponen atau elemen<br />bangunan dengan jenis lain.<br />4. Penerapan koordinasi moduler dalam perencanaan teknis dilakukan dengan<br />membuat sistem acuan berupa sistem garis dan bidang sebagai dasar ukuran<br />dan perletakan komponen dan elemen-elemen atau dengan membuat ruang<br />moduler yang merupakan sistem acuan tiga dimensional. Multimodul dapat<br />berbeda untuk tiap arah dari tiga arah jaringan ruang moduler.<br />5. Ukuran sambungan antar komponen dan ukuran penampang komponen dan<br />elemen baik struktural maupun non struktural, tidak harus moduler. Dalam<br />beberapa hal diperbolehkan adanya penyela dari suatu jaringan moduler dan<br />ukuran penyela.<br />6. Jarak antar elemen bangunan struktural atau komponen bangunan struktural<br />harus moduler, dapat dipilih sumbu ke sumbu atau jarak bersihnya. Dalam<br />arah vertikal dapat dipilih tinggi tingkat atau tinggi ruangan yang moduler.<br />Tinggi tingkat yang moduler diartikan dapat diambil dari permukaan penutup<br />lantai ke permukaan penutup lantai, atau permukaan lantai kerja ke permukaan<br />lantai kerja, atau permukaan lantai struktural ke permukaan lantai struktural.<br />Apabila tinggi penutup lantai ke permukaan bawah plat antai tidak moduler,<br />maka tinggi ruangan dapat dibuat moduler dengan menurunkan permukaan<br />langit-langit. Dimensi sisi bukaan pada komponen vertikal atau horisontal<br />harus moduler.<br />Dalam data arsitek Ernst Neufert (1996 : 56) disebutkan bahwa terdapat<br />ukuran tambahan yang dibakukan tidak moduler 1 = 25 mm, 50mm, dan 75 mm<br />untuk misalnya sisipan yang hubungan saling menutup sebagian.<br />Menurut Ernst Neufert (1996 : 56) dikatakan bahwa :<br />“Suatu sistem koordinasi dapat dibagi untuk kelompok bagian bangunan<br />yang berbeda (misalnya struktur beban, bagian bangunan yang menutup ruang<br />dan sebagainya). Ternyata bahwa bukan bagian khususnya yang harus<br />moduler (misalnya tingkat tangga, jendela, pintu dan sebagainya) melainkan<br />hanya bagian bangunan yang dibuat daripadanya (misalnya kaki tangga,<br />elemen bagian depan rumah, elemen yang dapat dipisahkan dan elemen yang<br />dapat diubah)”<br />85<br />Menurut Ernst Neufert (1996 : 56) dikatakan bahwa :<br />“Untuk bagian bangunan yang tidak moduler, yang berjalan menyilang<br />atau memanjang melalui seluruh bangunan dapat dibuat apa yang disebut<br />suatu daerah yang tidak moduler, yang membagi sistem koordinasi itu<br />menjadi dua sistem bagian. Persyaratannya adalah, bahwa ukuran bagian<br />bangunan diketahui dalam daerah yang bukan moduler pada saat penjelasan<br />sistem koordinasi, karena daerah yang bukan moduler hanya dapat diukur<br />dengan suatu ukuran tertentu”.<br />b. Modul Terpilih<br />Perencanaan ini menetapkan untuk modul dasar 1 M = 15 cm, multimodul<br />untuk segmen sloof, dan balok yaitu 45 cm, 60 cm, dan 90 cm. Segmen kolom 35<br />cm, 60 cm, dan 90 cm. Ukuran penampang segmen sloof, kolom dan balok yaitu<br />15 cm x 15 cm. Segmen dinding 15 cm, 30 cm, 45 cm, dan 60 cm pada arah<br />horizontal, serta 30 cm dan 60 pada arah vertikal, tebal dindingnya 12 cm.<br />Sedangkan untuk ukuran antar sambungan antar segmen tidak harus dibuat secara<br />moduler, artinya menyesuaikan dengan bentuk sambungan.<br />Menggunakan koordinasi moduler bukan berarti tidak ada konsekuensi dari<br />penerapan hal tersebut. Adapun konsekuensinya yaitu :<br />1. Secara horizontal denah bangunan mengikuti koordinasi moduler tersebut<br />sehingga tidak bisa leluasa, membuat dengan ukuran-ukuran tertentu.<br />Misalnya untuk ukuran 2,5 m, 1,6 m, atau 3,2 m tidak bisa dikoordinasikan<br />secara moduler. Tetapi ukuran seperti 1,2 m membutuhkan = (60 cm x 2), 1,5<br />m = {90 cm + 60 cm}, 2,1 m = (90 cm + 60 cm + 60cm ), 2,4 m = (60 cm x<br />4) dan seterusnya dengan kelipatan 45 cm, 60 cm, dan 90 cm bisa di<br />koordinasikan.<br />2. Secara vertikal terjadi juga pada komponen seperti kolom, dan tinggi dinding.<br />Tinggi/panjang kolom dan tinggi dinding rumah bisa dikoordinasikan dengan<br />tinggi kelipatan 35 cm, 60 cm, dan 90 cm misalnya untuk tinggi ruang 3,3 m<br />membutuhkan = {(90 cm x 3) + 60 cm}, 3,6 m = (60 cm x 6) atau = (90 cm x<br />4) dan seterusnya.<br />3. Tumbuh secara horizontal harus menyesuaikan dengan koordinasi moduler,<br />dan memperhatikan kelipatan-kelipatan dari koordinasi tersebut.<br />86<br />4. Analisis Sistem Struktur dan Tipe Konstruksi<br />Dasar pertimbangan secara umum dalam pemilihan sistem struktur yaitu :<br />a. Kesesuaian pemilihan struktur dan sambungan antar masing-masing segmen.<br />b. Beban yang harus didukung.<br />c. Bentuk dan dimensi bangunan<br />d. Pengaruh terhadap lingkungan sekitar<br />Atas dasar pertimbangan tersebut bangunan gedung dikatagorikan dalam<br />dalam 3 (tiga) tipe konstruksi (Rob Krier, 1988:27) yaitu konstruksi rangka<br />(skeletal construction), konstruksi dinding pemikil (solid wall construction)<br />konstruksi gabungan antara rangka dan dinding pemikul (Mixed construction).<br />Dalam perencanaan RST dengan komponen sloof, kolom dan balok yang<br />dipabrikasi dan berfungsi sebagai rangka bangunan maka type konstruksi RST<br />adalah konstruksi rangka.<br />a. Bentuk dan Dimensi Komponen<br />Mengingat pengerjaannya dengan pabrikasi maka nantinya akan terjadi<br />proses transportasi dari pabrik ketempat pengerjaan, sehingga komponenkomponen<br />tersebut didesain dalam bentuk segmen-segmen yang dapat dirangkai<br />dan disusun antar segmen termasuk dengan kosen pintu-jendela, menjadi Rumah<br />Sederhana Tumbuh (RST) dari tipe + 27 (luas lantai 27 m2) sampai dengan tipe +<br />70 (luas lantai 70 m2). Sedangkan penyatuan antar segmen dilakukan dengan<br />bentuk sambungan yang didesain saling mengunci, diperkuat adanya lubang untuk<br />pemasangan tulangan, kemudian disuntik pasta, semen, pasir dan air.<br />1) Sloof, Kolom dan Balok<br />Sloof, kolom dan balok dibuat dengan bentuk persegi memiliki dimensi<br />15 cm x 15 cm, panjang dari segmen sesuai dengan modul terpilih yaitu 30 cm, 60<br />cm, dan 90 cm.<br />87<br />Gambar 45. Bentuk dan Dimensi Sloof, Kolom, dan Balok<br />2) Dinding<br />Dinding menggunakan bentuk panel cone blok dengan ukuran b : 12 cm, h<br />: 30 cm, dan 45 cm, dengan panjang 15, 30, 45, dan 60 cm.<br />Gambar 46. Bentuk dan Dimensi Dinding<br />b. Analisis Bentuk Sambungan<br />Analisis ini untuk mendapatkan bentuk sambungan yang bisa digunakan<br />dalam berbagai tempat. Selain itu harus ditentukan bentuk sambungan antara sub<br />struktur dengan super struktur atau antara komponen pondasi dengan komponen<br />kolom maupun sambungan antar komponen super struktur yaitu sloof, kolom,<br />balok, dan dinding. Pertimbangan-pertimbangan yang digunakan yaitu :<br />1) Bentuk sambungan yang dibuat bisa kuat dan saling mengunci antar<br />komponen.<br />2) Bisa disambung dalam berbagai bentuk pertemuan.<br />3) Bentuk sambungan yang dibuat bisa dengan berbagai variasi tetapi tetapi<br />dengan konsep jantan dan betina.<br />4) Sebagai komponen bangunan yang tidak memerlukan finishing (plester),<br />maka hendaknya tampilan dan bentuk sambungan halus dan baik.<br />Bentuk sambungan ini bisa juga digunakan untuk menyambung sloof<br />dengan sloof, sloof dengan kolom, kolom dengan kolom, kolom dengan balok,<br />kolom dengan dinding, balok dengan balok, dan balok dengan dinding.<br />1) Sambungan Segmen Sejenis<br />88<br />Sambungan antar sub struktur disini maksudnya sambungan antar segmen<br />sejenis yaitu sloof-sloof, kolom-kolom, balok-balok, dan dinding-dinding.<br />Gambar 47. Joint Untuk Segmen Sejenis (Sloof, Kolom, dan Balok)<br />Gambar 48. Joint Untuk Segmen Dinding Arah Horizontal<br />Gambar 49. Joint Untuk Segmen Dinding Arah Vertikal<br />2) Sambungan Segmen Tidak Sejenis<br />Jantan<br />Betina<br />89<br />Untuk menyambung segmen seperti sloof dengan kolom, dan balok dengan<br />kolom direncanakan dibuat sebuah simpul yang berfungsi sebagai pengikat dari<br />segmen-segmen tersebut. Pertimbangan yang diambil supaya segmen yang dibuat<br />lebih kuat dan mengikat. simpul direncanakan memiliki dimensi panjang 35 cm,<br />lebar 35 cm dan tebal 15 cm (menyesuaikan dengan segmen sloof yaitu 15 cm).<br />Untuk komponen super struktur sloof, kolom, dan balok dilakukan beberapa<br />modifikasi dari analisis diatas yaitu :<br />a) Sloof, kolom, dan balok bagian tengah dari komponen tersebut dibuat<br />berlubang, yang mana lubang ini nantinya digunakan untuk menyuntik pasta<br />semen. Pasta semen ini berfungsi sebagai pengikat dari komponen tersebut,<br />selain dari joint yang telah dibuat tadi.<br />b) Pada bagian kolom dan balok dibuat semacam alur atau lubang yang<br />digunakan untuk perletakan dinding, sebagai upaya perkuatan antar<br />komponen..<br />c) Dinding dibuat berongga dengan pertimbangan berat komponen dapat lebih<br />ringan, berfungsi sebagai isolator panas maupun suara serta untuk jaringan<br />kabel-kabel instalasi listrik, perletakan saklar, stop kontak dan pipa air<br />bersih.<br />Gambar 50. Joint Untuk Segmen Super Struktur Bawah<br />Kolom<br />Sloof<br />Simpul Sloof<br />Balok<br />Balok<br />Simpul<br />90<br />Gambar 51. Joint Untuk Segmen Super Struktur Atas<br />Perkuatan yang dilakukan untuk membuat segmen menjadi kaku dan rigid<br />setelah dilakukan penyambungan adalah dengan menyuntikan pasta semen ke<br />dalam lubang yang telah dibuat pada segmen tersebut. Sebelumnya di dalam<br />lubang tadi telah diberikan dua tulangan diameter 12 mm yang sudah dilengkapi<br />dengan beghel.<br />Gambar 52. Tulangan yang Dimasukkan Ke Dalam Lubang Segmen<br />5. Analisis Bentuk Atap<br />a. Macam-Macam Bentuk Atap<br />Rangka atap adalah suatu bentuk konstruksi yang berfungsi sebagai<br />penopang, penyangga, dan dasar landasan penutup atap. Dari bentuknya atap<br />dapat digolongkan dalam tiga kategori bentuk dasar yaitu :<br />1) Atap Panggang-Pe<br />Bentuk atap panggang-Pe merupakan bentuk atap dengan satu arah<br />kemiringan. Atap umah panggang-pe bisanya ditopang oleh empat kolom (tiang),<br />dan bentangnya tidak lebih dari 2,5 m – 3,0 m. Bentang pendek disebabkan<br />keterbatasan bahan (bambu, balok kayu) yang digunakan.<br />D6-200<br />3,5 mm<br />91<br />Gambar 53. Bentuk Atap Panggang-Pe<br />2) Atap Pelana<br />Bentuk atap pelana dicirikan dengan garis puncak memanjang dan arah<br />kemiringan ke depan–belakang atau kiri–kanan bangunan seperti gambar dibawah<br />ini.<br />Gambar 54. Bentuk Atap Pelana<br />3) Atap Limasan<br />Bentuk atap limas dengan puncak atap berupa titik memanjang, sedang arah<br />kemiringan ke depan–belakang dan kiri–kanan bangunan seperti terlihat pada<br />gambar dibawah ini.<br />92<br />Gambar 55. Bentuk Atap Limasan<br />b. Pemilihan Bentuk Atap<br />1) Atap panggang-Pe<br />Analisis :<br />a) Tampilan indah<br />b) Pengembangan mudah ke arah sisi kemiringan<br />c) Untuk luas sampai tipe 70 akan mengakibatkan dinding sisi puncak atap<br />terlalu tinggi, riskan pada waktu hujan lebat disertai angin.<br />Gambar 56. Bentuk atap Panggang-Pe<br />2) Atap pelana kiri-kanan<br />Analisis :<br />a) Tampilan indah<br />b) Pengembangan mudah<br />c) Dengan lebar lahan terbatas akan terbentuk rumah deret, yang<br />mengakibatkan pertemuan dua kemiringan atap (saluran air), akan<br />menampung kotoran atap, guguran daun kering, dan membutuhkan<br />perawatan rutin.<br />93<br />Gambar 57. Bentuk atap Pelana Kiri Kanan<br />3) Atap limasan<br />Analisis :<br />a) Tampilan indah<br />b) Pengembangan cukup sulit<br />c) Dengan lebar lahan terbatas akan terbentuk rumah deret, yang<br />mengakibatkan pertemuan dua kemiringan atap, akan menampung kotoran<br />atap, guguran daun kering.<br />Gambar 58. Bentuk Atap Limasan<br />4) Atap pelana depan-belakang<br />Analisis :<br />a) Tampilan indah<br />b) Pengembangan mudah<br />c) Dengan lebar terbatas pertemuan atap membentuk kemiringan ke depanke<br />belakang, air hujan mengalir ke depan-ke belakang, tidak terjadi<br />94<br />penampungan kotoran atap, guguran daun, dan tidak memerlukan<br />perawatan.<br />Gambar 59. Bentuk Atap Pelana Depan-Belakang<br />Dari beberapa kategori pilihan bentuk atap di atas maka bentuk atap yang<br />terpilih adalah bentuk atap pelana ke depan-belakang.<br />6. Analisis Pemilihan Bahan Bangunan<br />Analisis ini digunakan untuk mendapatkan bahan/material yang akan<br />digunakan dalam perancangan bangunan RST. Kelebihan dan kekurangan dari<br />bahan bangunan yang akan digunakan merupakan pertimbangan yang menentukan<br />dalam pemilihan bahan bahan bangunan yang digunakan untuk membangun RST.<br />Tabel. 8. Perbandingan Bahan Bahan Bangunan<br />Bahan Kelebihan Kekurangan<br />Kayu - Masih banyak diminati orang<br />- Bahan atap bisa diekspos<br />- Murah<br />- Dapat dibentuk secara fleksibel<br />- Mudah dalam pengerjaannya<br />- Mudah didapat ditoko<br />- Bebas ongkos kirim<br />- Bahan dapat digunakan ulang<br />- Jenis kayu tidak dapat<br />dijamin selalu sejenis<br />- Pengerjaan cukup lama<br />- Mudah termakan api<br />- Mudah diserang rayap<br />(ngengat)<br />- Usia pemakaian tidak dapat<br />bertahan lama<br />- Memerlukan perawatan<br />Beton - Daya tahan kuat<br />- Bisa diekspos<br />- Bebas perawatan<br />- Tahan cuaca dan api<br />- Bahan tidak dapat dipakai<br />ulang, kecuali besinya<br />- Pengerjannya cukup lama<br />- Memerlukan plester, aci dan<br />95<br />- Bebas ongkos kirim<br />- Pembuatan mudah<br />- Bahan mudah diperoleh<br />- Tidak dimakan rayap (ngengat)<br />- Tidak memerlukan plester, aci, dan<br />cat<br />- Beton ringan, bobot ringan (300 -<br />1200 kg/m3, beton biasa 2300<br />kg/m3)<br />- Beton ringan tidak menghantarkan<br />panas (nilai isolasi 3 – 6 kali bata)<br />- Beton ringan mudah dikerjakan<br />- Beton ringan harga murah<br />- Beton ringan kuat untuk struktur<br />bangunan yang menahan beban<br />ringan (atap bangunan rumah<br />tinggal)<br />- Kuat serta ‘awet’ digunakan<br />komponen eksterior<br />cat bila diekpos<br />- Harga lebih mahal<br />dibandingkan atap kayu<br />- Beton ringan digunakan<br />pada strutkur-struktur<br />tertentu.<br />- Memerlukan perhitungan<br />yang cukup sebelum<br />disiapkan sebagai beton<br />ringan yang memenuhi<br />syarat untuk struktur.<br />Besi dan<br />Baja<br />- Kuat<br />- Tidak bisa diekspos<br />- Bebas perawatan<br />- Dapat didaur ulang dan dijual<br />kembali<br />- Tahan cuaca dan api<br />- Tahan lama<br />- Ringan<br />- Pembuatan memerlukan<br />spesialisasi<br />- Bahan harus dipesan lebih<br />dahulu<br />- Pengerjaan cukup lama<br />- Ada biaya pengiriman<br />- Perlu cat anti karat<br />- Harga lebih mahal<br />dibandingkan beton<br />- Tidak dapat diekspos<br />Berdasarkan tabel diatas kekurangan dan kelebihan dari masing-masing<br />bahan bangunan tersebut sudah terlihat cukup jelas, pertimbangan selain diatas<br />adalah faktor fungsi dan cost untuk sebuah rumah tinggal. Sehingga untuk<br />pembuatan RST ini digunakan bahan terpilih yaitu dari beton (beton ringan).<br />7. Analisis Sistem Utilitas Bangunan<br />a. Air bersih<br />Analisis ini digunakan untuk mendapatkan sistem jaringan air bersih guna<br />mencukupi kebutuhan kegiatan yang ada pada RST, meliputi air minum, mandi,<br />dan untuk kebutuhan dapur maupun mencuci.<br />Sumber air berasal dari PDAM dan DeepWhell<br />PD AM/<br />Sumur bor<br />Water tank<br />bottom<br />Water<br />Pump<br />Water tank<br />Top Distribution<br />96<br />Gambar 60. Skema Jaringan Air Bersih<br />Sistem distribusi air bersih dengan menggunakan Down Feed Distribution,<br />dengan kriteria sebagai berikut :<br />1) Pemakaian listrik untuk pompa lebih efesien<br />2) Water tank ditempatkan di atas dan di bawah<br />3) Ada cadangan air untuk pemadam kebakaran.<br />b. Air kotor<br />Sumber air kotor dibedakan menjadi :<br />1) Air kotor dari kamar mandi, dan wastafel disalurkan melalui pipa<br />pembuangan kemudian disalurkan menuju rioelering kota.<br />2) Air kotor dari dapur disalurkan melalui pipa pembuangan kemudian<br />disalurkan menuju rioelering kota.<br />3) Air limbah padat dari closet disalurkan melalui pipa pembuangan menuju<br />septic tank dan sumur peresapan.<br />Gambar 61. Skema Jaringan Air Kotor<br />c. Elektrikal (Instalasi Listrik)<br />Kebutuhan listrik untuk mencukupi kebutuhan penghuni rumah dalam<br />perencanan RST ini merupakan hal yang diutamakan untuk menunjang kegiatan-<br />Servis dan<br />Lavatory<br />Bak<br />kontrol<br />Septic<br />tank<br />Riolering<br />kota<br />Peresapan<br />97<br />kegiatan dari penghuni. Secara umum kelistrikan pada RST sama seperti instalasi<br />listrik pada rumah umumnya. Penggunaan listrik dari PLN dengan standar untuk<br />sebuah rumah tinggal sederhana yaitu minimal 900 watt dan maksimal 1300 watt.<br />B. Perencanan Rumah Sederhana Tumbuh (RST)<br />1. Kebutuhan Ruang<br />Kebutuhan ruang rumah sederhana tumbuh dimulai dari tipe terkcil, dengan<br />ruang utama berupa ruang serbaguna, selanjutnya ruang-ruang bertambah sesuai<br />pertumbuhan bangunan. Adapun ruangan yang diperlukan untuk masing-masing<br />tipe tersajikan seperti pada tabel dibawah ini :<br />1. Tipe 27<br />Tabel 9. Kebutuhan Ruang Tipe 27<br />No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang<br />1 Semi Publik Menerima tamu Teras<br />Makan<br />2 Semi privat Duduk santai<br />Tidur<br />R. Serbaguna<br />3 Privat Mandi Km / Wc<br />4 Layanan Memasak Dapur<br />Mencuci Tempat cuci<br />2. Tipe 36<br />Tabel 10. Kebutuhan Ruang Tipe 36<br />No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang<br />1 Semi Publik Menerima tamu Teras<br />2 Semi Privat Menerima tamu R. Tamu<br />Makan R. Makan<br />3 Privat Tidur R. Tidur<br />Mandi Km . Wc<br />4 Layanan Memasak Dapur<br />Mencuci Tempat cuci<br />3. Tipe 45<br />Tabel 11. Kebutuhan Ruang Tipe 45<br />No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang<br />1 Semi Publik Menerima tamu Teras<br />2 Semi Privat Menerima tamu R. Tamu<br />Makan R. Makan<br />3 Privat Tidur R. Tidur<br />Mandi Km . Wc<br />4 Layanan Memasak Dapur<br />98<br />Mencuci Tempat cuci<br />4. Tipe 54<br />Tabel 12. Kebutuhan Ruang Tipe 54<br />No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang<br />1 Semi Publik Menerima tamu Teras<br />Menerima tamu R. Tamu<br />2 Semi Privat Makan R. Makan<br />Nonton R. Keluarga<br />3 Privat Tidur R. Tidur<br />Mandi Km . Wc<br />4 Layanan Memasak Dapur<br />Mencuci Tempat cuci<br />5. Tipe 70<br />Tabel 13. Kebutuhan Ruang Tipe 70<br />No Kelompok Kegiatan Macam Kegiatan Kebutuhan Ruang<br />1 Semi Publik Menerima tamu Teras<br />Menerima tamu R. Tamu<br />2 Semi Privat Makan R. Makan<br />Nonton R. Keluarga<br />3 Privat Tidur R. Tidur<br />Mandi Km . Wc<br />Memasak Dapur<br />Mencuci/<br />Menyetrika<br />4 Layanan Cuci + setrika<br />Penyimpanan Gudang<br />Kelompok kegiatan dan macam kegiatan yang hampir sama pada setiap tipe<br />rumah menyebabkan kebutuhan ruang relatif sama, hanya saja berbeda dalam<br />jumlah ruang yang dibutuhkan. Rumah tipe 45 walaupun memiliki macam<br />kegiatan yang sama dengan tipe 36 tapi memiliki ruang tidur lebih banyak dari<br />tipe 36, karena tipe 45 memiliki luasan ruang yang lebih.<br />2. Besaran Ruang dan Hubungan Ruang<br />a. Besaran Ruang<br />Tabel 14. Besaran Ruang Alternatif 1 Konsep Tumbuh<br />Besaran ruang<br />No Tipe<br />Teras R. tamu<br />R.<br />keluarga<br />K. Tidur R. Makan Dapur<br />R. Serbaguna<br />WC/<br />Toilet<br />T. cuci<br />99<br />50 30 50 30 50 30 60<br />300<br />30 50 30 60 137<br />480<br />67 234<br />315<br />120<br />345 135<br />1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />1 27 100x150 360x360 165x165 360x345 165x195 50x200<br />2 36 200x150 345x360 360x360 195x225 165x165 165x195 50x200<br />3 45 200x150 360x360 345x360<br />345x315<br />360x360 195x225 165x165 165x195 50x200<br />4 54 200x150 360x360 345x360<br />345x315<br />315x225<br />360x360 195x225 165x165 165x195 50x200<br />5 70 200x150 480x315 360x360 345x360<br />345x315<br />315x225<br />360x360 195x225 165x165 165x195 50x200<br />Tabel 15. Besaran Ruang Alternatif 2 Konsep Tumbuh<br />Besaran ruang<br />No Tipe<br />Teras R. tamu<br />R.<br />keluarga<br />K. Tidur R. Makan Dapur<br />R. Serbaguna<br />WC/<br />Toilet<br />T. cuci<br />1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />1 27 100x150 345x195 420x345 165x225 50x200<br />2 36 200x150 360x360 420x345 360x345 345x195 165x225 50x200<br />3 45 200x150 345x345 360x360 420x345 360x360 345x195 165x225 50x200<br />4 54 200x150 345x345 360x360 420x345<br />285x360<br />420x285<br />360x360 345x195 165x225 50x200<br />5 70 200x150 345x345 360x360 420x345 360x360 345x195 165x225 50x200<br />Tabel 16. Besaran Ruang Alternatif 3 Konsep Tumbuh<br />Besaran ruang<br />No Tipe<br />Teras R. tamu<br />R.<br />keluarga K. Tidur R. Makan Dapur<br />R. Serbaguna<br />WC/<br />Toilet<br />T. cuci<br />1 2 3 4 5 6 7 8 9 10<br />1 27 100x150 360x195 360x315 165x165 50x200<br />2 36 200x150 315x360 195x195 195x225 165x195 165x165 50x200<br />3 45 200x150 435x360 315x360<br />315x315<br />435x360 195x195 165x195 165x165 50x200<br />4 54 200x150 445x315 435x360 315x360<br />315x315<br />435x360 195x225 165x195 165x165 50x200<br />5 70 200x150 480x315 435x360 345x360<br />345x315<br />360x315<br />435x360 195x225 165x195 165x165 50x200<br />Lay Out Perabot Rumah Tinggal Sederhana Tumbuh (RST)<br />1) Lay Out Perabot R. Duduk / R. Tamu<br />Standard Minimal Alternatif 1<br />100<br />Sumber : (LPMB. DPU, 1989: 3)<br />101<br />210 105<br />225 120<br />63 50 50 30 50 30 60<br />56 60 60 60 100<br />285<br />345<br />345<br />240 90<br />345<br />L = 11,90 m2<br />53 30 50 30 50 30 60<br />315<br />120 71 58 58 58 71<br />60 180 60<br />15<br />435<br />323<br />120 315<br />435<br />L = 13,70 m2<br />100 100 100<br />190 50 60<br />50 100 150<br />300<br />300<br />100 40 50 50 60<br />300<br />300<br />L = 9,00 m2<br />LAY OUT PERABOT R. TIDUR<br />30 50 41 136 1 90<br />100 100 132<br />210 70 50<br />180 108 60<br />345<br />360<br />345<br />360<br />R. TIDUR UTAMA : 345 x 360 (2 ORANG)<br />L = 12,42 m2<br />R. TIDUR 1 : 315 x 345 (2 orang)<br />L = 10,86 m2<br />R. TIDUR 2 : 225 X 315 (1 ORANG)<br />L = 7,88 m2<br />Alternatif 2 Alternatif 3<br />Gambar 62. Lay out Perabot R. Duduk/R. Tamu<br />2) Lay Out Perabot Ruang Tidur<br />Standard Minimal Alternatife 1<br />Sumber : (LPMB. DPU, 1989:3)<br />102<br />180 93 60<br />100 100 208<br />30 50 30 100<br />210 146 52<br />345<br />420<br />345<br />420<br />R. TIDUR UTAMA : 420 x 345 (2 ORANG)<br />L = 14,49 m2<br />R. TIDUR 1 : 420 x 285 (2 orang)<br />L = 11,97 m2<br />R. TIDUR 2 : 360 X 285 (1 ORANG)<br />L = 10,26 m2<br />LAY OUT PERABOT R. TIDUR<br />32 50 42 180<br />107 100 82 60<br />73<br />100 100<br />360<br />315<br />315<br />360<br />R. TIDUR UTAMA : 360x 315 (2 ORANG)<br />L = 11,34 m2<br />R. TIDUR 1 : 360 x 315 (2 orang)<br />L = 11,34 m2<br />R. TIDUR 2 : 315 X 315 (1 ORANG)<br />L = 9,92 m2<br />120 120<br />60 25 50 30 50 60 45 50 30 50<br />15<br />510<br />15<br />65 55 50 55<br />510<br />45<br />L = 12,24 m2<br />15<br />40 80 40 47 80<br />315<br />135 225<br />360<br />100 120 80<br />315<br />47 50 30 55 30<br />360<br />L = 11,34 m2<br />Alternatif 2 Alternatif 3<br />Gambar 63. Lay out Perabot Ruang Tidur<br />3) Lay Out Perabot R. Makan/R. Keluarga<br />Standard Minimal Alternatife 1<br />Sumber : ( BTN 1991 : 3)<br />103<br />165 195<br />360<br />99 61 60 60 48<br />345<br />15<br />40 80 40<br />165 195<br />98 120<br />225 120<br />L = 12,42 m2<br />99 61 60 60 26 120<br />435<br />150 45 50 30 50 20<br />165 195<br />315 120<br />360<br />60<br />15<br />180<br />435<br />L = 15,66 m2<br />140 40<br />50 100<br />180<br />150<br />60 120<br />180<br />90 60<br />150<br />L = 2,70 m2<br />79 99<br />120 40<br />195<br />225<br />52<br />135<br />360<br />195<br />L = 7,20 m2<br />Alternatife 2 Alternatife 3<br />Gambar 64. Lay out Perabot R. Makan/R. Keluarga<br />4) Lay Out Perabot Dapur<br />Standard Minimal Alternatife 1<br />Sumber : (BTN, 1991 : 3)<br />104<br />100 73 160<br />52 80 50<br />100 112 72 50<br />345<br />195<br />195<br />345<br />L = 6,72 m2<br />130 53<br />61 91<br />195<br />195<br />165 101 95<br />165<br />88 108<br />195<br />360<br />L = 7,02 m2<br />60 100<br />60 60<br />60 100 120<br />160<br />120<br />160<br />L = 1,92 m2<br />82 70<br />113 70<br />165<br />195<br />165<br />113 70<br />195<br />L = 3,21 m2<br />Alternatife 2 Alternatife 3<br />Gambar 65. Lay out Perabot Dapur<br />Lay Out Kamar Mandi + Kakus<br />Standard Minimal Alternatif 1<br />Sumber : (LPMB. DPU, 1989:3)<br />105<br />133 80<br />74 80<br />165<br />132 80<br />225<br />225<br />98 68<br />165<br />L = 3,71 m2<br />73 80<br />74 80<br />80 70<br />90 60<br />165<br />165<br />165<br />165<br />L = 2,72 m2<br />200<br />90<br />165<br />165<br />Alternatif 2 Alternatif 3<br />Gambar 66. Lay out K. Mandi + Kakus<br />5) Lay Out Gudang<br />Standard Minimal Alternatif 1<br />Gambar 67. Lay out Gudang<br />b. Hubungan Ruang<br />Hubungan ruang ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah pola hubungan<br />antar ruang apakah berhubungan langsung atau tidak langsung, berdekatan,<br />sedang, atau berjauhan. Pola hubungan ruang untuk masing-masing tipe dapat<br />dilihat dibawah ini :<br />106<br />a. Tipe 27<br />Gambar 68. Hubungan Ruang tipe 27<br />Keterangan :<br />Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan<br />Hubungan tidak langsung antar ruang<br />Hubungan langsung antar ruang<br />b. Tipe 36<br />Gambar 69. Hubungan Ruang tipe 36<br />jemuran<br />ruang<br />tidur<br />km/w<br />c<br />ruang<br />makan<br />SEMI<br />PRIVATE<br />teras<br />SEMI<br />PUBLIK<br />ruang<br />tamu<br />SEMI<br />PRIVATE<br />Dapur<br />PRIVATE<br />LAYANAN<br />Tempat<br />cuci<br />Ruang<br />serbaguna<br />Ruang<br />tidur<br />km/wc<br />SEMI<br />PRIVATE<br />teras<br />SEMI<br />PUBLIK<br />Dapur<br />LAYANAN<br />Jemuran<br />Tempat<br />cuci<br />107<br />Keterangan :<br />Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan<br />Hubungan tidak langsung antar ruang<br />Hubungan langsung antar ruang<br />c. Tipe 45<br />Gambar 70. Hubungan Ruang tipe 45<br />Keterangan :<br />Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan<br />Hubungan tidak langsung antar ruang<br />Hubungan langsung antar ruang<br />Jemuran<br />ruang<br />tidur<br />km/wc<br />ruang<br />makan<br />SEMI<br />PRIVATE<br />teras<br />SEMI<br />PUBLIK<br />ruang<br />tamu<br />SEMI<br />PRIVATE<br />Dapur<br />PRIVATE<br />LAYANAN<br />r. tidur<br />anak<br />108<br />d. Tipe 54<br />Gambar 71. Hubungan Ruang tipe 54<br />Keterangan :<br />Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan<br />Hubungan tidak langsung antar ruang<br />Hubungan langsung antar ruang<br />e. Tipe 70<br />Gambar 72. Hubungan Ruang tipe 70<br />ruang<br />keluarga<br />jemuran<br />ruang<br />tidur<br />km/wc ruang<br />makan<br />SEMI<br />PRIVATE<br />teras<br />SEMI<br />PUBLIK<br />ruang<br />tamu<br />SEMI<br />PRIVATE<br />Tempat<br />cuci<br />Dapur<br />PRIVATE<br />LAYANAN<br />ruang<br />keluarga<br />ruang<br />tidur<br />km/w<br />c<br />ruang<br />makan<br />SEMI<br />PRIVATE<br />teras<br />SEMI<br />PUBLIK<br />ruang<br />tamu<br />SEMI<br />PRIVATE<br />Jemuran<br />Tempat<br />cuci<br />PRIVATE<br />LAYANAN<br />Dapur<br />109<br />Keterangan :<br />Hubungan antar zone publik, semi privat, privat dan layanan<br />Hubungan tidak langsung antar ruang<br />Hubungan langsung antar ruang<br />3. Segmen Sloof, Kolom, Balok dan Dinding Moduler<br />a. Segmen Sloof, Kolom dan Balok<br />Segmen sloof moduler dengan dimensi 15 cm x 15 cm, panjang 45 cm, 60<br />cm, dan 90 cm. Modul sloof digunakan untuk panjang ruang dan lebar ruang yang<br />sesuai kelipatan dengan modul segmen. Sedangkan modul terpilih panjang<br />segmen sloof 45 cm, 60 cm, 90 cm; kolom 35 cm, 60 cm, 90 cm; dan balok yaitu<br />45 cm, 60 cm, dan 90 cm.<br />b. Segmen Dinding<br />Modul terpilih untuk segmen dinding yaitu 30 cm, dan 45 cm pada arah<br />vertikal, dan 60 cm pada arah horizontal. Ketebalan dinding yang diaplikasikan<br />adalah 12 cm. Untuk membuat siar tegak supaya tidak segaris pada dinding maka<br />dibuat segmen dinding yang merupakan pecahan 1/4, 1/2, dan 1/3 dari modul<br />terpilih untuk arah horizontal yaitu 15 cm, 30 cm, dan 45 cm.<br />c. Segmen Simpul<br />Pada segmen simpul terdapat pengecualian dengan tidak mengikuti<br />kelipatan atau pecahan dari modul terpilih, hal ini dilakukan untuk melengkapi<br />dari modul segmen sehingga kelipatan dari modul segmen tetap terjaga. Dimensi<br />segmen simpul terpilih yaitu 35 cm x 35 cm x 15 cm.<br />d. Modul Bangunan<br />Modul bangunan secara tidak langsung harus mengikuti kelipatan dari<br />modul segmen terpilih, yaitu 45 cm, 60 cm, dan 90 cm kemudian ditambahkan 15<br />cm karena adanya panjang speleng dari pada simpul. Modul untuk denah<br />110<br />bangunan seperti dengan ukuran 165 cm, 195 cm, 225 cm, 285 cm, 315 cm dan<br />seterusnya.<br />4. Bentuk Sambungan<br />a. Bentuk Sambungan / Joint) Segmen Sejenis<br />1) Segmen Sloof, Kolom, dan Balok<br />Bentuk sambungan pada segmen sloof, kolom dan balok sama, dengan sistem<br />jantan dan betina (tounge and groove). Bentuk sambungan yang akan dibuat<br />seperti gambar dibawah ini :<br />Gambar 73. Sambungan Jantan dan Betina<br />2) Segmen Dinding<br />Bentuk sambungan segmen dinding moduler sama halnya dengan sistem<br />sambungan segmen sloof, kolom, dan balok yaitu sistem sambungan jantan betina<br />baik pada arah horizontal maupun vertikal.<br />Gambar 74. Sambungan Jantan dan Betina Arah Horizontal<br />Betina Jantan<br />111<br />Gambar 75. Sambungan Jantan dan Betina Arah Vertikal<br />b. Bentuk Sambungan / Joint) antar Segmen<br />Bentuk sambungan antar segmen sloof, kolom, balok, dan dinding lebih<br />jelasnya disajikan pada tabel dibawah ini :<br />Tabel 17. Identifikasi Joint Segmen Sejenis<br />No Segmen<br />(Kode)<br />Rencana Joint Keterangan<br />I.<br />Sloof<br />Menerus<br />Kode : S-S<br />(M)<br />Pertemuan dua<br />sloof atau lebih<br />menerus.<br />Sistem sambungan<br />jantan – betina,<br />bagian tengah<br />lubang untuk<br />perkuatan<br />sambungan<br />II<br />Kolom<br />Menerus<br />Kode : K-K<br />(M)<br />Pertemuan dua<br />kolom atau lebih<br />menerus.<br />Sistem sambungan<br />jantan – betina,<br />bagian tengah<br />lubang untuk<br />perkuatan<br />sambungan<br />Betina<br />Jantan<br />112<br />III.<br />Balok<br />Menerus<br />Kode : B-B<br />(M)<br />Pertemuan dua<br />balok atau lebih<br />menerus.<br />Sistem sambungan<br />jantan – betina,<br />bagian tengah<br />lubang untuk<br />perkuatan<br />sambungan<br />IV.<br />Dinding<br />Menerus<br />Kode : B-B<br />(M)<br />Pertemuan dua<br />dinding atau lebih<br />menerus.<br />Sistem sambungan<br />jantan – betina,<br />bagian arah<br />vertikal berlubang<br />untuk jaringan air<br />bersih dan listrik.<br />Tabel 18. Identifikasi Joint Segmen Tidak Sejenis<br />No Segmen (Kode) Konsep Joint Keterangan<br />I.<br />1<br />2<br />Sloof-Kolom<br />Kode : S-K (1-1)<br />Kode : S-K (2-1)<br />Pertemuan satu sloof<br />dan satu kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />kedua komponen<br />tersebut.<br />Pertemuan dua sloof<br />dan satu kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />ketiga komponen<br />tersebut.<br />113<br />3<br />4<br />Kode : S-K (3-1)<br />Kode : S-K (4-1)<br />Pertemuan tiga sloof<br />dan satu kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />keempat komponen<br />tersebut.<br />Pertemuan empat<br />sloof dan satu<br />kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />kelima komponen<br />tersebut.<br />II<br />Kolom-Balok<br />Kode : B-K (1-1)<br />Kode : B-K (2-1)<br />Pertemuan satu<br />balok dan satu<br />kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />kedua komponen<br />tersebut.<br />Pertemuan dua balok<br />dan satu kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />ketiga komponen<br />tersebut.<br />114<br />Kode : B-K (3-1)<br />Kode : B-K (4-1)<br />Pertemuan tiga balok<br />dan satu kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />keempat komponen<br />tersebut.<br />Pertemuan empat<br />balok dan satu<br />kolom, pada<br />sambungan<br />ditambahkan simpul<br />sebagai pengikat dari<br />kelima komponen<br />tersebut.<br />III.<br />Dinding-Sloof<br />Kode : D-S<br />Pertemuan dinding<br />dan sloof pada arah<br />vertikal<br />115<br />IV.<br />Dinding-Kolom<br />Kode : D- K<br />Pertemuan dinding<br />dan kolom pada arah<br />horizontal<br />V.<br />Dinding-Balok<br />Kode : D-B<br />Pertemuan dinding<br />dan balok pada arah<br />vertikal<br />VI.<br />Dinding-Kusen<br />Pintu-Kolom<br />Kode : D-KsP-K<br />Pertemuan Kusen<br />pintu dan kolom dan<br />kusen pintu dengan<br />dinding, pada kusen<br />dibuat alur profil,<br />sebagai kait<br />116<br />VII.<br />Dinding-Kusen<br />Jendela<br />Kode : D-KsJ<br />Kusen jendela dibuat<br />alur profil keluar<br />sebesar 1 cm yang<br />diatas dan disamping<br />kiri dan masuk ke<br />dalam 1 cm yang<br />dibawah dan<br />disamping kanan,<br />yang difungsikan<br />sebagai kait dengan<br />dinding<br />5. Bentuk Atap RST<br />Analisis yang telah dilakukan dalam BAB III.E. point 2 mengenai pemilihan<br />bentuk atap hasil analisa adalah atap pelana dengan kemiringan ke depan -<br />belakang seperti dibawah ini :<br />a. Tampilan indah.<br />b. Pengembangan mudah.<br />c. Dengan lebar terbatas pertemuan atap membentuk kemiringan ke depan-ke<br />belakang, air hujan mengalir ke depan-ke belakang, tidak terjadi<br />penampungan kotoran atap, guguran daun, dan tidak memerlukan perawatan.<br />Gambar 76. Bentuk Atap Miring Depan ke Belakang<br />117<br />6. Pemilihan Bahan Bangunan<br />Kekuatan struktur segmen RST sangat tergantung pada kualitas bahan<br />bangunan untuk pembuatan segmennya. Bahan bangunan yang digunakan untuk<br />pembuatan segmen adalah beton dan baja tulangan. Beton berfungsi untuk<br />menahan gaya tekan yang bekerja pada segmen RST. Sementara baja tulangan<br />sebagai penahan gaya tarik yang bekerja pada segmen. Gaya tarik dan gaya tekan<br />yang bekerja pada segmen tersebut dapat disebabkan oleh beban statis maupun<br />beban dinamis, misalnya, beban yang bekerja pada saat terjadi gempa.<br />Mutu beton yang direncanakan untuk segmen seperti sloof, balok, simpul,<br />dan kolom adalah fc’ 25 atau setara dengan K 300 dengan nilai slump 100 mm.<br />Sedangkan untuk bahan pembuatan segmen dinding adalah dari beton ringan,<br />dengan bahan yang direkayasa memiliki massa jenis yang sesuai dengan standart<br />untuk beton ringan yaitu 300 - 1200 kg/m3.<br />Kelebihan material beton ringan antara lain bobot ringan (300 - 1200 kg/m3,<br />beton biasa 2300 kg/m3), tidak menghantarkan panas (nilai isolasi 3 – 6 kali bata),<br />mudah dikerjakan, harga murah dan kuat untuk struktur bangunan yang menahan<br />beban ringan (atap bangunan rumah tinggal) dan kuat serta ‘awet’ digunakan<br />komponen eksterior. Untuk bahan pembentuk beton seperti, semen, pasir, kerikil,<br />dan air harus mengikuti aturan mengenai syarat teknis penggunaan bahan<br />bangunan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap beton ringan dengan<br />menggunakan bahan campuran seperti steyroform menunjukkan bahwa beton<br />ringan tersebut memenuhi syarat secara kualitas bahan dan struktur.<br />Baja yang direncanakan untuk digunakan pada RST ini berukuran diameter<br />6 mm dan 12 mm dengan tegangan leleh 2400 kg/cm2. Diameter 6 mm digunakan<br />sebagai pengisi untuk menahan segmen dinding, sedangkan diameter 12 mm<br />digunakan sebagai pengisi untuk segmen untuk pengikat antara segmen sloof,<br />balok, kolom dan juga pengikat antar segmen seperti sloof-kolom, dan kolombalok.<br />Untuk memperkuat hubungan/joint antara pondasi, simpul sloof-kolom, dan<br />kolom digunakan angker dari baja berdiameter 14 mm yang ditanam pada pondasi<br />batu kali dengan panjang penjangkaran sebesar 50 cm dan muncul permukaan<br />setinggi 50 cm. Angker ini berfungsi sebagai pengikat sekaligus pengaku untuk<br />segmen simpul sloof-kolom, kolom terhadap pondasi<br />118<br />7. Sistem Utilitas Bangunan<br />a. Air bersih<br />Bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai cara mendapatkan air<br />bersih dan pendistribusiannya. Sumber air bersih utama dalam rencana RST ini<br />didapatkan dari aliran air PDAM, aliran air ini langsung diteruskan pada<br />tandon/bak penampungan yang ada dibawah. Setelah air terkumpul pada bak<br />bawah air dinaikkan ke tandon atas dengan menggunakan pompa air (water<br />pump), dari tandon atas dengan gaya gravitasi didistribusikan ke dalam rumah,<br />seperti ke wc, wastafel, dapur dan tempat cuci.<br />Alternatif lain jika tidak terdapat aliran PDAM adalah dengan menggunakan<br />sumur bor/gali (deep whell) dari deep whell ini air bisa langsung dinaikkan ke<br />tandon atas atau dikumpulkan dulu ditandon bawah setelah penuh baru dinaikkan<br />ke tandon atas kemudian baru didistribusikan ke dalam rumah.<br />b. Air kotor<br />Hal terpenting dari ini adalah cara untuk mendistribusikan aliran dari air<br />kotor sebagai akibat dari kegiatan penghuni rumah, sehingga aliran dan<br />tampungan dari air ini tidak mengganggu untuk kegiatan yang lainnya. Titik berat<br />dalam air kotor ini adalah cara pembuatan septic tank dan cara menempatkan<br />septic tank pada rumah.<br />Sebagai pedoman dalam pembuatan septic tank, dapat dianggap bahwa<br />setiap harinya, tiap orang membuang kotoran termasuk air penyiramannya<br />sebanyak 25 liter. Sedangkan untuk keperluan proses pembusukannya atau<br />penghancuran kotoran padat dibutuhkan waktu paling sedikit 3 hari, sehingga<br />banyaknya air yang harus ditampung dalam bak pembusuk (penghancur) menjadi<br />15 x 750 = 1125 liter.<br />Dalamnya air dalam bak pembusuk diambil 1,50 meter dengan demikian<br />lebar dan panjang akan ketemu, misalnya lebar bak diambil 0,75 meter maka<br />akan didapat panjang 1,00 meter. Dengan cara seperti diatas, maka dibawah ini<br />diberikan daftar ukuran bak pembusuk (penghancur) dengan jumlah maksimum.<br />119<br />Tabel 19. Ukuran Bak Pembusuk<br />Ukuran Minimum Bak<br />Pembusuk (m)<br />Jumlah pemakai<br />maksimum (orang)<br />Dalam Panjang Lebar<br />Keterangan<br />15<br />25<br />50<br />100<br />150<br />200<br />1,50<br />1,50<br />1,50<br />1,50<br />1,50<br />1,50<br />1,00<br />1,25<br />2,50<br />2,50<br />3,00<br />4,00<br />0,75<br />1,00<br />1,00<br />1,00<br />1,25<br />1,25<br />Dibuat bak rangkap<br />Dibuat bak rangkap<br />Dibuat bak rangkap<br />Sumber : Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, Anonim<br />Untuk peresapan dalam RST ini tidak diperlukan karena air akan kotoran<br />dari dapur dan kamar mandi akan langsung disalurkan melalui saluran air menuju<br />riolering. Hal ini karena lahan yang tersedia untuk RST ini sempit.<br />Jarak septic tank dari tempat sumber air seperti sumur bor dalam<br />perencanaan RST ini perlu juga untuk dipaparkan. jarak 10 meter antara tangki<br />septic tank dan sumur telah menjadi pengetahuan umum dan populer di<br />masyarakat. Alasannya, agar air sumur tidak terkontaminasi dengan air tangki<br />septic tank oleh bakteri patogen yang dapat mengganggu kesehatan. Alasan<br />demikian tentu tidak salah. Hanya, dalam kenyataannya jarak 10 meter, terutama<br />pada rumah-rumah padat penduduk atau perumahan type RSS, jarak sejauh itu<br />sangat sulit diperoleh. Bisa saja terjadi antara sumur dan tangki septic di suatu<br />rumah berjarak 10 meter, tetapi dengan tangki septic tetangga sebelah jaraknya<br />kurang dari 10 meter.<br />Cecep Sukmara, dalam tulisanya di Harian Pikiran, tanggal 8 Maret 2007<br />mengemukakan :<br />Munculnya kemestian jarak 10 meter sumur dan tangki septic tank bermula<br />dari bakteri E-coli patogen (bersifat anaerob) yang biasanya mempunyai<br />usia harapan hidup selama tiga hari. Sedangkan kecepatan aliran air dalam<br />tanah berkisar 3 meter per hari (rata-rata kecepatan aliran air dalam tanah di<br />pulau jawa 3 meter/hari), sehingga jarak ideal antara tangki septic tank<br />dengan sumur sejauh 3 meter per hari x 3 hari = 9 meter. Akan tetapi,<br />mengapa harus dibuat 10 meter. Dari hasil perhitungan, jarak tempuh<br />bakteri selama 3 hari hanya 9 meter. Adapun angka 10 meter setelah<br />ditambah satu meter sebagai jarak pengaman. Itulah sekilas kisah angka 10<br />untuk jarak antara sumur dengan tangki septic tank.<br />120<br />Jarak yang kurang dari 10 meter akan menjadi suatu masalah yang ditemui<br />dilapangan. Salah satu caranya dengan mengetahui dulu arah aliran air tanah<br />yaitu dengan cara melihat sumur tetangga. Cara dan langkah-langkahnya<br />sebagai berikut :<br />a. Ukurlah kedalaman sumur-sumur tetangga, cukup 3 rumah saja.<br />b. Buatlah gambar garis segitiga yang menghubungkan ketiga titik sumur<br />tetangga tersebut di atas kertas.<br />c. Masing-masing titik sumur diberi notasi kedalamannya (perhitungan<br />kedalaman diukur dari muka air hingga ke permukaan tanah).<br />d. Dari gambar dapat diketahui, sumur yang paling dangkal menunjukkan<br />arah aliran menuju ke sumur tersebut.<br />Dari cara tersebut dapat diketahui bahwa jarak sumur yang kurang dari 10<br />meter tidaklah masalah, asalkan kita mengetahui arah aliran air tanah<br />dengan cara seperti di atas. Dengan demikian, yang harus kita lakukan<br />adalah meletakkan tangki septic di mana arah alirannya tidak mengarah ke<br />sumur, berarti harus sebaliknya. Lebih baik lagi apabila arah aliran air tanah<br />tersebut berasal dari sumur menuju ke tangki septic, tetapi jangan<br />sebaliknya.<br />Di samping arah aliran air tanah yang perlu kita ketahui, kecepatan aliran air<br />tanah tidak kalah pentingnya. Walaupun berdasarkan pengalaman kecepatan<br />aliran air tanah di pulau Jawa rata-rata 3 meter/hari, tidak menutup<br />kemungkinan masing-masing daerah di Pulau Jawa pun mempunyai<br />kecepatan aliran air tanah yang berbeda. Hal ini tergantung dari formasi<br />batuan pada daerah tersebut. Walaupun arah aliran dari tangki septic menuju<br />ke sumur, kecepatan aliran air tanah hanya 1 meter/hari, maka jarak ideal<br />antara sumur dan tangki septic hanya 4 meter (lihat cara perhitungan di<br />atas).<br />Ringkasnya, dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tidak semua<br />daerah harus membuat tangki septic berjarak 10 meter dari sumur. Perlu<br />diperhatikan arah aliran air tanah pada saat membuat tangki septic.<br />Kecepatan aliran air tanah pada masing-masing daerah sangat berlainan,<br />sehingga memunculkan jarak ideal yang berbeda-beda antara sumur dan<br />septic tank. Hal itu sangat tergantung dari formasi batuan dan kondisi<br />geografis pada masing-masing daerah tersebut.<br />Dengan demikian, angka 10 meter untuk jarak tangki septic dan sumur<br />bukan harga mati. Hal lain yang juga harus perhatikan, juga penting bagi<br />kesehatan bahwa sumber pencemaran air bukan sekadar jarak antara tangki<br />septic dan sumur. Kebersihan dan sistem sanitasi lingkungan tak kalah<br />dominan berpengaruh pada kesehatan<br />c. Elektrikal (listrik)<br />Instalasi listrik pada RST dan rumah pada umumnya tidak jauh berbeda,<br />akan tetapi sedikit perbedaan terletak pada metode pelaksanaan pemasangan<br />instalasinya. Pada penempatan kabel-kabel instalasi ini dipermudah dengan<br />121<br />adanya lubang pada segmen dinding, sehingga lebih cepat dan lebih rapi, lebih<br />jelasnya akan dibahas dalam metode pelaksanaan pemasangan RST.<br />8. Metode Perakitan Segmen Rumah Sederhana Tumbuh (RST)<br />Seperti halnya pada bangunan dengan metode konvensional yang<br />memiliki urut-urutan dalam pekerjaan pelaksanaannya. Bedanya pada RST<br />seluruh komponen telah diproduksi di pabrik dan dapat dilakukan sedikit<br />modifikasi pada segmen tertentu (segmen dinding direncanakan dengan bahan<br />yang bisa dipotong sesuai dengan bentuk dinding). Berikut merupakan urutan<br />dalam pelaksanaan perakitan segmen RST hingga menjadi sebuah rumah tinggal<br />yang layak huni.<br />122<br />Pembersihan<br />Lahan/site<br />Pekerjaan Pondasi<br />Pekerjaan Sloof<br />Pekerjaan Kolom<br />Pek. Dinding, Instalasi listrik<br />utama, Mekanikal, pemasangan<br />kosen pintu - jendela<br />Pekerjaan Balok<br />Pekerjaan Lantai<br />Pekerjaan Mekanikal<br />dan elektrikal<br />Pek. Finishing<br />Pekerjaan Atap<br />Tahap I<br />Tahap II<br />Tahap III<br />Tahap IV<br />Tahap V<br />Tahap VI<br />Tahap VII<br />TahapVIII<br />Tahap IX<br />Tahap X<br />Pekerjaan<br />pararel<br />Tahap XI<br />Pekerjaaan Plafond<br />Gambar 77. Urutan Skema Pekerjaan RST<br />123<br />Untuk lebih jelas mengenai urutan gambar diatas akan diuraikan seperti<br />dibawah ini :<br />a. Tahap I<br />Pembersihan site (lahan), khususnya permukaan tanah. Permukaan tanah<br />harus rata sehingga proses perakitan bisa dilakukan dengan mudah. Selain itu<br />permukaan yang rata juga sangat membantu dalam proses pemindahan dan<br />pengangkutan segmen dari satu tempat ke tempat yang lain.<br />b. Tahap II<br />Pada tahap ini dilakukan pekerjaan galian pondasi. Galian pondasi<br />dilakukan sampai dengan tanah keras. Pondasi untuk bangunan sederhana cukup<br />dengan sistem pondasi menerus, yaitu dengan menggunakan pondasi batu kali<br />secara konvensional (tidak termasuk dalam perencanaan). Pekerjaan pondasi<br />seperti pekerjaan pondasi yang biasa dengan sistem menerus, sehingga bangunan<br />RST yang akan dibangun dan dibuat diatas dapat berdiri kokoh dan stabil.<br />c. Tahap III<br />Pada pekerjaan ini dilakukan pemasangan sloof dan simpul sloof-kolom,<br />pastikan posisi permukaan pondasi telah memiliki permukaan yang sama dan rata.<br />Gunakan waterpas dan benang untuk menyamakan ketinggiannya. Hal ini<br />dilakukan untuk mempermudah pemasangan segmen-segmen yang lain,<br />mengingat segmen yang kita buat menggunakan sistem pabrikasi sehingga semua<br />komponen memiliki ketelitian dan akurasi yang baik dalam ukuran dan bentuk.<br />Pemasangan segmen sloof dilakukan tahap demi tahap, yang pertama<br />diletakkan adalah simpul pada bagian sudut dari pondasi rumah, kemudian<br />dilanjutkan dengan pemasangan sloof pertama. 2 (dua) Tulangan besi berdiameter<br />12 mm, begel 6 mm setiap jarak 200 mm dimasukkan ke dalam lubang dari<br />segmen sloof yang terletak ditengah-tengah segmen. Setelah tulangan dimasukkan<br />kemudian disuntikan pasta semen dengan mesin injkesi ke dalam lubang tadi<br />dengan menggunakan alat penyuntik pasta. Sampai pasta semen tadi menempati<br />semua ruang yang ada dalam lubang segmen tadi.<br />124<br />Sloof<br />Setelah sloof pertama terpasang dan terisi dengan pasta semen baru<br />dilanjutkan dengan sloof berikutnya sampai semua sloof terpasang dan semuanya<br />mengikuti denah pondasi yang ada sesuai dengan rencana RST.<br />Ketika kita membangun RST pada tipe-tipe kecil misalnya tipe 27, 36,<br />pada bagian simpul yang belum terpasang dengan segmen seperti sloof, jangan<br />langsung ditutup dengan pasta / adukan semen tetap dibiarkan terbuka karena<br />nantinya akan digunakan sebagai tempat menyambung segmen sloof untuk<br />pengembangan berikutnya.<br />d. Tahap IV<br />Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan kolom. Komponen yang<br />digunakan adalah segmen kolom dengan modul yang telah kita tentukan<br />sebelumnya. Segmen kolom yang terpasang harus benar-benar merupakan jumlah<br />dari modul misalnya 3,3 atau 3,6, hal yang terpenting adalah ketinggian dari<br />kolom yang terpasang merupakan kelipatan dari modul segmen kolom yang ada.<br />Proses pemasangan segmen kolom sama dengan segmen sloof,<br />pemasangan 2 (dua) batang tulangan besi berdiameter 12 mm, begel diameter 6<br />mm berjarak 200 mm ke dalam rongga kolom dilakukan sebelum kita memasang<br />kolom. Sehingga kolom yang terpasang benar-benar rigid (menyatu) dengan<br />segmen yang lainnya.<br />Gambar 78. Potongan Sloof, Simpul Sloof-Kolom dan Kolom<br />Kolom<br />125<br />Gambar 79. Detail I dan Detail II<br />e. Tahap V<br />Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan segmen dinding atau<br />dinding partisi sementara, dan kusen pintu dan jendela. Pada pemasangan segmen<br />dinding ada dua segmen yang akan dipasang mengingat permukaan dari kolom<br />126<br />yang keempat sisinya adalah betina sehingga segmen dinding ada yang jantanbetina<br />(segmen dinding pengisi), dan jantan-jantan (segmen dinding penutup).<br />Pemasangan partisi sementara ini adalah partisi yang dibuat dari bahan<br />seperti anyaman bambu (gedhek)/ papan, atau triplek. Anyaman bambu, papan,<br />dan triplek dalam pemasangannya harus sudah dibingkai dengan kayu dari usuk<br />atau reng yang nantinya akan berfungsi sebagai penguat dari partisi sementara ini.<br />Untuk pengikat partisi sementara ini dengan segmen yang lainnya seperti kolom<br />dan balok bisa digunakan bahan dari besi tulangan/paku atau bahan dari kawat,<br />yang diikatkan pada segmen kolom dan balok. Ikatan dari kawat ini tidak boleh<br />permanen dan harus bisa dibuka kembali karena dinding ini juga sebagai dinding<br />sementara, kemungkinan yang terjadi, dinding sementara ini merupakan<br />penghubung dari ruang baru yang akan dikembangkan dari RST ini. Selain itu<br />pada gunung-gunung juga membutuhkan dinding sementara ini sebelum kita<br />menggunakan segmen dinding yang permanen sebagai akhir dari penutup gununggunung<br />ini.<br />Pekerjaan lain yang bersamaan dengan pemasangan segmen dinding<br />adalah pemasangan kusen pintu dan jendela, kusen pintu dan jendela supaya bisa<br />rigid (menyatu) dengan dinding, maka pada bagian terluar dari kusen dibuat<br />seperti halnya pada bagian dinding (jantan-betina). Dimensi dari kusen dalam<br />pembuatanyan harus mengikuti modul segmen dinding. Hal ini supaya kusen yang<br />dibuat tetap moduler dengan segmen dinding.<br />Pemasangan segmen dinding menggunakan besi berdiameter 6 mm<br />sebagai sebagai pengikat antar segmen dinding, karena dinding yang dibuat<br />memiliki lubang maka besi tadi dimasukkan ke dalam lubang kemudian diberi<br />pasta semen. Keunggulan dari lubang-lubang yang dibuat pada segmen dinding<br />ini selain sebagai tempat untuk pasta semen juga sebagai tempat pemasangan pipa<br />utilitas air bersih dan kabel-kabel elektrikal. Sehingga ketika pemasangan<br />elektrikal bisa lebih mudah dan cepat, karena tinggal melubangi pada arah<br />horizontal untuk tempat masuk kabel dan pipa, untuk arah vertikal sudah tersedia<br />lubang dari segmen dinding tadi. Lubang yang dibuat pada arah vertikal tadi juga<br />digunakan sebagai tempat untuk saklar, stop kontak, atau tempat untuk sekring.<br />127<br />Segmen dinding RST ini juga tidak perlu lagi diaci atau diplester lagi<br />karena direncanakan sudah memiliki kunci (jantan-betina) pada masing-masing<br />segmen. Permukaannya juga halus dan rata, akan tetapi tidak menutup<br />kemungkinan jika ingin diaci atau diplester lagi supaya didapatkan tekstur<br />permukaan sesuai dengan keinginan dan kemampuan dari penghuni rumah.<br />Gambar 80. Potongan Dinding Lubang untuk Tulangan dan Utilitas<br />f. Tahap VI<br />Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan segmen balok dan simpul<br />balok-kolom, fungsi dari segmen balok dan simpul balok-kolom ini untuk<br />mengikat segmen dinding supaya dapat berdiri dengan kokoh. Pemasangan<br />segmen balok sama halnya dengan dengan segmen sloof, tetap menggunakan 2<br />tulangan berdiameter 12 mm, begel 6 mm, berjarak 200 mm dan pasta semen<br />sebagai pengikat antar segmen. Pada bagian simpul balok-kolom yang belum<br />terpasang dengan segmen pada pengembangan tipe yang lebih kecil tidak<br />dilakukan penutupan dengan pasta semen tetapi tetap dibiarkan terbuka supaya<br />128<br />bisa dikembangkan sesuai dengan rencana RST, hal ini sama seperti ketika kita<br />memasang simpul sloof-kolom.<br />Gambar 81. Potongan Kolom, Simpul Kolom-Balok, dan Balok<br />Gambar 82. Detail III dan Detail IV<br />g. Tahap VII<br />Pada tahap ini dilakukan pemasangan atap. Tahapan pekerjaan atap sangat<br />tergantung pada jenis dan bentuk atap yang dipilih. Pada tahapan ini digunakan<br />kuda-kuda dengan tetap memanfaatkan segmen yang sudah ada (digunakan<br />segmen balok), walaupun tidak menutup kemungkinan digunakan struktur atap<br />dengan sistem konvensional (rangka atap kayu atau baja).<br />129<br />Pada tahap ini digunakan segmen balok, simpul kuda-kuda dan segmen<br />kolom (untuk makelar) sebagai pembentuk rangka kuda-kuda. Untuk pengikat<br />dari rangka kuda-kuda digunakan segmen balok. Setelah rangka kuda-kuda dan<br />balok pengikat terpasang tahapan selanjutnya pada bagian atap adalah<br />pemasangan gording, usuk, dan reng. Untuk bahan penutup atap digunakan seng<br />gelombang, atau genteng tanah liat biasa. Jika penutup atap memiliki sudut<br />kemiringan lebih dari 450 ada baiknya genteng dipaku atau disekrup ke reng.<br />h. Tahap VIII<br />Pada tahap ini dilakukan pekerjaan pemasangan plafond, secara umum<br />sama, tidak ada hal yang spesial dalam pekerjaan ini. Tinggi plafond dari<br />permukaaan lantai ±2.80 m. Konstruksi plafond yang dibuat harus bisa<br />menahan/mereduksi panas dari atap sehingga ruangan tetap nyaman.<br />i. Tahap IX<br />Pada tahap ini dilakukan pemadatan tanah lantai dan pengecoran lantai.<br />Pada tahap ini lantai meterial lantai yang digunakan bisa bermacam-macam<br />tergantung dari kemampuan penghuni (tidak termasuk dalam perencanaan),<br />artinya bisa digunakan keramik, tegel, atau hanya dengan cor-coran yang diaci<br />dengan semen permukaannya.<br />j. Tahap X<br />Pada tahap ini dilakukan pekerjaan elektrikal dan mekanikal, secara<br />prinsip tidak ada perbedaan yang spesial dalam sistem elektrikal dan mekanikal.<br />Pada bangunan RST sistem perencanaannya sama dengan pada bangunan rumah<br />umumnya. Hal yang sedikit ada perbedaan dalam tempat pemasangan komponen<br />elektrikal kabel. Pada bangunan konvensional umumnya kabel-kabel elektrikal<br />ketika akan dipasang, kita harus membuat lubang pada dinding bangunan,<br />sehingga akan menambah pekerjaan, akan tetapi pada RST segmen dinding selain<br />tidak diaci, dan diplester bagian dalam dindingnya juga sudah memiliki lubang<br />yang bisa digunakan sebagai tempat untuk penempatan kabel-kabel elektrikal tadi.<br />Permukaan dinding akan tetap halus dan rata, karena tidak memerlukan pengacian<br />130<br />dari bekas lubang kabel tadi. Pekerjaan elektrikal dan mekanikan juga akan lebih<br />cepat.<br />Diameter lubang pada dinding 6 cm, berjumlah 4 buah bisa juga<br />digunakan sebagai tempat untuk memasukkan pipa pada pekerjaan mekanikal.<br />Pipa sampai dengan diameter 5 cm (2 inchi) bisa digunakan dan dimasukkan ke<br />dalam dinding tersebut.<br />k. Tahap XI<br />Pada tahap ini dilakukan pekerjaan finishing, pekerjaan ini meliputi<br />pekerjaan yang bersifat meningkatkan penampilan bangunan. Adapun macam<br />kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah pengecatan, pelapisan bagian<br />dalam seperti dengan bahan akustik untuk meningkatkan kenyaman audial dan<br />termal, pemasangan wallpaper, pemasangan lantai lapis vinil atau lantai lapis<br />parket, pemberian ornamen dengan sistem tempel (bahan gypsum) atau pola cat.<br />C. Perancangan Rumah Sederhana Tumbuh (RST)<br />1. Segmen Super Struktur<br />a. Segmen Sloof<br />Segmen sloof dengan ukuran 45, 60 dan 90 cm seperti terlihat pada<br />gambar dibawah ini, lebih detailnya mengenai gambar ini dapat dilihat pada<br />gambar perancangan pada halaman berikutnya.<br />Gambar 83. Segmen Sloof<br />131<br />b. Segmen Kolom<br />Segmen kolom dengan ukuran 35, 60 dan 90 cm seperti terlihat pada<br />gambar dibawah ini, lebih detailnya mengenai gambar ini dapat dilihat pada<br />gambar perancangan pada halaman berikutnya.<br />Gambar 84. Segmen Kolom<br />132<br />c. Segmen Dinding<br />1) Dinding Pengisi<br />Segmen dinding pengisi dengan ukuran tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45<br />cm, dan panjang 30 cm, 60 cm merupakan segmen dinding utama, untuk ukuran<br />15 cm dan 45 cm digunakan pada panjang tertentu yang bukan merupakan<br />kelipatan 30, tetapi kelipatan 15 cm.<br />Gambar 85. Segmen Dinding Pengisi<br />133<br />2) Dinding Penutup<br />Segmen dinding penutup dengan ukuran tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45<br />cm, dan panjang 30 cm, 60 cm merupakan segmen dinding untuk menutup bagian<br />akhir dari pemasangan segmen dinding utama (segmen kunci), untuk ukuran 15<br />cm dan 45 cm digunakan pada panjang tertentu yang bukan merupakan kelipatan<br />30, tetapi kelipatan 15 cm, seperti terlihat pada gambar dibawah ini, lebih<br />detailnya mengenai gambar ini dapat dilihat pada gambar perancangan pada<br />halaman berikutnya.<br />Gambar 86. Segmen Dinding Penutup<br />134<br />d. Segmen Balok<br />Segmen balok dengan ukuran 35, 60 dan 90 cm seperti terlihat pada<br />gambar dibawah ini lebih detailnya mengenai gambar ini, dapat dilihat pada<br />gambar perancangan pada halaman berikutnya.<br />Gambar 87. Segmen Balok<br />135<br />e. Simpul<br />Simpul sloof kolom, kolom-balok dan kuda-kuda dengan dimensi lebar 35<br />cm, panjang 35 cm, dan tebal 15 cm. Simpul Sloof-Kolom<br />Gambar 88. Simpul Sloof-Kolom<br />1) Simpul Kolom-Balok<br />Gambar 89. Simpul Kolom-Balok<br />136<br />2) Simpul Kuda-Kuda<br />Gambar 90. Simpul Kuda-kuda<br />Lebih jelasnya mengenai gambar ini, dapat dilihat pada gambar<br />perancangan pada halaman berikutnya.<br />137<br />f. Segmen Spesial (tidak moduler) untuk Kuda-Kuda<br />Segmen untuk kaki kuda-kuda pada masing-masing alternatif RST<br />memiliki ukuran yang berbeda-beda dibawah ini disajikan segmen untuk kaki<br />kuda-kuda pada alternatif 1. Segmen yang lainnya untuk kaki kuda-kuda pada<br />alternatif yang lain dapat dilihat pada lembar berikutnya.<br />Gambar 91. Kuda-Kuda Bagian Sebelah Kanan (alternatife 1)<br />Gambar 92. Kuda-Kuda Bagian Sebelah Kiri (alternatif 1)<br />138<br />g. Kusen Pintu dan Jendela<br />1) Kusen Pintu<br />Bentuk kusen pintu yang dirancang untuk RST dengan berbagai variasi<br />bentuk supaya tidak terkesan monoton, yaitu :<br />a) Kusen Pintu Tunggal<br />Ukuran arah vertikal dan horizontal mengikuti kelipatan modul pada<br />segmen dinding 30 cm, 60 cm, 90 cm dan seterusnya. Jadi kusen dinding yang<br />dibuat jarak bersih luarnya harus kelipatan bilang tadi yaitu 90 cm, 120 cm. dan<br />daun pintu menyesuaikan dengan ukuran kusen. Ukuran kusen tebalnya 6 cm<br />Gambar 93. Kusen Pintu Tunggal<br />b) Kusen Gendong Kanan<br />Kusen gendong kanan ini jumlah jendela bisa ditambahkan, tidak hanya<br />satu, tetapi bisa dua, tiga atau empat sebesar bidang dinding dan pencahayaan dan<br />penghawaan yang dibutuhkan. Ukurannya tetap mengikuti modul segmen<br />dinding.<br />139<br />Gambar 94. Kusen Pintu Gendong Kanan<br />c) Kusen Gendong Kiri<br />Gambar 95. Kusen Pintu Gendong Kiri<br />2) Kusen Jendela<br />Kusen jendela yang dirancang untuk RST prinsipnya sama dengan kusen<br />pintu. Ukuran kusen jendela ini juga mengikuti moduler dari segmen dinding.<br />140<br />Gambar 96. Kusen Jendela Tunggal<br />Lebih jelasnya mengenai gambar ini, dapat dilihat pada gambar<br />perancangan pada halaman berikutnya.<br />141<br />2. Rumah Sederhana Tumbuh (RST)<br />a. Rumah Sederhana Tumbuh (RST) Tipe 27, 36, 45, 54, dan 70 Alternatif 1.<br />Gambar hasil perancangan RST alternatif 1 untuk tipe 27 sampai dengan<br />54 terdiri dari denah, tampak depan, tampak samping kanan, potongan 1-1,<br />sedangkan untuk tipe 70 dilengkapi dengan gambar denah pondasi, denah<br />instalasi listrik, denah air bersih dan air kotor, serta site plan. Lebih jelasnya<br />mengenai gambar RST alternatif 1 dapat dilihat pada gambar hasil perancangan<br />halaman berikutnya.<br />156<br />142<br />b. Rumah Sederhana Tumbuh (RST) Tipe 27, 36, 45, 54, dan 70 Alternatif 2<br />Gambar hasil perancangan RST alternatif 2 untuk tipe 27 sampai dengan<br />54 terdiri dari denah, tampak depan, tampak samping kanan, potongan 1-1,<br />sedangkan untuk tipe 70 dilengkapi dengan gambar denah pondasi, denah<br />instalasi listrik, denah air bersih dan air kotor, serta site plan. Lebih jelasnya<br />mengenai gambar RST alternatif 2 dapat dilihat pada gambar hasil perancangan<br />halaman berikutnya.<br />143<br />c. Rumah Sederhana Tumbuh (RST) Tipe 27, 36, 45, 54, dan 70 Alternatif 3<br />Gambar hasil perancangan RST alternatif 3 untuk tipe 27 sampai dengan<br />54 terdiri dari denah, tampak depan, tampak samping kanan, potongan 1-1,<br />sedangkan untuk tipe 70 dilengkapi dengan gambar denah pondasi, denah<br />instalasi listrik, denah air bersih dan air kotor, serta site plan. Lebih jelasnya<br />mengenai gambar RST alternatif 3 dapat dilihat pada gambar hasil perancangan<br />halaman berikutnya.<br />BAB V<br />KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN<br />A. Kesimpulan<br />Hasil yang dapat disimpulkan dari kegiatan perencanaan dan perancangan<br />ini yaitu sebagai berikut :<br />1. Perancangan segmen sloof, kolom, balok, dinding dan kuda-kuda dapat<br />dipergunakan untuk membangun RST dengan bentuk balok persegi panjang<br />dan dimensi 15 cm x 15 cm, dengan variasi panjang untuk segmen sloof, dan<br />balok 45 cm, 60 cm, dan 90 cm, kolom 35, 60 cm dan 90 cm, kuda-kuda<br />menggunakan segmen balok yang ditambahkan dengan segmen spesial<br />(dengan ukuran tertentu) pada kaki kuda-kuda sebagai penutup, dan dinding<br />dengan tebal 12 cm, tinggi 30 cm, dan 45 cm dengan variasi panjang 15 cm,<br />30 cm, 45 cm, dan 60 cm.<br />2. Bahwa bentuk sambungan (joint dapat saling mengunci pada masing-masing<br />segmen yaitu dengan menggunakan simpul untuk sambungan antar super<br />struktur dan untuk struktur sejenis menggunakan prinsip jantan dan betina<br />(tounge and groove).<br />3. Bahwa sistem utilitas elektrikal dan mekanikal dirancang sesuai dengan<br />kebutuhan untuk sebuah rumah tinggal, sedangkan bentuk kusen pintu dan<br />jendela dirancang moduler mengikuti moduler segmen dinding.<br />4. Bahwa bahan untuk pra pabrikasi segmen super struktur sloof, kolom, balok<br />dengan menggunakan beton dengan kualitas fc’ 25 atau setara dengan K 300,<br />144<br />menggunakan bahan dari beton yang dicampur dengan bahan hibrida (beton<br />ringan), untuk segmen dinding supaya dapat dipotong mengikuti kemiringan<br />atap. Besi yang digunakan berdiameter 12 mm dan begel 6 mm dengan<br />tegangan leleh 2400 kg/cm2.<br />5. Hasil perancangan dapat digunakan untuk membuat RST dengan tiga<br />alternatif desain rumah tumbuh ( tipe 27, 36, 45, 54, dan 70) sebagai hasil<br />aplikasi perancangan rumah sederhana tumbuh yang menggunakan segmen<br />sloof, kolom, balok dan dinding moduler.<br />6. Bahwa metode pelaksanaan dapat digunakan untuk membangun RST yaitu<br />menggunakan perakitan sesuai dengan skema urutan pekerjaan yang telah<br />ditentukan, bisa dilaksanakan lebih cepat karena kita tinggal hanya merakit<br />komponen itu sendiri, untuk memperkuat hubungan antar segmen-segmen<br />ditambahkan dua buah tulangan dengan beghel di dalam lubang segmen<br />tersebut. Tujuannya supaya segmen lebih kaku dan rigid, setelah lubang<br />dimasukkan kemudian disuntikkan spesi atau pasta semen untuk mengisi<br />rongga-rongga kosong pada lubang. Tidak memerlukan tenaga spesialis dalam<br />pengerjaannya karena pengerjaan bentuk segmen telah dikerjakan ditempat<br />yang berbeda (pabrik).<br />B. Implikasi<br />Berdasarkan hasil perencanaan dan perancangan yang telah dilakukan dapat<br />dikemukakan beberapa implikasinya yaitu sebagai berikut :<br />1. Rancangan segmen-segmen yang telah dibuat dapat dijadikan sebagai acuan<br />untuk membuat cetakan untuk membuat segmen, alat perawatan beton, serta<br />alat injeksi pasta semen sehingga dapat dilakukan uji kelayakan produk.<br />2. Hasil perencanaan dan perancangan ini dapat dijadikan sebagai sebuah acuan<br />yang komprehensive untuk membangunan rumah tumbuh bagi masyarakat<br />banyak.<br />3. Hasil rancangan segmen-segmen bisa digunakan sebagai sebuah inovasi<br />dalam produksi komponen bangunan pabrikasi.<br />194<br />145<br />4. Pengusaha yang bergerak dibidang pabrikasi beton dapat menggunakan hasil<br />rancangan ini sebagai sebuah masukan baru untuk memproduksi produk baru<br />yang bisa dipasarkan kepada masyarakat banyak dengan harga murah dan<br />terjangkau.<br />C. Saran<br />Berdasarkan kesimpulan dan implikasi dari hasil perencanaan dan<br />perancangan dapat dikemukakan saran-saran untuk perbaikan dimasa yang akan<br />datang, yaitu sebagai berikut :<br />1. Penggunaan segmen moduler untuk sebuah bangunan memberikan sebuah<br />batasan-batasan pada pengembangan sebuah rumah, tetapi hal ini harus<br />dipahami sebagai sebuah konsekuensi yang harus diterima dan dimengerti,<br />dan harus dipahami oleh masyarakat yang hendak membuat rumah dengan<br />sistem moduler.<br />2. Presisi dan akurasi ukuran dari segmen yang diproduksi secara pabrikasi<br />bergantung pada tempat dan tingkat pengawasan yang dilakukan oleh pabrik<br />tempat pembuatan segmen tersebut.<br />3. Kekuatan dan kualitas dari segmen yang dibuat bergantung dari bahan-bahan<br />yang digunakan dan yang lebih penting sumber dari bahan itu sendiri, serta<br />kelayakan dari bahan yang digunakan sebagai bahan bangunan.<br />4. Perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai pembuatan cetakan, dan bentuk<br />segmen dan bentuk sambungan yang lebih baik dan sederhana sehingga akan<br />didapat bentuk dan model segmen yang optimal dan ideal baik dalam proses<br />produksi maupun dalam pelaksanaan pembangunan rumah tinggal.<br />aDAFTAR PUSTAKA<br />Arief Sabaruddin.2006. Membangun RISHA. Jakarta : Penebar Swadaya.<br />Bambang Tri dan Richard Tamon. 2007. Rumah Hemat Energi. Jakarta :<br />PT. Prima Info Sarana Media.<br />DPU. 1989. Spesifikasi Matra Ruang Rumah Tinggal. Bandung : Yayasan<br />LPMB.<br />DPU. ........, Pedoman Umum Rumah Sederhana Sehat, Anonim.<br />Dudung Kusmara dan Suhari Mulyanto, 1992. Jurnal Penelitian Pemukiman.<br />Bandung : Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman<br />146<br />Edward Allen. 2005. Dasar-dasar Konstruksi Bangunan. Jakarta : Erlangga<br />Edward G. Nawy. 1990. Beton Bertulang (Suatu pendekatan mendasar). Bandung<br />: PT. Eresco.<br />G. Wurstanto. 1987. Pokok-pokok Perencanaan. Yogyakarta : Kanisius.<br />Georg Lippsmeier. 1994. Bangunan Tropis. Jakarta : Erlangga.<br />Heinz Frick dan Pujo I. Setiawan. 2001. Ilmu Konstruksi Struktur Bangunan.<br />Yogyakarta : Kanisius.<br />Laporan Kuliah Kerja Lapangan Mahasiswa Arsitektur ITB. 1979. Arsitektur<br />Minangkabau. ..........................<br />Mangunwijaya. ........, Fisika Bangunan, ...........<br />Mista Tahun. 2006. Panduan Membangun Rumah. Jakarta : Penebar Swadaya<br />Pusat Bahasa Depdiknas. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai<br />Pustaka.<br />Pusat Bahasa Depdiknas. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai<br />Pustaka.<br />R. Chudley. Building Construction Handbook, 1988,...............<br />R. M Soegyanto. 1982...............<br />Rob Krier. 1988. Architectural Composition. New York : Rizzoli<br />Soufyan, MN dan Takeo, M.1984. Perancangan dan Pemeliharaan Sistem<br />Plambing. Jakarta : PT. Pradnya Paramita.<br />Tutu. TW. Surowiyono. 1996. Dasar-dasar Perencanaan Rumah Tinggal. Jakarta<br />: Pustaka Sinar Harapan.<br />........... 1991. Ketentuan Minimal Rumah Sederhana, BTN.<br />............ 1990. Perum Perumnas.<br />DPU. 1990. SNI 03-1977-1990 Spesifikasi Modular Bangunan. (http: PU.go.id)<br />DPU. 1990. SK-SNI 03.XXX.2002 (http: PU.go.id).<br />http : KompasCyberMedia. com /(KCM) Jum’at 28 Januari 2005.<br />http : KompasCyberMedia. com /(KCM) Jum’at 09 Juni 2006zainal ilmihttp://www.blogger.com/profile/09113661652989927755noreply@blogger.com0